BULOG dan masa depan industri padi Indonesia

antaranews.com
14 jam lalu
Cover Berita
Jakarta (ANTARA) - Berbicara tentang beras bukan hanya soal pangan, tetapi juga tentang hajat hidup orang banyak, kedaulatan bangsa, dan kesejahteraan petani.

Karena itu di Indonesia, gagasan menjadikan BULOG sebagai “prime mover” industri perberasan layak dibahas lebih jauh, tidak sekadar di level jargon.

Prime mover berarti penggerak utama, katalis yang mampu mengubah wajah industri perberasan dari hulu sampai hilir, bukan hanya operator logistik beras.

Di titik ini, yang mendesak adalah untuk membuat BULOG agar dapat memainkan peran strategis yang bukan hanya menjaga stabilitas harga dan pasokan, tetapi juga memicu transformasi agribisnis perberasan nasional agar lebih berkeadilan, efisien, dan berkelanjutan.

BULOG sesungguhnya memiliki fondasi kokoh untuk itu. Pengalaman puluhan tahun dalam logistik pangan, jaringan luas dengan petani hingga konsumen, serta kapasitas infrastruktur yang relatif lebih siap dibanding banyak pelaku lain, menjadikan BULOG berada pada posisi unik.

Di sisi lain, keberadaan BULOG juga terkait erat dengan kebijakan pemerintah, sehingga memiliki dukungan regulasi untuk menjembatani kepentingan stabilitas nasional dan kesejahteraan petani.

Namun, agar peran sebagai prime mover tidak berhenti pada stabilisasi beras saja, BULOG harus masuk lebih jauh ke pendekatan sistem agribisnis yang utuh, yang tidak hanya memotret beras sebagai komoditas akhir, tetapi melihat padi sebagai ekosistem ekonomi.

Konsep agribisnis memberi kerangka jelas bahwa pangan bukan hanya soal produksi on-farm, tetapi menyentuh seluruh mata rantai, dari penyediaan benih, pupuk, alat dan mesin pertanian, proses budidaya, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran, hingga sistem pendukung seperti pembiayaan, asuransi, riset, informasi pasar, transportasi, kebijakan tata ruang, hingga perlindungan sosial.

Seluruh subsistem ini harus bergerak sinkron. Ketika salah satu lemah, ekosistem ikut terguncang.

Baca juga: Dirut Bulog minta Satgas tindak tegas Minyakita dan telur di atas HET

Pedagang Perantara

Realitasnya, dalam industri perberasan, hubungan antara harga gabah dan harga beras masih sangat linear. Ketika harga gabah naik untuk melindungi petani, harga beras di konsumen ikut tertekan.

Di tengah rantai itu, pedagang perantara tetap menjaga margin, sehingga tekanan justru jatuh pada petani atau konsumen.

Akibatnya muncul praktik yang merugikan, seperti penggilingan gabah dengan kadar air tinggi agar bobot meningkat, atau pemutihan beras lama demi mengejar tampilan.

Di sinilah pentingnya perubahan paradigma dari industri beras menjadi industri padi. Dengan melihat padi sebagai sumber multi-produk, nilai tambah tidak lagi hanya bertumpu pada beras. Sekam dapat diolah menjadi sumber energi, bahan bangunan, hingga bahan baku industri berbasis silikon.

Bekatul bisa menjadi minyak beras, bahan obat dan kosmetik, sementara ampasnya menjadi pakan ternak. Menir dapat diolah menjadi tepung atau germ rice bernilai tinggi.

Bila seluruh produk ikutan ini dimonetisasi, ketergantungan pada harga beras sebagai satu-satunya sumber pendapatan berkurang. Petani memperoleh sharing value yang lebih adil, industri menjadi lebih efisien, dan konsumen tidak terus-menerus dibayangi ketidakstabilan.

