Tiongkok Menjadi Negara Berbasis Ekonomi Gig, Para Ahli Menganalisis 4 Risikonya

erabaru.net
2 jam lalu
Cover Berita

Dalam beberapa tahun terakhir, ekonomi Tiongkok terus lesu dan ekonomi gig (pekerjaan serabutan) berkembang pesat. Semakin banyak orang menjadi pekerja gig. Para pakar menilai, jika Tiongkok terus berubah menjadi negara ekonomi gig, hal ini dapat membawa empat potensi risiko serius.

Etindonesia. Tiongkok kini telah menjadi negara ekonomi gig. Berdasarkan data resmi Partai Komunis Tiongkok (PKT), sejak tahun 2022 jumlah pekerja gig telah mencapai 200 juta orang.

“Pekerja gig” atau pekerja lepas mencakup kurir makanan, kurir paket, pengemudi ojek online, pengemudi taksi daring, pengasuh, petugas kebersihan, hingga pekerja konstruksi.

Pekerja gig umumnya menghadapi beban kerja tinggi, pendapatan rendah, tanpa jaminan kesejahteraan sosial, serta harus menanggung sendiri berbagai risiko dalam pekerjaan.

“Kita tahu pendapatan pekerja gig sangat berfluktuasi, jam kerja tidak stabil, dan tidak ada jaminan minimum. Akibatnya, keluarga sulit melakukan perencanaan keuangan jangka panjang. Hasilnya, masyarakat cenderung meningkatkan tabungan untuk berjaga-jaga dan menekan konsumsi, sehingga permintaan domestik Tiongkok semakin sulit menjadi penopang yang stabil,” ujar profesor Sun Guoxiang dari Departemen Urusan Internasional dan Manajemen Bisnis Universitas Nanhua. 

Seiring memburuknya ekonomi Tiongkok, runtuhnya sektor properti, banyaknya perusahaan bangkrut dan tutup, serta hengkangnya modal asing dalam skala besar, kondisi ketenagakerjaan semakin berat dan jumlah pekerja gig terus membengkak.

Data menunjukkan bahwa jumlah kurir makanan di Tiongkok saja telah melebihi 14 juta orang, sementara pengemudi kendaraan daring mencapai 7,5 juta orang, meningkat 200 persen dalam empat tahun. 

Kini, banyak lulusan universitas ternama serta mantan pengusaha bangkrut ikut masuk ke sektor ini, menyebabkan persaingan internal yang sangat ketat, dengan jumlah pesanan dan pendapatan terus menurun.

“Jika kondisi ekonomi ke depan kembali memburuk, kelompok pekerja gig akan semakin terpukul oleh pemotongan pesanan, penurunan tarif, dan tekanan lainnya,” Sun Guoxiang menambahkan. 

Para pakar memperingatkan bahwa jika Tiongkok terus menjadi negara ekonomi gig, hal ini dapat memunculkan empat potensi bahaya utama.

“Pertama, kualitas pekerjaan menurun dan fluktuasi pendapatan semakin besar. Kedua, kesenjangan dalam jaminan sosial dan perlindungan risiko akan terus melebar. Ketiga, semakin banyak pekerjaan bergaji rendah dan konsumsi rendah, membentuk lingkaran setan ekonomi gig yang makin nyata, sehingga permintaan domestik semakin sulit terdongkrak,” ujar Ekonom Amerika, Huang David. 

“Keempat, tenaga kerja dalam jumlah besar terserap ke sektor jasa bernilai tambah rendah yang penuh persaingan internal, bukan inovasi produktivitas. Hal ini menekan peningkatan teknologi dan membuat efisiensi produksi semakin rendah,” tambahnya. 

Laporan hasil wawancara oleh reporter New Tang Dynasty Television, Li Yun dan Qiu Yue.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Hamil 8 Bulan, Friceilda Prillea Minta Andrez Adelio Tanggung Jawab
• 4 jam lalutabloidbintang.com
thumb
Lapas Bojonegoro Gelar Apel Siaga Nataru, Perkuat Sinergi dengan TNI-Polri
• 8 jam laluberitajatim.com
thumb
Andre Rosiade Kirim 1.000 Paket Sembako untuk Korban Banjir Mentawai
• 9 jam laludetik.com
thumb
Prabowo Ingatkan Selalu Ada yang Tidak Baik di Instansi, Singgung Kurawa-Pandawa
• 3 jam lalukumparan.com
thumb
Profil Donna Fabiola, Selebgram yang Ditangkap karena Diduga Bandar Narkoba di Bali
• 1 jam lalugrid.id
Berhasil disimpan.