GSM ingatkan pendidikan di Indonesia tak abaikan fondasi kemanusiaan

antaranews.com
12 jam lalu
Cover Berita
Jakarta (ANTARA) - Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) mengingatkan pemangku kebijakan agar sektor pendidikan di Indonesia tidak mengabaikan fondasi kemanusiaan dan terjebak pada perbaikan teknis semata.

“AI (kecerdasan buatan) bukan masalah utamanya. Masalahnya adalah ketika manusia menyerahkan proses berpikir kepada mesin, padahal mesin belajar dari data masa lalu manusia, termasuk bias dan kesalahan kita," kata Founder GSM Muhammad Nur Rizal dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis.

Dalam Forum Ngkaji Pendidikan bertema "Human & Education Reset" di Yogyakarta, Sabtu (20/12), Rizal menyoroti fenomena yang disebut sebagai "paradoxical world", yakni di satu sisi, manusia hidup di era kecerdasan buatan dan teknologi paling maju. Namun di sisi lain, keputusan publik justru semakin sering mengabaikan data, sains, dan etika.

Hal itu terjadi karena pendidikan terlalu fokus pada adaptasi teknologi, tetapi abai melatih manusia untuk berpikir jernih, membaca realitas, dan mengambil keputusan etis. Akibatnya, kecerdasan meningkat, tetapi kebijaksanaan tertinggal.

Maka dari itu, Rizal menekankan pentingnya menata ulang sistem pendidikan (education reset) melalui pendekatan liberal arts dan berfokus pada pembangunan kerangka berpikir, bukan sebagai mata pelajaran baru.

Liberal arts bukan kurikulum Barat atau mata pelajaran tambahan. Ia adalah alat untuk memulihkan manusia dalam berpikir, merasa, dan bertindak,” ucap Rizal.

Dalam kesempatan itu, dia juga mengatakan pendidikan saat ini kehilangan dua hal sekaligus alat berpikir, yakni dalam logika, bahasa, dan retorika, serta rasa keteraturan alam atau numerik dan harmoni alam. Tanpa keduanya, pendidikan berisiko melahirkan manusia yang cerdas secara teknis, tetapi rapuh secara moral.

Gagasan tersebut, menurut Rizal, sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang menempatkan pendidikan sebagai proses menuntun manusia agar utuh dan merdeka, bukan sekadar terampil.

“Jika pendidikan terus mencetak manusia pintar tetapi tidak bijak, kita tidak sedang membangun masa depan, melainkan menyiapkan krisis berikutnya,” tutur Rizal.

Baca juga: GSM soroti pentingnya merefleksikan diri dalam dunia pendidikan

Baca juga: Kemdiktisaintek-KP2MI kolaborasi perkuat kualitas pekerja migran RI

Baca juga: Kemensetneg dorong penguatan pendidikan karakter menuju Indonesia Emas


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
KAI Diskon Tiket Kereta Api 25 Persen Mulai 25–31 Desember 2025, Ini Syaratnya
• 21 jam lalukompas.com
thumb
Mutasi 187 Pati TNI, 2 Ajudan Prabowo Pecah Bintang
• 2 jam lalubisnis.com
thumb
UMP Jawa Tengah 2026 Naik Jadi Rp 2,32 Juta, UMK 35 Daerah Sudah Ditetapkan
• 18 jam lalumerahputih.com
thumb
Saat Gultik Blok M Jadi Destinasi "After Party" Jemaat Gereja Usai Misa Malam Natal
• 13 jam lalukompas.com
thumb
Rayakan Natal, Trump Pamer Keberhasilan Tarif dan Pertumbuhan Ekonomi AS
• 3 jam lalubisnis.com
Berhasil disimpan.