Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan bahwa pengamanan terhadap uang sitaan Rp 6,6 triliun yang diserahkan ke negara dilakukan dengan ekstra ketat.
Adapun uang tersebut merupakan hasil dari rampasan uang pengganti kerugian negara kasus yang ditangani Kejagung dan hasil denda administratif penyalahgunaan kawasan hutan oleh Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH).
"Ada penjagaan security-nya, ada pihak banknya juga mengawasi, dan di sana pun dijaga oleh keamanan," ujar Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, kepada wartawan.
"[Pengamanan] ekstra ketat dong, uang segitu Rp 6,6 triliun," jelas dia.
Anang juga menjelaskan, bahwa uang yang ditampilkan untuk diserahkan ke negara itu ditampilkan seluruhnya dengan nilai Rp6.625.294.190.469,74 atau Rp 6,6 triliun.
"Semua [ditampilkan]. Rp 6,6 triliun itu semuanya itu tadi. Uang itu tampil semua," ucap dia.
Ia pun menegaskan bahwa uang yang ditampilkan tersebut juga bukan uang pinjaman.
"Dan itu uang memang uang sitaan, bukan uang pinjaman, ya, pastikan. Jadi memang itu disita oleh Kejaksaan, uang-uang itu, kemudian disimpan di rekening Kejaksaan di bank, Bank Mandiri dan Bank BRI," tutur dia.
"Dana ini kemudian hari ini kita keluarkan untuk disetorkan ke kas negara. Bukan [pinjaman], itu boleh tanya ke banknya. Itu uang Kejaksaan punya, hasil sitaan dari hasil penagihan juga kan," pungkasnya.
Adapun uang senilai Rp 6,6 triliun itu terdiri dari hasil penagihan denda administratif kehutanan oleh Satgas PKH senilai Rp 2.344.965.750 yang berasal dari 20 perusahaan sawit dan satu perusahaan tambang nikel.
Serta uang sebesar Rp 4.280.328.440.469,74 atau Rp 4,2 triliun yang merupakan hasil penyelamatan keuangan negara dari dua kasus yang ditangani korps adhyaksa, yakni kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan dugaan korupsi importasi gula.
Penyerahan uang itu dilakukan di halaman depan Gedung Jampidsus Kejagung, Jakarta, pada hari ini, Rabu (24/12). Penyerahan itu juga disaksikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto.



