FAJAR, MAKASSAR — Capaian Rp13 triliun selama tiga triwulan sepanjang 2025 sejatinya belum menjadi capaian maksimal bagi Provinsi Sulawesi Selatan. Meskti target Rp16 triliun masih bisa tercapai hingga akhir tahun.
Namun, sejatinya Sulsel punya potensi lebih di berbagai sektor, misalnya pertambangan, perikanan, dan perkebunan. Hanya saja, selama ini Sulsel masih mengekspor barang mentah.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Sulsel Asrul Sani menjelaskan perlu adanya pemetaan daerah kawasan pengembangan kawasan industri dan hilirisasi.
Asrul mengemukakan perlu pemetaan daerah mana yang menjadi sentra produksi, sentra budidaya, maupun sentra pengolahan. Hal ini harus ditopang dengan infrastruktur yang memadai, seperti jalan dan fasilitas pelabuhan. Perencanaan infrastruktur menjadi bagian penting dalam strategi investasi ke depan.
Terkait kawasan industri, pemerintah provinsi mendorong pengembangan kawasan industri sebagaimana diatur dalam PP 14 dan PP 20, meliputi wilayah Maros, Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, dan Bantaeng. Kawasan-kawasan ini diharapkan menjadi pusat pertumbuhan industri dan sentra masuknya investor.
Saat ini, kawasan industri yang telah berkembang antara lain Kawasan Industri Makassar, Kawasan Industri Takalar, dan Kawasan Industri Bantaeng yang masuk proyek strategis nasional.
Badai PHK Hantui Capaian Investasi
Di satu sisi, angka realisasi investasi di Sulsel tidak sejalan dengan maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Sepanjang tahun 2025, ada 2.500 pekerja yang di-PHK, dengan sektor pertambangan mendominasi di kisaran 30 persen. Yang paling mencolok adalah PHK di Kawasan Industri Bantaeng akibat lumpuhnya operasional smelter nikel sebagai dampak dari menurunnya permintaan nikel karena harga nikel dunia yang terjun bebas.
Asrul tidak menampik kondisi yang terjadi saat ini di Sulsel. Namun, ia menyebut bahwa sektor lainnya masih terus bergerak, misalnya UMKM yang tumbuh ketika industri mulai melemah.
“Dari sisi investasi dan ketenagakerjaan, memang terdapat dinamika. Ada sektor yang bertumbuh, namun ada pula yang terdampak penurunan ekonomi global sehingga terjadi PHK. Data menunjukkan bahwa pertumbuhan investasi signifikan masih didominasi oleh sektor UMKM, sementara industri besar masih terbatas dan umumnya hanya berupa penambahan kapasitas serta biaya operasional,” ulas Asrul.
Tahun 2026, target investasi Sulawesi Selatan diproyeksikan mendekati Rp16 triliun, sesuai capaian tertinggi dalam lima tahun terakhir. Tantangan utamanya adalah bagaimana menarik investasi swasta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen.
Keterbatasan fiskal APBN dan APBD membuat peran investasi swasta menjadi sangat krusial.
Secara nasional, dalam RPJMN ditargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 9 persen, dengan 80 persen didorong oleh sektor swasta dan 20 persen oleh APBN. Skema ini juga harus diterapkan di Sulawesi Selatan.
“Investor asing yang mulai melirik Sulawesi Selatan berasal dari Tiongkok, Vietnam, Arab Saudi, hingga Australia. Namun, prasyarat utama adalah ketersediaan lahan yang clear and clean di kawasan industri,” tandas Asrul.
Dominannya sektor pertambangan dalam fenomena PHK terjadi karena sejumlah hal, mulai dari alih teknologi di perusahaan, efisiensi manajemen, bahan baku yang mulai berkurang, hingga kecenderungan pasar yang berubah. (uca)




