Pendidikan dan Kerukunan Umat Beragama Kian Matang, Buah dari Perampingan Kelembagaan

kompas.id
8 jam lalu
Cover Berita

Perubahan tata kelola penyelenggaraan ibadah haji menjadi penanda penting arah perampingan kelembagaan di Kementerian Agama. Tahun ini, kementerian yang puluhan tahun identik dengan urusan haji itu tak lagi menangani langsung penyelenggaraannya, seiring pemisahan kewenangan dan penataan ulang struktur birokrasi.

Mulai tahun depan, semua aspek penyelenggaraan haji maupun umrah dikelola Kementerian Haji dan Umrah. Sementara Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sudah mandiri dan tidak lagi di bawah struktur eselon langsung Kementerian Agama (Kemenag).

Di sisi lain, perampingan kelembagaan mendorong Kemenag memantapkan peran di bidang pendidikan dan penguatan harmoni sosial. “Dengan perampingan kelembagaan, kami lebih fokus menangani hal krusial dan mendasar, terkait pendidikan keagamaan dan kerukunan,” kata Menteri Agama Nasaruddin Umar.

”Tak ada artinya pertumbuhan ekonomi dan kekayaan negara tanpa kerukunan," tuturnya. Capaian kinerja tahun 2025 dibedah dalam dialog media “Refleksi Kinerja 2025: dari Kurikulum Cinta hingga Ekoteologi dan Penanggulangan Bencana”, di Jakarta, Selasa (23/12/2025) malam.

Kerukunan umat beragama

Capaian Kemenag selama satu tahun penuh yang disoroti yakni peningkatan Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB). Beberapa tahun terakhir, skor IKUB di Indonesia menunjukkan tren positif. Pada 2022, skor IKUB tercatat 73,09. Dua tahun berikutnya, skor IKUB sebesar 76,02 pada 2023 dan 76,47 pada tahun 2024.

Dengan perampingan kelembagaan, kami lebih fokus menangani hal krusial dan mendasar, terkait pendidikan keagamaan dan kerukunan. Tak ada artinya pertumbuhan ekonomi dan kekayaan negara tanpa kerukunan.

Tahun ini IKUB kembali meningkat dengan skor 77,89 atau tertinggi sejak survei 2015. Meski tantangan dalam menjaga kerukunan beragama masih ada, tren ini menggambarkan bahwa sikap toleransi antarumat beragama di Indonesia cenderung membaik.

Baca JugaMerajut Kerukunan Umat

Adapun IKUB merupakan salah satu instrumen penting untuk mengukur dan merefleksikan keberhasilan implementasi moderasi beragama. Sebab, IKUB mencakup dimensi toleransi, kesetaraan, dan kerja sama yang merupakan inti dari prinsip moderasi beragama.

Salah satu faktor yang memengaruhi peningkatan ini yakni berbagai upaya Kemenag dalam menyosialisasikan dan menginternalisasikan penguatan moderasi beragama melalui berbagai program dan kegiatan. Konsep ini telah digagas sejak tahun 2021 dan diperkuat dengan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama.

Program penguatan moderasi beragama mencakup beberapa lingkup, di antaranya penguatan cara pandang, sikap, dan praktik beragama yang moderat bagi aparatur negara. Kemudian terdapat juga perlindungan hak beragama dalam program dan layanan publik sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing kementerian/lembaga.

Nasaruddin menyebut bahwa capaian tersebut harus dimaknai sebagai panggilan moral, bukan sekadar angka statistik. Agama perlu hadir sebagai kompas moral yang membimbing umat dalam menghadapi perubahan zaman yang berlangsung semakin cepat.

Capaian kuantitatif

Sementara Sekretaris Jenderal Kemenag Kamaruddin Amin menjelaskan, peningkatan IKUB merupakan capaian Kemenag yang bersifat kualitatif. Untuk capaian kuantitatif, Kemenag telah melakukan sertifikasi sebanyak 101.000 guru sepanjang 2025.

“Masih ada lebih 600.000 guru yang akan dituntaskan dalam dua tahun ke depan. Capaian ini menjadi instrumen transformasi yang fundamental. Ada kenaikan kompetensi guru yang terukur dan kenaikan kesejahteraan,” tuturnya menambahkan.

