FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat Media Sosial Gigin Praginanto mengkritik deforestasi di Taman Nasional Tesso Nilo. Riau. Deforestasi itu disebut didominasi perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI).
Gigin menilai petani hanya dijadikan kambing hitam dalam deforestasi. Padahal kerusakan didominasi HTI.
“Petani cuma dijadikan kambing hitam dan ditangkapi,” kata Gigin dikutip dari unggahannya di X, Rabu (24/12/2025).
Lebih jauh, dia menyinggung konglomerat. Menurutnya, ada konglomerat yang melakukan deforestasi, tapi malah dijadikan pahlawan.
Gigin tak memberi detail pihak dimaksud.
“Konglomerat busuk pembasmi hutan dijadikan pahlawan ekonomi,” ujarnya.
Pihak tersebut, menurutnya menguasai pusat kendali politik. Mulai Partai Politik (Parpol) sampai pemeirntahan.
“Mereka bahkan menguasai pusat-pusat kendali politik dari Parpol sampai pusat pemerintahan,” terangnya.
Sebelumnya, Forest Watch Indonesia (FWI) membeberkan sejumlah perusahaan yang berkontribusi melakukan deforestasi di Sumatera. Diungkapkan Jurnalis National Geographic sekaligus co-founder FWI I Gusti Gede Maha Adi.
Hal tersebut diungkapkan Gusti dalam YouTube Forum Keadilan TV. Dia mengungkapkan deforestasi di Indonesia bermula dari Kalimantan.
“Awalnya itu dimulai di Kalimantan. Kalimantan Timur. Sekarang jadi IKN,” kata Gusti dikutip Selasa (23/12/2025).
Di Kalimantan, aktor yang terlibat salah satunya keluarga besar Cendana. Alias keluarga dari Presiden ke-2 Soeharto.
“Tentara masuk. Keluarga cendana juga masuk. Sekitar 2,4 juta hektare keluarga besar Cendana menguasai HPH (Hak Pengusahaan Hutan) di sana,” ujarnya.
Selain itu, ada pengusaha yang kini jadi konglomerat. Seperti Prayogo Pangestu dan Bob Hasan.
Setelah di Kalimantan, barulah beralih ke Sumatera.
“Sumatera sebenarnya setelah Kalimantan habis,” ucapnya.
Gusti mengungkapkan, sekitar sekitar 15 tahun lalu, ada studi bahwa deforestasi paling besar di Sumatera mereka itu dilakukan peladang kecil yang jumlahnya banyak. Karena cenderung untuk membabat hutan.
“Misalnya membuka kopi. Kalau produksi kopinya turun, hutannya dibabat. Jadi tidak ada peremajaan misalnya,” imbuhnya.
Tapi sekarang kondisinya berbeda. Ada keterlibatan tambang dan HPH.
“Bukan hanya masyarakat, yang besar-besar juga. Bukan hanya hutan HPH, tetapi juga tambang. Tambang ini menjadi driver besar juga. Terutama tambang di Sumatera Utara, itu tambang emas yang besar,” jelasnya.
Soal aktornya, dia mengungkapkan masih pemain lama. Terutama para konglomerat.
“Masih yang besar-besar sih. Masih-masih pemain lama sebenarnya. Meskipun sudah jadi konglomerat, tapi itu kan memang bisnis utamanya di situ. tidak meninggalkan itu juga kan,” paparnya.
“Misalnya da PTPN, ada Musimas Group, ada Bakri. Kemudian Wilmar Group. Wilmar itu relatif kecil, 33.000 hektare. Tapi ada juga Indofood Agro, itu kan rantai pasokan mesti kalau bisa kuasai hulur dan hilir. Agar efisien dan efektif, murah harganya. Ada Torganda juga. Kemudian ada Sinarmas. Itu bermain,” tambahnya.
Selain itu, ada pula perusahaan yang dibeberkan Menteri Lingkungan Hidup.
“Tapi kalau kita menyempit pada delapan perusahaan yang beberapa hari lalu disampaikan Menteri Lingkungan akan diperiksa atau diinvestigasi di sepanjang DAS Batang Toru, karena begitu masifnya gelondongan,” pungkasnya.
(Arya/Fajar)



:strip_icc()/kly-media-production/medias/5444629/original/048357000_1765783826-Screenshot_2025-12-15_140023.jpg)