JAKARTA, KOMPAS.com - Pembayaran digital kian menjadi bagian dari keseharian masyarakat perkotaan.
Di stasiun, pusat perbelanjaan, hingga gerai makanan dan minuman, transaksi kini lebih sering berlangsung lewat pemindaian kode QR atau kartu debit.
Uang tunai perlahan tersingkir dari meja kasir, digantikan layar ponsel dan mesin pemindai kode yang dianggap lebih cepat dan praktis.
Di banyak tempat, pilihan itu tidak lagi bersifat alternatif.
Sejumlah gerai menerapkan sistem pembayaran non-tunai secara penuh, membuat QRIS dan kartu menjadi satu-satunya jalan untuk bertransaksi.
Bagi generasi muda yang terbiasa dengan aplikasi keuangan digital, kondisi ini mungkin tidak menimbulkan persoalan berarti.
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=nontunai, QRIS, indepth, Penggunaan QRIS, qris vs uang tunai&post-url=aHR0cHM6Ly9tZWdhcG9saXRhbi5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8yNC8xMzMzMDY0MS9zZW11YS1zZXJiYS1xcmlzLXRhcGktdHVuYWktdGFrLWJpc2EtZGloYXB1cy1zZXBlbnVobnlh&q=Semua Serba QRIS, tapi Tunai Tak Bisa Dihapus Sepenuhnya§ion=Megapolitan' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `Namun bagi kelompok lain, terutama orang tua dan lansia yang masih mengandalkan uang fisik, perubahan ini justru membuat bingung.
Situasi semacam itu tidak selalu muncul dalam konteks darurat atau kebutuhan mendesak. Kadang, ia hadir di momen yang sederhana seperti membeli makanan, minuman, atau sekadar jajan setelah bepergian.
Di tengah dorongan percepatan ekonomi digital, realitas tersebut menunjukkan bahwa transformasi sistem pembayaran belum sepenuhnya berjalan beriringan dengan kesiapan sosial.
Selama uang tunai masih menjadi alat pembayaran yang sah dan familiar bagi banyak orang, praktik cashless only menyisakan cerita lain tentang mereka yang tertinggal di masa transisi.
Baca juga: Menelusuri Praktik Pembayaran di Gerai Roti O, Hanya Bisa Non-tunai?
QRIS dan janji efisiensiTidak dapat dimungkiri, kehadiran QRIS membawa banyak perubahan dalam cara masyarakat bertransaksi.
Pengamat ekonomi, Tauhid Ahmad, menyebut sistem ini dirancang untuk menyederhanakan pembayaran lintas platform, mempercepat proses transaksi, dan meningkatkan keamanan.
Dalam praktiknya, QRIS dinilai mampu mengurangi berbagai risiko yang selama ini melekat pada penggunaan uang tunai.
“Ya kalau keamanan kan ada risiko ya. Kalau katakanlah ada recehan, ada uang kehilangan kalau tunai ya. Baik secara sengaja maupun tidak sengaja, QRIS itu kan mengurangi itu,” ujar Tauhid Ahmad saat dihubungi, Selasa (23/12/2025).
Selain aspek keamanan, efisiensi juga menjadi alasan kuat mengapa banyak pelaku usaha beralih ke sistem non-tunai.
Uang tunai tidak hanya berisiko salah hitung atau beredar dalam bentuk palsu, tetapi juga menimbulkan biaya tambahan dalam pengelolaannya.
“Apalagi katakanlah kita ada efisiensi, Kalau uang tunai kan ada risiko salah hitung, uang palsu dan sebagainya termasuk biaya untuk menukar,” lanjutnya.
Bagi perusahaan besar, pengelolaan uang tunai bahkan melibatkan pihak ketiga, yang tentu memerlukan biaya tambahan.
Di titik inilah pembayaran digital dianggap lebih menguntungkan, karena seluruh transaksi tercatat secara otomatis dan rapi.
Baca juga: Pengunjung Keluhkan Sistem Beli Tiket Masuk TMII Harus Online dan Nontunai
Di balik geliat pembayaran digital, realitas sosial Indonesia menunjukkan bahwa tidak semua orang berada di titik kesiapan yang sama.
Uang tunai, hingga kini, masih menjadi alat pembayaran sah dan paling familiar bagi sebagian besar masyarakat.





:strip_icc()/kly-media-production/medias/5367861/original/020806600_1759317902-20251001-Budi_Prasetyo-HEL_5.jpg)