Selain sertifikasi guru, terdapat 11 perguruan tinggi keagamaan negeri (PTKN) yang bertransfromasi dari institut menjadi universitas pada tahun 2025. Hal ini berdampak pada transformasi kualitas kelembagaan di kampus sehingga menjadi pengungkit bagi peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.

Kemudian Kemenag juga fokus pada pemberdayaan ekonomi umat. Sepanjang tahun 2025, ada 20.000 tanah wakaf disertifikasi melalui sinergi antara Kemenag dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Peningkatan ini signifikan meski masih ada 47 persen tanah wakaf yang belum disertifikasi.

Ekoteologi dan Kurikulum Cinta

Capaian berikutnya ialah penguatan ekoteologi dan Kurikulum Cinta. Dua program tersebut makin kontekstual seiring dengan bencana ekologi berupa banjir dan tanah longsor di Aceh dan Sumatera. Pogram ini dicetuskan pertama kali oleh Nasaruddin pada Januari 2025.

Saat pertama kali mencetuskan program tersebut, Nasaruddin menyadari peran penting bahasa agama dalam merawat lingkungan. Menurut dia, tanpa bahasa agama, tidak mungkin manusia bisa menciptakan kesadaran umat untuk memelihara lingkungan.

“Di Indonesia hampir setiap instansi saat ini bicara ekoteologi. Kita sudah mulai setahun lalu. Banyak instansi luar negeri undang kami bicara ekoteologi. Selama ini teologi kita terlalu maskulin. Kita perlu green teology. Ke depan akan ada kerja sama lintas agama untuk menggunakan bahasa agama dalam merawat lingkungan," tuturnya.

Nasaruddin mengakui bahwa membangun kesadaran ekoteologi bukan program instan. Namun membangun kesadaran ini butuh waktu empat sampai lima tahun ke depan untuk bisa diimplementasikan maksimal. Pihaknya berkomitmen menyiapkan landasan bagi generasi mendatang dalam membangun kesadaran mencintai lingkungan.

Terkait Kurikulum Cinta, Nasaruddin menggarisbawahi pentingnya mengajarkan agama tanpa menanamkan kebencian. Kurikulum ini menargetkan anak usia sekolah hingga perguruan tinggi dengan menekankan pada ajaran agama untuk saling mencintai sesama manusia, mencintai alam dan lingkungan, maupun mencintai Tuhan.

Kurikulum berbasis cinta secara teknis akan diintegrasikan dengan kurikulum yang sudah diajarkan di sekolah ataupun kampus. Peluncuran sudah dilakukan pada 24 Juli 2025 dan tahap awal menyasar pada pendidikan Islam, mulai dari anak-anak di raudhatul athfal (RA), madrasah ibtidaiyah (MI), madrasah tsanawiyah (MTs), hingga madrasah aliyah (MA).

Baca JugaTingkatkan Kerukunan, Menteri Nasaruddin Perkenalkan Kurikulum Cinta

Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung Ija Suntana memandang bahwa kurikulum berbasis cinta tidak boleh berhenti pada keinginan baik, tetapi juga harus memiliki landasan teoretis yang kuat.

Teori yang tepat dalam kurikulum ini setidaknya berfokus pada empat hal yakni landasan ilmiah yang jelas, relevan dengan konteks, koheren, dan transformatif. Dengan empat landasan itu, kurikulum berbasis cinta akan mampu berdiri pada fondasi ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Pilkada Melalui DPRD Disebut Rencana Jahat Elite Politik, Rakyat Diharap Melawan
• 13 jam lalugenpi.co
thumb
Hasil Akhir Seleksi Terbuka 6 Jabatan di KPK, Ini Daftar Kandidat yang Lolos
• 11 jam lalukompas.com
thumb
Nabil Balqis Abiyyunaldi Siap Wakili Indonesia ke Miss Teen Global 2026
• 11 jam lalutabloidbintang.com
thumb
BRI Super League: Persib Makin Dekati Puncak Klasemen, Begini Respons Thom Haye
• 6 jam lalubola.com
thumb
Mengelola manusia dengan rasa
• 18 jam laluantaranews.com
Berhasil disimpan.