Banyak orang tua mulai merasa khawatir ketika bayinya memasuki usia 1–2 bulan dan menunjukkan perilaku yang sama. Yaitu menangis setiap kali diletakkan di kasur, namun langsung tenang saat digendong. Tak jarang muncul pertanyaan, “Apakah bayi boleh terlalu sering digendong, atau justru akan membuatnya ketergantungan?”.
Menurut Dokter Spesialis Anak, dr. Damar Prasetya Ajie Putra, M.Sc., Sp.A, kondisi tersebut merupakan fase yang sangat alami dalam perkembangan bayi. Pada usia ini, bayi memang membutuhkan lebih banyak dekapan dan kontak fisik dari orang tuanya.
“Boleh banget, karena balik lagi memang masih pada fase alamiahnya. Untuk bayi itu lebih banyak digendong,” katanya.
Bayi Sebaiknya Tidak Dibiarkan Menangis Terlalu LamaMenurut dr. Damar, bayi tidak seharusnya dibiarkan menangis terlalu lama. Tangisan bukan sekadar ekspresi 'manja', melainkan bentuk komunikasi utama bayi untuk menyampaikan rasa tidak nyaman, lapar, lelah, atau kebutuhan akan rasa aman. Ketika bayi dibiarkan menangis dalam waktu lama, tubuhnya akan memproduksi hormon stres dalam jumlah tinggi.
Moms, hormon stres yang meningkat berlebihan dapat berdampak pada perkembangan otak bayi, terutama pada pusat emosi. Jika pusat emosi terlalu sering dipaksa bekerja akibat stres, maka perkembangan area otak lain bisa ikut terpengaruh. Inilah sebabnya respons cepat orang tua terhadap tangisan bayi menjadi sangat penting, bukan hanya untuk menenangkan, tetapi juga untuk menjaga kesehatan perkembangan otaknya.
Percayalah, fase ini tidak berlangsung selamanya, Moms. Banyak orang tua baru menyadari setelah anaknya lebih besar, bahwa masa-masa minta digendong itu berlalu dengan cepat.
“Biasanya nanti pas anaknya sudah besar, orang tua baru sadar, 'Oh iya ya, sekarang sudah nggak mau digendong lagi',” ucapnya.
Oleh karena itu, orang tua tidak perlu takut memanjakan bayi dengan gendongan di usia dini. Selama masih dalam fase bayi, dekapan orang tua bukanlah kebiasaan buruk, melainkan kebutuhan dasar ya, Moms.




