JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kehutanan bersama Kedutaan Besar Republik Indonesia Bangkok merepatriasi empat orangutan korban perdagangan satwa liar ilegal dari Thailand. Setelah tiba di Indonesia, orangutan tersebut akan dirawat di pusat rehabilitasi sebelum dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya.
Penyerahan keempat orangutan itu dilakukan secara resmi oleh Pemerintah Thailand kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui KBRI Bangkok di Bandara Suvarnabhumi, Bangkok, Selasa (23/12/2025). Primata tersebut kemudian tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, pada hari yang sama menggunakan pesawat Garuda Indonesia.
Selama penerbangan, keempat orangutan ditempatkan dalam kandang khusus sesuai standar International Air Transport Association (IATA). Mereka juga didampingi dokter hewan untuk memastikan kondisi kesehatannya tetap terpantau.
Perlu juga langkah yang lebih serius dan konsisten untuk memperkuat sistem pencegahan, meningkatkan pengawasan, serta menegakkan hukum secara tegas agar menimbulkan efek jera.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menyampaikan, upaya untuk mengatasi perdagangan satwa liar secara ilegal membutuhkan kerja keras dan sinergi antarkementerian dan lembaga dalam menjaga perbatasan kita. Habitat satwa ini juga perlu terus dijaga mengingat saat ini kondisi hutan, termasuk di Sumatera, masih menghadapi berbagai tekanan.
”Repatriasi ini menjadi pengingat bagi Kemenhut untuk melakukan evaluasi komprehensif dan memastikan hutan dapat dijaga sebaik-baiknya sehingga orangutan dapat tetap hidup aman di habitat alaminya,” ujar Raja Juli dalam keterangannya, Kamis (25/12/2025).
Keempat orangutan tersebut merupakan sitaan otoritas Thailand dari kasus perdagangan satwa liar ilegal yang digagalkan pada Januari dan Mei 2025. Saat disita, orangutan itu diperkirakan masih berusia kurang dari satu bulan.
Selanjutnya, keempat orangutan itu dirawat di Khao Pratubchang Wildlife Rescue Centre, Provinsi Ratchaburi, Thailand, sebagai barang bukti oleh Department of National Park, Wildlife and Plant Conservation (DNP) Thailand.
Berdasarkan identifikasi fisik dan uji DNA, keempat orangutan terdiri dari tiga orangutan sumatera (Pongo abelii), yaitu dua jantan dan satu betina, serta satu orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis) betina. Hasil pemeriksaan menunjukkan keempatnya masih memiliki peluang besar untuk menjalani proses rehabilitasi.
Setelah tiba di Indonesia, orangutan akan dititipkan dan dirawat di Pusat Rehabilitasi Sumatran Rescue Alliance (SRA) di Besitang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, sebelum dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya.
Raja Juli berharap keempat orangutan tersebut dapat segera diterbangkan ke Medan dan menjalani rehabilitasi dalam kondisi sehat hingga akhirnya kembali ke hutan Sumatera sebagai rumah sejatinya.
Secara terpisah, Geopix mengapresiasi langkah repatriasi empat orangutan dari Thailand ke Indonesia. Repatriasi ini merupakan salah satu capaian penting dalam penegakan hukum dan perlindungan satwa liar lintas negara dan implementasi kerja sama internasional dalam kerangka Convention on International Trade in Endangered Species (CITES).
Pada saat yang sama, repatriasi ini makin menegaskan bahwa kejahatan perdagangan satwa liar dilindungi masih terus berlangsung dan menunjukkan masih lemahnya pengawasan terhadap kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia.
Senior Wildlife Campaigner Geopix Annisa Rahmawati mengingatkan semua pihak untuk tidak lengah atas pencapaian ini. Sebab, masih banyak satwa liar dilindungi Indonesia yang berada di luar negeri akibat kejahatan perdagangan ilegal lintas negara.
”Geopix mendorong dukungan lintas pemangku kepentingan, pemerintah, masyarakat sipil, komunitas internasional, dan media untuk terus menuntut pemulangan satwa-satwa tersebut sebagai bagian dari tanggung jawab bersama,” tuturnya.
Selama ini, Geopix turut serta menggalang dukungan publik dan kolaborasi lintas negara untuk memperkuat tekanan moral ataupun politik agar pemulangan satwa liar dilindungi segera dilakukan. Saat ini, tercatat puluhan orangutan yang masih berada di negara lain, seperti India, akibat penyelundupan dan perdagangan satwa ilegal.
Annisa menyebut, repatriasi satwa liar dilindungi milik Indonesia dari sejumlah negara yang memperolehnya secara tidak sah merupakan bagian dari pengakuan atas kedaulatan Indonesia terhadap kekayaan alamnya. Hal ini sekaligus mencerminkan tanggung jawab bersama dari para pihak.
Ia juga menekankan bahwa dalam kerangka tujuan yang lebih luas, repatriasi hanyalah satu bagian kecil dari upaya melindungi kekayaan alam Indonesia. Di sisi lain, diperlukan juga langkah yang lebih serius dan konsisten untuk memperkuat sistem pencegahan, meningkatkan pengawasan, serta menegakkan hukum secara tegas agar timbul efek jera.
”Tanpa upaya yang lebih keras tersebut, perdagangan satwa liar dilindungi akan terus berulang dan merongrong kekayaan keanekaragaman hayati serta kedaulatan negara kita,” ucapnya.





