JAKARTA, KOMPAS – Delapan terdakwa kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (24/12/2025). Mereka didakwa korupsi hingga mengakibatkan kerugian negara Rp 285 triliun. Perbuatan itu dilakukan bersama-sama dengan sejumlah pihak, salah satunya pengusaha minyak M Riza Chalid yang kini buron.
Persidangan dimulai sekitar pukul 10.53 WIB saat majelis hakim yang dipimpin Adek Nurhadi tiba di ruang sidang. Sebelumnya, delapan terdakwa kasus yang melibatkan petinggi perusahaan plat merah ini juga telah hadir dan memasuki ruang sidang.
Pihak Pertamina terdiri dari Alfian Nasution yang menjabat Vice President Supply dan Distribusi Kantor Pusat PT Pertamina 2011 – 2015 dan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN) 2021-2023.
Selanjutnya, Hasto Wibowo sebagai Senior Vice President Integrated Supply Chain (SVP ISC ) PT Pertamina periode 16 November 2018 hingga 30 Juni 2020 dan Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT PPN 2020-2021.
Kemudian, Toto Nugroho sebagai SVP ISC Pertamina kurun Juni 2017 hingga November 2018, lalu Hanung Budya yang menjabat Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina kurun 18 April 2012 hingga November 2014.
Terdakwa selanjutnya, Dwi Sudarsono sebagai Vice President Crude & Product Trading & Commercial (CPTC) PT Pertamina periode 1 Juni 2019 s.d. September 2020. Setelah itu, Arief Sukmara sebagai Direktur Niaga PT Pertamina International Shipping (PT PIS) periode 2022-2023 dan Direktur Gas, Petrochemical and New Business PT PIS 2024-2025.
Sisanya berasal dari pihak swasta, yakni Indra Putra Harsono dari PT Mahameru Kencana Abadi dan Martin Haendra Nata dari Trafigura.
Delapan terdakwa tersebut sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung pada 10 Juli 2025. Dalam perkara yang sama, Kejagung juga menetapkan Riza Chalid sebagai tersangka. Namun hingga kini, Riza Chalid masih buron.
Ratusan triliun
Dalam sidang itu, jaksa penuntut umum meminta izin kepada majelis hakim untuk membacakan tiga surat dakwaan yang mewakili seluruh terdakwa. Adek Nurhadi pun mengizinkan karena dari pihak kuasa hukum para terdakwa tidak keberatan.
Pertama, dakwaan Toto Nugroho yang juga mewakili Dwi Sudarsono, Alfian Nasution, hasto Wibowo, dan Martin Haendra. Kedua, surat dakwaan untuk Hanung Budya tanpa ada perwakilan lainnya. Ketiga, dakwaan Arief Sukmara yang juga mewakili Indra Putra.
Ketiga surat dakwaan ini menyebutkan kerugian yang ditimbulkan mencapai Rp 285 triliun. Jumlah fantastis ini berasal dari kerugian aspek keuangan negara mencapai Rp 25,4 triliun dan 2,7 miliar dollar AS.
“Selain itu, kerugian perekonomian negara sebesar Rp 171,99 triliun yang merupakan kemahalan dari harga pengadaan BBM yang berdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan dari harga tersebut,” papar jaksa penuntut.
Kerugian perekonomian negara, lanjut jaksa, juga berasal dari keuntungan ilegal (illegal gain) sebesar 2,61 miliar dollar AS. Angka ini didapat dari selisih antara harga perolehan impor BBM yang melebihi kuota dengan harga perolehan minyak mentah dan BBM dari pembelian yang bersumber di dalam negeri.
Pengadaan produk
Dalam surat dakwaan pertama, jaksa menyebut Toto terlibat korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina dalam kurun 2013-2024. Sepanjang rentang waktu tersebut, Toto menyetujui permintaan VP CPTC PT Pertamina atas impor minyak mentah untuk kebutuhan kilang berbasis spot.
Padahal, pembelian dengan basis ini membuat harga pengadaan minyak mentah menjadi lebih tinggi. Toto juga menyetujui usulan mitra usaha dari VP CPTC sebagai pemenang pengadaan yang tidak sesuai dengan prinsip dan etika pengadaan.
“Pemenang pengadaan tidak sesuai kriteria value based yang tidak dicantumkan dalam pengumuman lelang impor minyak mentah dan atau perlakuan istimewa kepada mitra usaha tertentu,” papar jaksa penuntut.
Masih dalam periode yang sama, Toto juga terlibat dalam korupsi pengadaan produk Kilang Term H2 2018 untuk Gasoline RON 88 dan RON 98. Pengadaan ini melibatkan Trafigura Pte. Ltd, padahal perusahaan ini belum menyelesaikan kewajiban klaim kelebihan pembayaran kargo kepada PT Pertamina dengan total 2,4 juta dollar AS.
Keterlibatan Riza Chalid
Sementara itu, dalam surat dakwaan kedua, Hanung Budya sebagai Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina periode 18 April 2012 hingga November 2014 disebut terlibat korupsi bersama pihak swasta sebagai penerima manfaat. Salah satunya Riza Chalid yang kini menjadi buronan.
Alfian yang menjabat sebagai VP Supply dan Distribusi PT Pertamina (Persero) periode Maret 2011 - Oktober 2015 juga disinggung dalam surat dakwaan kedua ini.
Jaksa memaparkan, Hanung memenuhi permintaan Riza terkait sewa Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Merak, Korupsi tersebut memperkaya Riza Chalid dan anaknya, Kerry Andrianto Riza, serta Gading Ramadhan Juedo dari PT Orbit Terminal Merak (OTM), dengan nilai hingga Rp 2,9 triliun.


/https%3A%2F%2Fcdn-dam.kompas.id%2Fimages%2F2025%2F11%2F27%2F8fb87b2d345a5e178badaa9fc4d0eb50-cropped_image.jpg)


