Jakarta: Polisi diminta segera memproses hukum pihak yang diduga melakukan investasi bodong. Praktik ini diduga sudah merugikan ratusan orang korban dengan nilai kerugian mencapai Rp362 miliar.
Salah satu praktik dugaan investasi bodong yang disorot, yakni melibatkan PT UCS yang dipimpin HS sebagai direktur utama dan WS sebagai komisaris. Perkara ini berawal dari penerbitan bilyet investasi yang tidak sah (bodong) dengan menggunakan saham PT TMI sebagai jaminan. Kemudian, perusahaan milik HS dan WS memiliki aset berupa saham di PT TMI berjumlah sekitar 2,7 miliar lembar, yang setara dengan 37% kepemilikan.
Pada 2018, saham tersebut digadaikan oleh PT UCS ke bank. Meski saham tersebut sudah dijadikan jaminan pada 2019-2020, pihak perusahaan malah menerbitkan bilyet investasi yang menjadikan 1 miliar lembar saham PT TMI sebagai dasar jaminan. Padahal, penerbitan bilyet investasi ini tidak mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan saham yang digunakan sebagai jaminan sudah dalam status digadaikan.
Para nasabah yang merasa dirugikan mulai menuntut hak mereka agar mendapatkan kembali uang yang telah mereka investasikan. Namun, HS berupaya menghindari tuntutan dengan mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan PT UCS dinyatakan pailit.
"Praktik tersebut merupakan bentuk kejahatan ekonomi serius yang mencederai rasa keadilan publik dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap dunia investasi," ujar Koordinator Gerakan Masyarakat Peduli Uang Rakyat (GEMPUR), Denny W, dalam keterangannya, dilansir pada Rabu, 24 Desember 2025.
Denny bersama sejumlah massa telah menyampaikan aspirasinya terkait perkara dugaan investasi bodong di depan Polda Metro Jaya pada Senin, 22 Desember 2025. Mereka meminta aparat hukum menangani setiap pelanggaran hukum secara cepat, tepat, jujur, dan adil tanpa pandang bulu.
Menurut dia, kasus ini telah dilaporkan para korban kepada aparat penegak hukum dengan nomor LP/5352/IX/YAN.2.5/2020/SPTT/PMJ, tertanggal 07 September 2020 yang ditangani Unit IV Subdit 6 Ditreskrimum; LP/B/3614/IV/2024/SPKT/PMJ, tertanggal 28 Juni 2024 yang ditangani Dirreskrimsus Subdit II Ekonomi Perbankan; dan STTLP/B/963/II/2025/SPKT/PMJ, tertanggal 10 Februari 2025 yang ditangani oleh Dirreskrimum Kasubdit IV Tipiter. Namun, perkara ini belum juga ditindaklanjuti.
"Sesuai astacita Presiden Prabowo Subianto yang menghendaki penegakan hukum di Indonesia harus adil, berhati nurani, tanpa pandang bulu, dan berpihak kepada rakyat kecil. Menekankan agar penegakan hukum tidak tumpul ke atas dan tajam ke bawah," tegas Denny.
Baca Juga: Nasabah Mirae Aset Dipastikan Tidak Lalai dalam Kehilangan Investasi Rp90 Miliar
Di samping itu, dia meminta penyelenggaran praktik investasi bodong tidak berizin dari OJK dan mengalihkan penagihan uang nasabah dengan mengajukan permohonan PKPU hingga akhirnya dipailitkan sebagai bentuk pelanggaran hukum. Dia meminta pihak yang bertanggung jawab diproses secara hukum, disita asetnya, dan segera mengembalikan dana korbannya.
Pihaknya juga meminta OJK dan pemerintah memperketat pengawasan terhadap aktivitas investasi guna mencegah terulangnya praktik investasi ilegal (bodong), seperti PT UCS dan lainnya. Hal itu agar iklim investasi di Indonesia berjalan dengan baik dan sehat, sehingga dapat membawa dampak positif bagi perekonomian nasional.
"Meminta DPR sebagai penyambung aspirasi rakyat untuk dapat menjalankan fungsi pengawasan agar proses hukum berjalan secara cepat, tepat, jujur, dan adil tanpa pandang bulu serta berpihak kepada kepentingan korban yang telah dirugikan akibat investasi bodong," ujar dia.


:strip_icc()/kly-media-production/medias/5384947/original/046890900_1760858496-IMG_20251019_081924.jpg)

