Jakarta: Kejaksaan Agung bersama Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) menyerahkan hasil eksekusi perkara tindak pidana korupsi ekspor minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil/CPO) serta penagihan denda administratif kehutanan kepada negara melalui Presiden Prabowo Subianto. Kepala Negara langsung mendapatkan sorotan di media sosial.
“Interaksi yang tercipta mencapai 1,9 juta kali, yang menunjukkan besarnya animo publik,” kata Pendiri Firma Analitik Big Data Evello Dudy Rudianto melalui keterangan tertulis, Kamis, 25 Desember 2025.
Dudy menjelaskan, publik semangat melihat hasil kerja Presiden dan Kejagung melalui wadah media sosial TikTok. Bahkan, hasil video yang e beredar ramai diunduh dan disebar ke luar aplikasi lain.
“Evello juga melihat adanya temuan menarik, yaitu sebaran dari TikTok ke WhatsApp mencapai 21 ribu,” ucap Dudy.
Baca Juga :
Presiden Ingatkan Negara Bisa Kolaps Kebocoran Kekayaan Terus Dibiarkan“Mereka bahkan meminta agar Satgas PKH membuka terang benderang siapa saja orang dibalik uang yang disita tersebut,” ujar Dudy.
Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin menegaskan, uang senilai Rp6,625 triliun yang diserahkan kepada Presiden Prabowo Subianto bukan berasal dari pinjaman, melainkan hasil nyata penegakan hukum dan pemulihan keuangan negara oleh Kejaksaan Agung bersama Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH).
Presiden Prabowo Subianto bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa, dan Menhan Sjafrie Sjamsoeddin saat penyerahan pemulihan kerugian negara pada korupsi CPO dan penertiban hutan. Foto: BMPI Setpres.
Pernyataan tersebut disampaikan Jaksa Agung merespons pertanyaan media terkait asal-usul dana Rp6,6 triliun tersebut. Burhanuddin menjelaskan, dana itu berasal dari eksekusi perkara tindak pidana korupsi ekspor minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil/CPO) serta penagihan denda administratif kehutanan oleh Satgas PKH.
“Uang ini bukan pinjaman. Ini hasil penegakan hukum dan pemulihan keuangan negara,” tegas Burhanuddin.
Ia menjelaskan, total Rp6,625 triliun itu bersumber dari dua kategori. Pertama, senilai Rp2,344 triliun berasal dari penagihan denda administratif terhadap 20 perusahaan perkebunan kelapa sawit dan satu perusahaan pertambangan nikel yang terbukti melakukan pelanggaran penguasaan kawasan hutan secara ilegal.
:strip_icc()/kly-media-production/medias/5174314/original/099085000_1742914645-Timnas_Indonesia_vs_Bahrain-1.jpg)


