Gesekan dagang antara Uni Eropa dan Tiongkok kembali meningkat. Kementerian Perdagangan Partai Komunis Tiongkok (PKT) baru-baru ini mengumumkan bahwa mulai 23 Desember akan memberlakukan bea masuk sementara anti-subsidi terhadap produk susu Uni Eropa. Akibatnya, Uni Eropa mengecam keras langkah tersebut dan menyebutnya sama sekali tidak berdasar. Para analis menilai, hal ini menandakan hubungan Uni Eropa–Tiongkok akan semakin memburuk dan menunjukkan bahwa kedua pihak telah memasuki fase konfrontasi nyata
EtIndonesia. Pada 20 Agustus tahun lalu, Uni Eropa mengumumkan pengenaan tarif tinggi terhadap kendaraan listrik buatan Tiongkok. PKT segera melakukan pembalasan; keesokan harinya langsung mengumumkan apa yang disebut sebagai penyelidikan anti-subsidi terhadap produk susu Uni Eropa. Pada Senin (22/12/2025) pagi, Kementerian Perdagangan PKT kembali menyatakan bahwa mulai Selasa (23/12), produk susu Uni Eropa akan dikenai jaminan bea anti-subsidi sementara sebesar 21,9% hingga 42,7%.
Uni Eropa menyampaikan kecaman keras atas tindakan PKT tersebut. Juru bicara Komisi Eropa, Olof Gill, mengatakan bahwa penyelidikan pihak Tiongkok didasarkan pada “tuduhan yang patut dipertanyakan” dan “bukti yang tidak memadai”; langkah anti-subsidi ini “tidak berdasar dan tidak memiliki dasar fakta”; serta merupakan “eskalasi yang sangat negatif” dalam hubungan Uni Eropa–Tiongkok.
“Peristiwa ini tentu akan menyebabkan perubahan dalam hubungan Uni Eropa–Tiongkok ke depan. Terutama dari sekarang hingga awal 2026, hubungan kedua pihak kemungkinan akan memasuki periode yang bergejolak, yang secara nominal disebut negosiasi, namun pada kenyataannya adalah konfrontasi,” ujar Peneliti madya Institut Riset Pertahanan dan Keamanan Nasional Taiwan, Hsieh Pei-hsueh.
Direktur Eksekutif Asosiasi Inspirasi Taiwan, Lai Rong-wei, mengatakan: “Hal ini tentu akan menyelimuti hubungan Uni Eropa dan PKT dengan bayangan besar. Terlebih lagi, pemerintah Uni Eropa saat ini sedang berupaya mengurangi apa yang disebut ketergantungan terhadap PKT, yaitu proses ‘de-risking’.”
Menanggapi langkah pembalasan PKT tersebut, Komisi Eropa sebelumnya telah mengajukan gugatan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Olof Gill menyatakan bahwa Uni Eropa akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk melindungi kepentingan para petani dan eksportir Eropa.
Para pakar menilai bahwa perang hukum di WTO antara Uni Eropa dan Tiongkok kemungkinan akan berlangsung lama.
“Ini berarti kedua belah pihak tidak lagi sekadar memperdebatkan tinggi rendahnya tarif, melainkan akan memperebutkan siapa yang sebenarnya merusak aturan perdagangan internasional. Kedua pihak sangat mungkin akan terlibat dalam pertarungan hukum jangka menengah hingga panjang di tingkat WTO,” ujar Hsieh Pei-hsueh.
Diketahui, apa yang disebut sebagai penyelidikan PKT terhadap industri produk susu Eropa akan berakhir pada 21 Februari 2026. Saat itu, kebijakan jaminan sementara ini berpotensi diubah menjadi tarif resmi. Para akademisi menilai, hal ini akan mendorong Uni Eropa bahkan negara-negara di seluruh dunia untuk semakin mencari rantai pasok yang bersih, serta mempercepat proses “de-Tiongkokisasi”.
“Saat ini, seluruh dunia bersikap sangat waspada terhadap pembangunan ekonomi PKT yang sarat dengan ambisi politik. Semua pihak juga mengejar apa yang disebut rantai pasok yang bersih—yakni berbasis pada sistem negara demokratis yang dapat dipercaya. Bagian penting dari hal ini tentu adalah apa yang disebut ‘de-merah’ dan ‘de-Tiongkokisasi,” ujar Lai Rong-wei. (hu)
Laporan wawancara oleh wartawan New Tang Dynasty Television Zhang Qin dan Chang Chun.

:strip_icc()/kly-media-production/medias/5375572/original/014777500_1759951700-AP25281687052578.jpg)


