Kuasa Hukum Roy Suryo: Menilai Buku Jokowi’s White Paper Ilmiah atau Tidak, Polisi Sudah Offside

fajar.co.id
5 jam lalu
Cover Berita

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pengacara Roy Suryo Cs, Ahmad Khozinudin, melontarkan kritik keras terhadap Polda Metro Jaya terkait pernyataan aparat yang menyebut buku Jokowi’s White Paper tidak ilmiah.

Ia menegaskan, kepolisian telah melampaui kewenangannya dan bersikap seolah-olah menjadi hakim dalam perkara dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Jokowi.

Komentar Ahmad merujuk pada pernyataan Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Budi Hermanto, yang menyebut analisa dan buku Jokowi’s White Paper hanya berisi asumsi dan bukan karya ilmiah.

Baginya, pernyataan tersebut problematik karena tidak disertai penjelasan yang memadai.

“Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Budi Hermanto, menyatakan analisa dan buku Jokowi’s White Paper yang diterbitkan tersangka Roy Suryo Cs terkait ijazah palsu Jokowi hanya berisi asumsi, bukan karya ilmiah,” ujar Ahmad kepada fajar.co.id, Kamis (25/12/2025).

Ia menegaskan, aparat kepolisian tidak menjelaskan definisi ilmiah yang digunakan maupun parameter apa yang dijadikan dasar penilaian.

Bahkan, tidak ada contoh pembanding mengenai buku apa yang dianggap ilmiah dalam konteks perkara tersebut.

“Namun, dia tak menjelaskan buku apa yang ilmiah dalam perkara tersebut. Polda juga tidak mengawali pernyataan dengan menjelaskan definisi ilmiah dan parameternya apa saja, sebelum menyampaikan kesimpulan Buku tersebut tak ilmiah,” lanjutnya.

Lanjut dia, pernyataan tersebut cenderung tendensius dan menggiring opini publik secara sepihak. Ia menyebut cara itu justru berpotensi menyesatkan dan merugikan kliennya.

“Sehingga, pernyataan yang disampaikan cenderung tendensius, hanya klaim sepihak dan menggiring opini sesat yang menyudutkan klien kami,” tegasnya.

Untuk menjelaskan perbedaan antara argumentasi yang sah dan klaim sepihak, Ahmad mengibaratkan dengan praktik ibadah.

“Misalnya, seseorang menyatakan orang yang sholat tidak menggunakan takbiratul ihram, itu sesat,” Ahmad menuturkan.

“Lalu, dia memberikan batasan definisi bahwa sholat adalah ibadah tertentu yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam,” tambahnya.

Dijelaskan Ahmad, ketika salat itu tanpa takbiratul ihram, maka sudah jelas bangunan salat tidak utuh.

“Alhasil, pernyataan salat yang dilakukan tanpa takbiratul ihram sesat adalah pernyataan yang argumentatif,” imbuhnya.

Kata Ahmad, analogi tersebut sangat berbeda dengan pernyataan Polda Metro Jaya yang langsung memberi label tidak ilmiah tanpa basis penjelasan.

“Ini berbeda sekali dengan pernyataan Kabid Humas Polda Metro Jaya. Langsung menuduh tidak ilmiah, tanpa menjelaskan aspek ilmiah itu definisinya seperti apa dan contoh buku yang ilmiah dalam kasus ijazah palsu Jokowi itu mana,” ucapnya.

Ia menegaskan, temuan yang bersifat kritis atau mendiskreditkan pihak tertentu tidak otomatis bisa dianggap tidak ilmiah.

“Adanya temuan yang mendiskreditkan pihak tertentu, tidak bisa dianggap tidak ilmiah, sepanjang memiliki landasan argumentasi,” terangnya.

Ahmad menekankan bahwa ukuran keilmiahan bukan terletak pada ada atau tidaknya pihak yang tersinggung.

“Menyatakan ijazah Jokowi palsu, memang bisa menyinggung Jokowi. Aspek keilmiahan bukan diukur dari tersinggung atau tidaknya pribadi atau sosok tertentu,” tegasnya.

Ia menyebut, sejauh ini tidak ada bantahan ilmiah yang secara spesifik membongkar argumentasi dalam buku Jokowi’s White Paper.

Menurutnya, pihak pendukung Jokowi justru lebih sibuk mengulang analogi tanpa menyentuh substansi kajian.

“Kubu Jokowi lebih sibuk merepetisi argumentasi dan membangun ulang sejumlah analogi. Misalnya, analogi uang palsu, pernyataan lembaga yang mengakui keabsahan, uji tes polri, dll. Tak ada, bantahan spesifik atas sejumlah kajian ilmiah dalam buku Jokowi’s White Papers,” katanya.

Ia pun menekankan sikap Polda Metro Jaya berbahaya karena mencampuradukkan fungsi penyidikan dengan pembentukan opini publik.

“Kami melihat, penyidik Polda Metro Jaya tidak sedang menyampaikan kinerja penyidikan. Akan tetapi, memframing opini yang semestinya itu bukan tugas penyidik melainkan kerjaan Buzzer,” jelasnya.

Ia menegaskan, tugas kepolisian sebatas mengumpulkan bukti dan keterangan, bukan memberi tafsir yang bersifat menghakimi.

“Tugas Polda dalam penyidikan hanya mengumpulkan barang bukti dan keterangan saksi/ahli. Tafsir dan kesimpulan atas barang bukti dan keterangan saksi/ahli ada pada hakim, atau setidaknya menjadi tugas Jaksa,” tegasnya.

Lanjutnya, tindakan tersebut berpotensi melanggar asas praduga tak bersalah.

“Polisi, telah lancang mengambil peran hakim dan mengedarkan tafsiran itu kepada publik. Akibatnya, asas praduga tak bersalah dilanggar begitu saja,” ucap Ahmad.

Ahmad bilang, jika kepolisian ingin menilai aspek keilmiahan sebuah tulisan, maka harus disertai parameter yang jelas dan ditempatkan secara proporsional dalam proses hukum.

“Semestinya, polisi hanya menjelaskan bukti bagaimana diperoleh dan disita. Soal deskripsi bukti itu ilmiah atau tidak ilmiah, itu bukan kewenangan polisi,” kuncinya.

(Muhsin/fajar)


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Puzzle Terkini Kematian Anak Politikus PKS soal CCTV hingga Sekuriti
• 14 jam laludetik.com
thumb
Tigran Denre Bawa Kokain dari Malaysia, Diselipkan di Baju dalam Koper
• 4 jam laluidntimes.com
thumb
Kejar Target Akhir Tahun, Seskab Teddy dan BP BUMN Percepat Pembangunan 15.000 Rumah Pascabencana
• 2 jam lalusuara.com
thumb
Umat Kristiani Jakarta Timur Tak Perlu Khawatir, Perayaan Natal Dipastikan Berjalan Aman
• 19 jam lalutvonenews.com
thumb
Garda Revolusi Iran Sita Kapal Tanker Asing Bawa 4 Juta Liter BBM Selundupan
• 6 jam lalusuarasurabaya.net
Berhasil disimpan.