FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri, Prof. Mahfud MD, mengungkap secara terbuka persoalan mendasar yang selama ini membelit institusi kepolisian.
Ia menegaskan, kecilnya anggaran operasional Polri menjadi salah satu faktor yang membuka ruang intervensi politik dan melemahkan independensi aparat penegak hukum.
Mahfud menjelaskan, kondisi anggaran yang terbatas membuat kepolisian kerap berada pada posisi tidak ideal ketika berhadapan dengan lembaga legislatif.
Dalam proses pengajuan anggaran, kata dia, sering muncul praktik “titipan” dari pihak-pihak tertentu.
“Biaya operasional polisi itu kan kecil sekali. Nah, oleh sebab itu ketika dia melobi DPR agar anggarannya banyak, DPR-nya nitip,” ujar Mahfud dikutip pada Kamis (25/12/2025).
Titipan tersebut, lanjutnya, bukan sekadar soal kebijakan, melainkan menyangkut kepentingan personal dan kekuasaan.
Mulai dari permintaan penanganan perkara, mutasi jabatan, hingga promosi perwira.
“Nitip kasus, nitip orang, agar teman saya yang di sana dipindah, agar teman saya yang di sana dinantikan bintang satu, dan macam-macam,” bebernya.
Kata Mahfud, situasi inilah yang membuat kepolisian sulit berdiri independen. Namun ia menegaskan, persoalan ini tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada institusi Polri semata.
“Itu karena polisi tidak independen, karena anggarannya kecil. Jadi, kita tidak juga boleh menyalahkan polisinya semata-mata,” tegas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Ia justru menyinggung peran aktor sipil, khususnya politisi, yang menurutnya juga harus ikut berbenah.
“Kita juga, orang-orang sipilnya, politisi sipilnya, supaya juga diperbaiki,” kata Mahfud.
Meski demikian, Mahfud mengingatkan bahwa solusi menaikkan anggaran atau gaji aparat bukanlah jawaban utama.
Tambahnya, jika logika itu dipakai, maka semua institusi akan menuntut hal yang sama.
“Kalau Anda bicara, agar polisi baik, gajinya dinaikkan. Yang enggak juga dong,” timpalnya.
Mahfud mencontohkan, tuntutan serupa bisa datang dari profesi lain.
“Agar guru baik, ya gajinya dinaikkan, karena polisi itu dididik oleh guru. Lalu, jaksanya bilang, saya juga penuntutan, harus baik. Hakimnya bilang, semua ingin naik gaji,” sambungnya.
Mahfud bilang, pendekatan semacam itu justru akan membebani keuangan negara.
“Karena kalau itu terjadi, nanti yang lain juga akan minta. Anggaran negara enggak ada,” ucapnya.
Sebagai jalan keluar, Mahfud menekankan pentingnya semangat gotong royong dan tanggung jawab bersama dalam membenahi institusi negara.
“Iya, makanya, gotong royong itu menjadi penting. Dari yang ada, lalu kembali. Kita kerja sama-sama lah, gitu. Agar negara ini baik,” kuncinya.
(Muhsin/fajar)





