Grid.ID - Sejarah gingerbread cookies, kue kering kesukaan anak-anak. Makanan satu ini selain memiliki bentuk lucu juga jadi ikon perayaan Natal.
Gingerbread cookies menjadi salah satu kue kering yang identik dengan perayaan Natal di berbagai belahan dunia. Bentuknya yang lucu dan aromanya yang khas membuat kue ini digemari anak-anak hingga orang dewasa.
Di balik tampilannya yang menggemaskan, gingerbread cookies ternyata memiliki sejarah panjang yang berkaitan dengan tradisi dan budaya Eropa. Perjalanan kue berbumbu rempah ini hingga menjadi sajian wajib Natal menyimpan cerita menarik untuk disimak.
Melansir dari Kompas.com, sejarah gingerbread cookies dapat ditelusuri jauh ke masa kejayaan peradaban Yunani dan Mesir kuno. Pada periode tersebut, masyarakat telah mengenal berbagai olahan berbahan dasar jahe yang digunakan dalam upacara ritual dan perayaan keagamaan.
Jahe pada masa itu bukan sekadar bumbu dapur, melainkan rempah bernilai tinggi yang sangat dihargai karena memiliki rasa hangat, khasiat kesehatan dan kekuatan simbolis dalam tradisi spiritual. Catatan sejarah menyebutkan bahwa kue jahe telah dikenal sekitar 2.400 tahun sebelum Masehi.
Keberadaannya ini jauh mendahului tradisi perayaan Natal atau kelahiran Isa Almasih yang dikenal saat ini. Pada era kuno, jahe tergolong bahan langka dan mahal karena jalur distribusinya terbatas, sehingga membuat olahan berbasis jahe kerap dikaitkan dengan kalangan tertentu dan acara-acara penting.
Seiring berkembangnya jalur perdagangan antarwilayah, jahe mulai diperdagangkan ke berbagai belahan dunia. Bersamaan dengan itu, resep dan tradisi pembuatan kue kesukaan anak-anak satu ini ikut menyebar lintas budaya.
Pada abad ke-10, gingerbread cookies mulai berkembang di China dan olahan jahe diadaptasi dengan teknik dan bahan lokal yang tersedia. Beberapa abad kemudian, kue jahe masuk ke Eropa melalui jalur perdagangan dan ekspedisi militer.
Tentara Salib pada abad ke-11 membawa rempah jahe dari Timur Tengah ke daratan Eropa. Di Eropa, gingerbread cookies dibuat dari campuran bahan seperti biji almond, tepung panir, air mawar, gula, dan jahe yang menghasilkan kue dengan rasa khas yang berbeda dari versi Asia.
Adonan gingerbread kemudian dicetak menggunakan cetakan khusus yang berbentuk figur raja, ratu, serta simbol-simbol keagamaan yang sarat makna budaya. Sebagai sentuhan akhir, permukaan kue dihias dengan lapisan icing berwarna emas sehingga tampak mewah dan bernilai tinggi pada masanya.
Memasuki abad ke-16, gingerbread cookies mengalami transformasi besar di Inggris Raya. Resepnya mulai disederhanakan agar lebih mudah dibuat oleh masyarakat luas.
Tepung panir digantikan dengan tepung terigu, lalu ditambahkan telur dan pemanis agar menghasilkan tekstur kue yang lebih ringan dan cocok dikonsumsi sebagai camilan harian. Pada masa tersebut, gingerbread cookies berbentuk manusia pertama kali diperkenalkan.
Melansir dari Tribunnews.com, dalam sejarah ginggerbread cookies, kue ini selanjutnya secara khusus dibuat dan dipersembahkan untuk Ratu Elizabeth I. Sejak saat itu, bentuk gingerbread cookies semakin beragam dan menyesuaikan musim.
Di musim dingin kue berbentuk bunga populer, sementara di musim gugur bentuk burung lebih banyak digunakan. Pada abad yang sama, Jerman menciptakan tradisi memanggang gingerbread cookies berbentuk rumah atau kabin musim dingin.
Hiasannya lengkap dengan cerobong asap serta lapisan icing putih yang menyerupai salju. Tradisi gingerbread house inilah yang membuat kue jahe semakin identik dengan perayaan Natal dan libur akhir tahun di Eropa.
Gingerbread dipandang sebagai karya seni kuliner di sejumlah kota Eropa, seperti Nuremberg, Ulm, dan Pulsnitz di Jerman, Torun di Polandia, Tula di Rusia, Hama di Hongaria, Pardubice dan Praha di Republik Ceko, serta Lyon di Prancis. Di beberapa wilayah tersebut, para pembuat gingerbread bahkan tergabung dalam serikat resmi yang telah mendapat pengakuan pemerintah sejak Abad Pertengahan.
Bukti sejarahnya dapat dilihat dari koleksi cetakan gingerbread kuno yang dipamerkan di museum Torun dan Ulm. Sebagian cetakan tersebut masih dimanfaatkan untuk membuat hiasan Natal dari lilin lebah yang hingga kini tetap diminati.
Tradisi rumah gingerbread mulai populer di Jerman pada abad ke-19 setelah Grimm Bersaudara menerbitkan dongeng “Hansel and Gretel”. Tradisi ini kemudian dibawa para imigran Jerman ke Amerika, bahkan pada 2001 pembuat roti di Polandia sempat mencoba memecahkan rekor rumah gingerbread terbesar di dunia, meski akhirnya dikalahkan oleh tim dari Amerika Serikat. (*)
Artikel Asli



