Lelah dan Tak Boleh Menyerah: Generasi yang Terlihat Sibuk, tapi Kehilangan Arah

kumparan.com
14 jam lalu
Cover Berita

Pagi ini, jutaan anak Generasi Z (Gen Z) bangun dengan rutinitas yang nyaris sama. Membuka mata, menggenggam ponsel, lalu tenggelam dalam arus notifikasi: tugas kuliah, email kerja, kabar teman yang sudah “lebih dulu berhasil”, dan konten motivasi yang menyuruh mereka terus berlari.

Ironisnya, di tengah kesibukan itu, banyak dari anak muda justru tidak tahu sedang menuju ke mana.

Generasi hari ini terlihat aktif, produktif, dan ambisius. Kalender penuh, deadline menumpuk, dan portofolio bertambah. Namun di balik semua itu, ada satu perasaan yang semakin sering muncul—lelah yang tidak jelas sebabnya dan cemas yang sulit dijelaskan.

Bukan karena tidak bekerja keras, melainkan karena bekerja tanpa benar-benar merasa hidup.

Sibuk sebagai Identitas Sosial

Di media sosial, sibuk telah berubah menjadi simbol nilai diri. Semakin padat agenda, semakin dianggap “berkembang”. Unggahan tentang begadang, multitasking, dan kelelahan sering kali justru dipuji. Seolah capek adalah bukti kesuksesan yang sedang dirintis.

Masalahnya, ketika sibuk dijadikan identitas, berhenti sejenak terasa seperti kegagalan.

Banyak anak muda akhirnya terus memaksa diri berjalan, meski tidak lagi memahami alasan di balik langkahnya. Mereka kuliah sambil kerja, ikut organisasi, membangun personal branding, mengejar peluang, semuanya dilakukan sekaligus. Bukan karena semua itu benar-benar diinginkan, melainkan karena takut tertinggal.

Antara Mimpi Sendiri dan Standar Orang Lain

Tekanan terbesar generasi ini bukan hanya datang dari ekonomi atau persaingan kerja, melainkan juga dari perbandingan sosial yang tiada henti. Media sosial menghadirkan panggung besar, tempat pencapaian orang lain terus dipamerkan.

Di satu sisi, itu memotivasi. Di sisi lain, diam-diam menggerogoti.

Tidak sedikit yang akhirnya mengejar mimpi versi algoritma: karier yang terlihat keren, gaya hidup yang tampak mapan, dan kesuksesan yang mudah diukur. Sementara itu, muncul pertanyaan paling dasar yang justru jarang dijawab: Apa sebenarnya yang membuatku merasa utuh?

Ketika standar hidup ditentukan oleh layar, kelelahan menjadi konsekuensi yang tak terhindarkan.

Lelah yang Tidak Bisa Diceritakan

Berbeda dengan kelelahan fisik, lelah mental sering kali tidak punya ruang untuk diungkapkan. Banyak anak muda merasa harus selalu terlihat kuat, progresif, dan “baik-baik saja”. Mengaku lelah dianggap kurang bersyukur, mengeluh dianggap lemah.

Padahal, Kelelahan Itu Nyata

Ia hadir dalam bentuk kehilangan semangat, rasa hampa meski sedang mencapai sesuatu, dan keinginan untuk berhenti sejenak tanpa tahu caranya. Generasi ini bukan tidak tangguh; mereka hanya terlalu lama diminta kuat tanpa jeda.

Mungkin masalah utamanya bukan karena anak muda terlalu malas atau terlalu ambisius. Mungkin yang hilang adalah ruang untuk bertanya, “Apakah aku hidup sesuai dengan nilai yang kupilih sendiri?”

Dalam dunia yang terus mendorong kecepatan, keberanian terbesar justru adalah memperlambat langkah. Mengambil jarak dari kebisingan, mendefinisikan ulang arti sukses, dan memberi diri sendiri izin untuk tidak selalu produktif.

Karena hidup bukan lomba terkait dengan siapa yang paling sibuk, melainkan perjalanan dalam memahami apa yang benar-benar berarti.

Penutup

Generasi ini tidak kekurangan potensi, kreativitas, atau daya juang. Yang mereka butuhkan adalah legitimasi untuk beristirahat, berpikir, dan menentukan arah hidupnya sendiri tanpa rasa bersalah.

Sebab pada akhirnya, hidup yang dijalani dengan sadar akan selalu lebih berharga daripada hidup yang hanya terlihat berhasil dari luar.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Seorang Remaja Menderita Keracunan Setelah Meminum Darahnya Sendiri untuk Meningkatkan Kadar Zat Besi
• 6 jam laluerabaru.net
thumb
Gibran Kaget Lihat Ojol Bertongkat di Semarang, Langsung Tanya: 'Sudah Aman?'
• 3 jam lalusuara.com
thumb
Satgas Energi HIPMI Dukung Arah Kebijakan Pemerintah melalui Pengembangan Bioenergi
• 2 jam lalumedcom.id
thumb
Mengapa Dunia Meninggalkan Sistem Pensiun Bayar Langsung?
• 5 jam lalukumparan.com
thumb
Mensos Saifullah Yusuf Temui Seskab Teddy, Bahas Bantuan untuk Masyarakat
• 7 jam laluidxchannel.com
Berhasil disimpan.