JAKARTA, DISWAY.ID-- Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) bersinergi dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) dalam mempercepat pemulihan lingkungan pascabencana hidrometeorologi di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh.
Dalam konferensi pers di Kantor KLH/BPLH, Jakarta Selatan, kedua menteri menegaskan komitmen penanganan melalui tiga pilar utama, yaitu Pendekatan Berbasis Sains: Memanfaatkan riset terkini untuk mitigasi jangka panjang,
BACA JUGA:Tak Cuma Naikan UMP DKI Jadi Rp5,7 Juta, Pramono Juga Berikan Subsidi Khusus untuk Buruh
BACA JUGA:Industri Olahraga Dinilai Berpotensi Jadi Penggerak Baru Ekonomi Nasional, Perputaran Ekonomi Bisa Capai Ratusan Triliunan Rupiah
Evaluasi Tata Ruang: Meninjau kembali zonasi wilayah rawan bencana, dan Penegakan Hukum: Memastikan kepatuhan regulasi lingkungan di wilayah terdampak.
“Atas arahan Bapak Presiden, kami melakukan langkah-langkah cepat dalam rangka pemulihan sekaligus membangun ketahanan pascabencana di Sumatera. Bersama Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, kami memperkuat penanganan karena sejumlah langkah telah dan sedang dilakukan secara bersama,” ujar Menteri LHKepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq.
Paparan tersebut menjelaskan bahwa bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang saling berkaitan, antara lain perubahan tutupan hutan menjadi nonhutan yang cukup serius, kondisi geomorfologi di sebagian wilayah Sumatera Barat dan Sumatera Utara yang masih labil,
BACA JUGA:Terbukti Melanggar, 21 Perusahaan Sawit dan Tambang Didenda Rp2,34 Triliun
BACA JUGA:Di Depan Prabowo, Jaksa Agung Sebut Banjir Sumatera Bukan Hanya Disebabkan Fenomena Alam Biasa, Tapi...
Serta perubahan iklim berupa Siklon Tropis Senyar yang membawa curah hujan tinggi hingga ekstrem. Kombinasi ketiga faktor tersebut memperparah dampak bencana di wilayah terdampak.
Sebagai tindak lanjut, KLH/BPLH bersama Kemdiktisaintek merumuskan langkah penanganan berbasis sains dan teknologi yang mampu memproyeksikan potensi risiko bencana serta kebutuhan penanganannya.
Pada tahap awal, Rapid Environmental Assessment atau Penilaian Cepat Lingkungan sedang disusun untuk memberikan rekomendasi teknis penentuan lokasi rehabilitasi, baik untuk permukiman maupun lahan pertanian,
Sehingga pembangunan hunian tetap dapat diarahkan ke lokasi yang lebih aman dari potensi bencana. Penilaian cepat lingkungan ini ditargetkan selesai pada Januari 2026.
BACA JUGA:Jelang Puncak Arus Mudik Nataru, Pertamina Siaga Hadapi Peningkatan BBM
BACA JUGA:Hadiri Misa Natal, Bang Doel Ajak Jemaat Doakan Korban Bencana Alam
- 1
- 2
- 3
- »





