Di tengah eskalasi konflik antara Thailand dan Kamboja, Thailand menggelar konferensi internasional global untuk memberantas penipuan daring di Bangkok. Lebih dari 300 perwakilan dari 60 negara bersama-sama mengesahkan “Pernyataan Bersama Bangkok 2025”, yang menyepakati bahwa pemberantasan scam online akan dinaikkan menjadi prioritas kebijakan utama. Para peserta berkomitmen memperkuat legislasi domestik dan memperdalam kerja sama lintas negara guna menghadapi pesatnya perluasan kejahatan penipuan daring. Kamboja, yang dikenal memiliki banyak kawasan pusat penipuan, tidak ikut berpartisipasi.
EtIndonesia. Laporan Bangkok Post pada 19 Desember, Konferensi Internasional Kemitraan Global untuk Pemberantasan Penipuan Daring (IC-GPOS) yang berlangsung selama dua hari, 17–18 Desember, diadakan di Bangkok. Lebih dari 300 perwakilan dari organisasi internasional, sektor swasta, dan masyarakat sipil dari 60 negara menghadiri konferensi tersebut dan mengesahkan Pernyataan Bersama Bangkok 2025.
Konferensi ini diselenggarakan bersama oleh Kementerian Luar Negeri Thailand dan Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC). Menurut informasi di situs Kementerian Luar Negeri Thailand, pernyataan bersama ini diprakarsai bersama oleh Peru, Bangladesh, Uni Emirat Arab, Nepal, dan negara-negara lainnya.
Laporan tersebut menyebutkan bahwa dalam pernyataan bersama, negara-negara peserta berkomitmen untuk memperkuat kerja sama internasional dalam penegakan hukum, penyelidikan, dan penuntutan. Hal ini mencakup pertukaran intelijen dan bukti secara tepat waktu, peningkatan kemampuan forensik digital, serta perbaikan mekanisme pelacakan, penyitaan, dan pemulihan hasil kejahatan.
Pernyataan tersebut juga mendorong penyusunan prosedur operasi standar dalam pemberantasan penipuan daring, serta mempertimbangkan pembentukan kelompok kerja bilateral, regional, atau lintas kawasan guna meningkatkan efektivitas penindakan terhadap kejahatan penipuan.
Selain itu, dokumen tersebut menekankan pentingnya memperkuat legislasi untuk memberantas kejahatan keuangan yang terkait dengan penipuan daring, termasuk pencucian uang dan penyalahgunaan aset virtual. Pernyataan ini mendesak pemerintah negara-negara untuk memastikan bahwa sistem hukum mereka mampu mendukung perampasan aset, transparansi keuangan, dan pengawasan layanan keuangan digital.
Pernyataan bersama tersebut juga menyerukan penguatan perlindungan hukum bagi para korban, serta pembedaan yang jelas antara korban perdagangan manusia dan pelaku kejahatan, khususnya dalam kasus kejahatan paksa yang terjadi di pusat-pusat penipuan.
Wakil Menteri Luar Negeri Thailand Vijavat Isarabhakdi menyampaikan dalam pidato penutupan bahwa kerugian akibat penipuan daring jauh melampaui kerugian ekonomi, dan juga menimbulkan ancaman serius terhadap hak asasi manusia, kepercayaan publik, serta stabilitas sosial-ekonomi. Kelompok kriminal semakin menyalahgunakan platform digital, sistem keuangan, dan teknologi baru untuk melakukan kejahatan lintas negara, sehingga diperlukan respons hukum dan penegakan hukum yang terkoordinasi.
Perwakilan Regional UNODC untuk Asia Tenggara dan Pasifik, Delphine Schantz, menyatakan bahwa selama masih ada akses digital, setiap negara rentan terhadap penipuan daring. Ia juga menegaskan bahwa penipuan daring telah menjadi salah satu sumber pendapatan utama kejahatan terorganisir. Diperkirakan, kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara mengalami kerugian hampir 40 miliar dolar AS per tahun akibat kejahatan ini.
“Teknologi menghubungkan masyarakat dan komunitas dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun teknologi juga menciptakan lahan subur bagi para penjahat yang ingin mengambil keuntungan dari ruang baru. Penipuan daring menyebabkan kerugian puluhan miliar dolar setiap tahun, dan kecerdasan buatan memungkinkan para penjahat menipu korban dalam skala besar,” ujar Sekretaris Jenderal PBB António Guterres, dalam pidato video yang disampaikan pada 17 Desember.
Menteri Luar Negeri Thailand Sihasak Phuangketkeow menyatakan dalam pidato pembukaan konferensi bahwa dalam tiga tahun terakhir, Thailand telah menderita kerugian sekitar 3,16 miliar dolar AS akibat penipuan daring. Pada tahun ini saja, Thailand telah membantu memulangkan lebih dari 10.000 orang dari lebih dari 40 negara yang diselamatkan dari pusat-pusat penipuan di negara tetangga.
Ia menambahkan bahwa Kamboja tidak berpartisipasi dalam konferensi tersebut. Namun, ia menegaskan bahwa konferensi ini tidak ditujukan kepada negara tertentu, melainkan membutuhkan kerja sama dari semua negara yang terdampak kejahatan siber.
Dalam dua minggu terakhir, bentrokan militer terjadi di perbatasan Thailand–Kamboja, menyebabkan sekitar 900.000 orang mengungsi. Dilaporkan bahwa militer Thailand membombardir kawasan pusat penipuan di wilayah perbatasan Kamboja, yang disambut dengan dukungan luas dari warganet Tiongkok yang lama menderita akibat penipuan daring. Karena banyak pusat penipuan tersebut diduga memiliki dukungan di belakang layar dari Partai Komunis Tiongkok (PKT), konflik Thailand–Kamboja ini juga menempatkan PKT dalam posisi yang canggung. (Hui)
Laporan terjemahan oleh Jin Hong / Lin Qing





