Pesan Natal: Saatnya Pulihkan Relasi Alam dan Manusia

kompas.id
4 jam lalu
Cover Berita

Natal tahun ini hadir di tengah keprihatinan bangsa terhadap aneka krisis, baik terkait kebangsaan, kemanusiaan, maupun ekologi. Peringatan momen kelahiran Yesus sebagai juru selamat diharapkan hadir ntuk memulihkan bangsa dari penderitaan tersebut.

Pesan Natal bersama itu disampaikan oleh Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo di Jakarta, Kamis (25/12/2025). Saat menyampaikan pesan tersebut, Kardinal didampingi oleh Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Jakarta Romo Samuel Pangestu Pr, Pastor Kepala Gereja Katedral Jakarta Romo Hani Rudi Hartoko, serta Wakil Sekretaris Keuskupan Agung Jakarta Romo Thomas Ulun Ismoyo.

Kardinal Suharyo menuturkan perayaan Natal adalah saat yang tepat bagi umat untuk merenungkan dan mengalami karya Allah yang hadir untuk menyelamatkan, melalui pemulihan dan penguatan kehidupan keluarga. Keluarga umat Kristiani, hendaknya menjadi tempat di mana kehendak Allah didengarkan dan dilaksanakan.

"Hendaknya, nilai-nilai Kristiani dihidupi oleh tiap anggota keluarga. Hal itu akan berdampak baik bagi gereja, bangsa, dan dunia," tutur Suharyo.

KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI
Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo menyampaikan pesan Natal 2025 di Jakarta, Kamis (25/12/2025). Saat menyampaikan pesan tersebut, Kardinal didampingi oleh Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Jakarta Romo Samuel Pangestu Pr, Pastor Kepala Gereja Katedral Jakarta Romo Hani Rudi Hartoko, serta Wakil Sekretaris Keuskupan Agung Jakarta Romo Thomas Ulun Ismoyo.

Hal yang menjadi keprihatinan bersama, baik oleh gereja Indonesia maupun sesama umat manusia adalah krisis kebangsaan baik itu bencana alam yang bertubi-tubi, kehidupan ekonomi yang kian menekan, maupun tata kehidupan bersama yang terasa rapuh oleh keserakahan dan ketidakadilan.

Menurut Suharyo, salah satu akar dari berbagai permasalahan tersebut adalah kecenderungan manusia yang lebih mengikuti keinginannya sendiri daripada kehendak Tuhan.

"Kami mengajak keluarga kristiani untuk mengalami kehadiran Tuhan dan memulihkan kembali relasi dengan Allah dan sesama, sebagaimana telah diteladankan oleh keluarga kudus di Nasareth. Lewat peristiwa Natal, Kristus hadir untuk menyelamatkan keluarga kita. Dengan demikian, keluarga kristiani dapat menjadi perpanjangan kasih Allah yang menyehatkan dunia," jelasnya.

Pemulihan

Dalam lingkup yang lebih luas, Suharyo menyebut bahwa pemulihan dalam kerangka iman bukanlah sekadar konsep teologis yang jauh dari kehidupan sehari-hari. Pemulihan adalah sebuah proses yang sangat manusiawi seperti tubuh yang sakit dipulihkan lagi menjadi sehat, seperti jiwa yang lelah yang kemudian dikuatkan kembali.

Gereja tidak berhenti pada refleksi batin. Secara rohani, Natal memang dirayakan dalam ibadah. Namun, makna Natal tidak berhenti di situ. Makna sejati Natal harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Tindakan nyata itu adalah pertobatan massal yang juga melibatkan pertobatan ekologis.

"Gereja terus dipanggil untuk menganalisis tantangan-tantangan sosial secara jujur dan bertanya apa yang dapat dilakukan agar kehidupan bersama menjadi semakin manusiawi?" ungkap Suharyo.

Pada saat bencana banjir bandang dan tanah longsor menghantam masyarakat di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh, Suharyo melihat untuk pertama kalinya, seluruh keuskupan dan paroki Gereja Katolik di Indonesia bergerak bersama menggalang dana bagi korban di sana.

Gerakan tersebut dilakukan tanpa pamrih, tanpa kepentingan, dan tanpa pamer. Ia menyebutnya sebagai sebuah bela rasa yang bekerja dalam diam.

Adapun, umat Kristiani juga diajak untuk bersama-sama melakukan pertobatan. Pertobatan bisa dilakukan dengan gaya hidup yang dilandaskan pada iman. Dalam konsep Katolik, manusia diciptakan untuk memuliakan dan berbakti kepada Allah. Memuliakan Allah bentuknya tidak hanya ibadah resmi, tetapi juga bakti untuk sesama. Bakti itu dilakukan agar manusia dapat mengalami kesejahteraan yang sama.

"Secara jujur, saya mengatakan, manusia seringkali tidak memuliakan Allah. Saya tidak jarang jatuh pada yang namanya memuliakan diri sendiri. Saya kira semua orang mengalami itu. Ketika itu terjadi, orang harus meluruskan kembali jalannya, itulah pertobatan rohani, batin, karena itu urusan saya dengan Allah," katanya.

Bakti kepada Allah, lanjutnya, juga harus dilakukan secara konkret. Misalnya, siapapun yang berada di dalam posisi, jabatan suatu lembaga, jika diberi kesempatan untuk menjabat, seharusnya tidak hanya menduduki jabatan, tetapi juga mengemban amanah.

"Banyaknya pejabat ditangkap KPK, itu artinya jabatan tidak untuk mewujudkan kebaikan bersama, dia harus bertobat. Maka, ketika sedang ramai-ramai demonstrasi Agustus lalu, saya memberanikan diri untuk mengatakan bangsa ini membutuhkan pertobatan nasional," katanya.

