FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Tersangka kasus ijazah Jokowi, Roy Suryo secara terbuka menyatakan bahwa dokumen yang diperlihatkan kepadanya belum dapat diyakini sebagai ijazah asli Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
Roy Suryo menegaskan bahwa apa yang ditunjukkan penyidik hanyalah dokumen yang disebut sebagai ijazah, tanpa memberi ruang bagi pihaknya untuk melakukan pemeriksaan secara langsung. Ia menekankan bahwa dirinya bersama pihak lain hanya diperbolehkan melihat dari jarak tertentu.
“Kami tidak boleh menyentuh, hanya melihat saja, bahkan mendekat pun tidak boleh,” ujarnya, saat menjelaskan situasi dalam gelar perkara tersebut dikutip pada Kamis (25/12).
Menurut Roy, kondisi itu membuat pembuktian secara objektif tidak mungkin dilakukan. Keraguan Pakar telematika ini semakin menjadi-jadi ketika ia membandingkan dokumen yang ditunjukkan penyidik dengan sejumlah gambar ijazah yang sebelumnya beredar di publik.
Ia menilai terdapat perbedaan signifikan, terutama pada detail visual seperti logo, garis, dan simetri. Roy menegaskan bahwa analisis yang ia lakukan selama ini tidak berubah.
“Hasil dari kami tentang 99,9 persen palsu itu tidak berubah,” katanya, merujuk pada kajian yang ia klaim berbasis riset akademik .
Mantan menteri pemuda dan olahraga ini juga menyoroti klaim beberapa pihak yang sebelumnya mengaku telah melihat atau memindai ijazah asli Jokowi sebelum gelar perkara dilakukan. Ia membantah klaim tersebut dengan menyebut bahwa dokumen ijazah telah disita dan disegel oleh kepolisian sejak Juli 2025.
“Kalau ada orang yang mengaku scan ijazah asli setelah itu, berarti bohong,” ujarnya, seraya menegaskan kepercayaannya pada prosedur penyidik .
Roy turut mempersoalkan munculnya gambar-gambar pembanding yang menurutnya telah mengalami koreksi digital. Ia menyebut adanya indikasi manipulasi visual pada beberapa gambar ijazah yang beredar.
Menurutnya, koreksi tersebut justru mengaburkan fakta dan berpotensi melanggar ketentuan hukum.
“Ini bukan gambar asli, ini sudah dikoreksi. Kalau polisi objektif, ini masuk pelanggaran Undang-Undang ITE,” jelas Roy.
Di sisi lain, Roy menekankan bahwa keberadaannya dalam polemik ini bukan sebagai pelaku fitnah, melainkan sebagai peneliti yang melakukan riset akademik. Ia menilai bahwa riset tersebut tidak bisa dihentikan hanya karena adanya proses hukum.
“Riset akademis itu bisa berakhir, bisa tidak. Seandainya pun saya dipenjara, risetnya tetap jalan,” tegas Roy.
Meski ijazah Presiden Jokowi telah ditunjukkan oleh penyidik dan dinyatakan memiliki unsur pengaman seperti watermark dan embos, Roy Suryo berpandangan bahwa langkah tersebut belum cukup menjawab seluruh pertanyaan publik.
Baginya, selama tidak ada pemeriksaan terbuka dan pembuktian yang bisa diuji secara independen, polemik ijazah tidak akan berhenti. (Pram/fajar)