Pertobatan ekologis

Hal lain yang sedang digalakkan oleh Keuskupan Agung Jakarta adalah memberikan perhatian pada isu lingkungan hidup. Gereja akan terus mendengungkan pertobatan ekologis di mana masyarakat diminta untuk tidak ikut merusak lingkungan dan terlibat aktif untuk memulihkan kerusakan lingkungan hidup.

"Salah satu contoh kecil, atau kalau saya biasanya makan kalau tidak enak dibuang. Sampah makanan di Indonesia itu kan besar sekali. Pertobatan ekologis artinya kalau mau ambil makanan jangan semau-maunya, tetapi diambil secukupnya supaya tidak menyisakan sampah. Itu juga pertobatan ekologis," tambahnya.

Apa yang disampaikan oleh Kardinal Suharyo itu senada dengan harapan umat yang beribadah Natal di Gereja Katedral.

Meli (46), umat dari Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur juga sangat sedih dengan bencana alam yang tidak hanya terjadi di Sumatera, tetapi juga di beberapa wilayah di Indonesia. Ia berharap umat bisa terus berintrospeksi dan mengingat Tuhan. "Harus semakin peduli untuk menjaga alam sekitar," katanya.

Sementara itu, Alan (40), warga Depok juga berharap agar pemerintah bisa segera mengatasi bencana alam yang terjadi di Pulau Sumatera. Ia berharap ke depannya kehidupan masyarakat akan semakin baik. Pemerintah harus lebih peka dan memerhatikan rakyat. "Semuanya supaya lebih baik lagi, terutamanya negaranya," kata Alan.

Moralitas sosial

Kardinal Suharyo juga mengingatkan kembali pesan Paus Fransiskus tentang akar dari banyak krisis kemanusiaan adalah ketidakadilan, korupsi, dan berhala modern bernama uang. Berhala itu tidak lagi berbentuk patung, melainka keserakahan yang menempatkan keuntungan di atas martabat manusia dan kelestarian alam.

Kritik sosial itu tidak boleh hanya berhenti pada kata-kata. Semua itu harus diinternalisasi dalam bentuk tindakan nyata dan langkah-langkah kecil yang konsisten. Ada dua kompetensi etis yang dibutuhkan agar manusia selalu sadar terhadap apa yang harus dilakukan.

Pertama, adalah prinsip bela rasa yang tidak berhenti sebagai sekadar empati, melainkan keberanian untuk terlibat dan menanggung beban bersama. Kedua, adalah kerja sama. Kompleksitas persoalan kemanusiaan hari ini tidak memungkinkan siapapun bekerja sendirian. Pemulihan hanya mungkin terjadi melalui kolaborasi lintas komunitas, lintas iman, dan lintas kepentingan.

Pemulihan yang dimaksud oleh Keuskupan Agung Jakarta mungkin memang tidak akan selalu hadir sebagai peristiwa besar. Ia sering tumbuh perlahan, melalui tindakan-tindakan kecil yang konsisten, melalui kesediaan untuk bekerja sama, dan melalui keberanian untuk tetap memihak pada martabat manusia.

Hal senada juga disampaikan Pendeta Abraham Ruben Persang, Ketua Majelis Jemaat GPIB Immanuel Jakarta, dalam ibadah Natal, Kamis pagi. Ia mengingatkan bahwa perayaan Natal tidak boleh berhenti pada kemeriahan, unggahan media sosial, atau simbol-simbol semata. Natal, menurutnya, adalah momentum untuk menjalankan misi pemulihan untuk memaknai kehadiran Allah di tengah dunia. 

“Natal bukan berbicara tentang popularitas. Natal berbicara tentang janji yang tuntas. Natal juga bukan soal selebrasi, melainkan soal misi,” kata Persang di hadapan jemaat yang memadati GPIB Immanuel Jakarta. 

Menurutnya, Allah hadir sebagai Pencipta yang terus memelihara relasi dengan ciptaan-Nya, meskipun manusia sering kali abai. “Tuhan tidak pernah lelah memperhatikan kita. Sekalipun kita masih sibuk dengan diri sendiri dan dengan dunia,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa pemulihan relasi itu tidak terjadi karena kemampuan manusia, tetapi karena kasih Allah. Kesadaran sebagai anak-anak Allah, lanjutnya, semestinya terwujud dalam sikap dan tindakan nyata.  

Pesan-pesan inilah yang menjadi dasar tema Natal GPIB tahun ini. Tema tersebut dirumuskan sebagai Allah Memulihkan Kehidupan Seluruh Ciptaan. Tema ini lahir dari berbagai persoalan relasi manusia dengan sesama dan dengan lingkungan, serta diwujudkan melalui kepedulian nyata gereja, termasuk saat membantu saudara-saudara yang terdampak bencana banjir di Sumatera.

Menutup khotbah, ia mengajak jemaat membawa pesan Natal itu ke dalam kehidupan sehari-hari. “Hari ini Tuhan menyapa kita, maka hari ini pula kita menyatakan kasih itu ke luar,” katanya.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Dubes Polandia Dicopot akibat Kasus Ijazah Palsu
• 40 menit laluokezone.com
thumb
Prabowo Tegaskan Penertiban Kawasan Hutan Dilakukan Tanpa Pandang Bulu
• 9 jam laluwartaekonomi.co.id
thumb
Pohon Natal Unik dari Karung dan Batok Kelapa Hiasi Gereja Katedral Jakarta
• 10 jam laludetik.com
thumb
Di ujung tahun, wajah wisata diuji
• 13 jam laluantaranews.com
thumb
Terima Kunjungan Gubernur Aceh, Airlangga Janjikan Percepatan Pemulihan Ekonomi
• 1 jam lalukumparan.com
Berhasil disimpan.