BULOG, dengan jejaring dan kapasitasnya, dapat menjadi orkestrator model ini. Tidak berarti mengambil alih semua peran pasar, tetapi memfasilitasi ekosistem. Misalnya, BULOG dapat memimpin pembentukan klaster industri padi berbasis wilayah, menghubungkan petani, penggilingan, industri pengolahan sekam dan bekatul, lembaga keuangan, perguruan tinggi, dan pemerintah daerah dalam satu rantai nilai.

Insentif fiskal dan akses kredit berbunga ringan untuk agroindustri padi perlu didorong pemerintah. Dengan cara ini, agribisnis padi tidak hanya hidup di atas kertas, tetapi menjadi mesin ekonomi daerah yang membuka lapangan kerja, meningkatkan PAD, dan memperkuat ketahanan pangan nasional.


Frekuensi Berpikir

Namun, keberhasilan ini tidak mungkin terjadi tanpa keselarasan visi. “Frekuensi berpikir” antara pemerintah, dunia usaha, petani, asosiasi profesi, akademisi, dan organisasi petani harus satu arah: memperkuat nilai tambah, bukan sekadar memperbesar volume.

Asosiasi seperti Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI), Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI), Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) dapat memainkan peran sebagai mediator pengetahuan. Sementara itu, Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Dewan Tani, hingga komunitas petani di tingkat akar rumput perlu berada dalam satu harmoni, bukan dalam kecurigaan.

Baca juga: Dirut Bulog: Realisasi penyaluran beras SPHP capai 784 ribu ton lebih

Di titik inilah nilai budaya bangsa seperti gotong royong dan “sauyunan” menemukan relevansi modern. Yang besar melindungi yang kecil, yang kuat merangkul yang lemah, demi ekosistem yang berkelanjutan.

Contoh konkret sebenarnya sudah ada. Inisiatif PT Lunafa Pangan Sejahtera di Tenjolaya, Sukabumi, yang membangun fasilitas pengeringan dan pemrosesan gabah modern di atas lahan sekitar satu hektare, menunjukkan bagaimana teknologi dapat menghadirkan nilai tambah nyata bagi petani.

Dengan kapasitas mesin dua ton per jam yang didatangkan dari Vietnam, proses pascapanen menjadi lebih efisien, kehilangan hasil dapat ditekan, kualitas meningkat, dan posisi tawar petani membaik.

Jika model seperti ini diperbanyak dengan kemitraan sejajar, BULOG dapat menjadi jangkar kolaborasi, bukan sekadar pembeli atau penyangga stok.

Tentu, transformasi ini membutuhkan keberanian kebijakan. Pemerintah perlu memberi ruang melalui keringanan pajak, penyederhanaan perizinan, hingga kredit berbunga rendah bagi pelaku agroindustri padi.

Namun kebijakan saja tidak cukup. Diperlukan disiplin etika kolektif agar industri tidak jatuh ke praktik yang merugikan petani dan konsumen. Transparansi rantai nilai, standardisasi kualitas, dan digitalisasi informasi harga akan membantu menumbuhkan kepercayaan.

BULOG dapat menjadi pusat data dan integrator informasi untuk memperkecil asimetri pengetahuan di pasar.

Ke depan, menjadikan BULOG sebagai prime mover industri perberasan bukan hanya proyek teknokratis. Ini adalah pilihan strategis bangsa untuk memastikan bahwa sektor pangan menjadi pilar kesejahteraan, bukan sumber kerentanan.

Dengan menggeser orientasi dari sekadar menjaga pasokan ke membangun ekosistem agribisnis padi yang modern, inklusif, dan bernilai tambah, Indonesia bergerak menuju ketahanan pangan yang lebih bermartabat.

Saat mesin perubahan itu digerakkan dengan sinergi, maka industri perberasan bukan lagi sekadar urusan antara padi dan beras, tetapi tentang masa depan ekonomi rakyat yang lebih adil dan berdaya.

Baca juga: Bapanas-Bulog pastikan harga cabai-beras aman saat Natal-tahun baru

Baca juga: Bulog lakukan GPM serentak di Sulut jelang Natal-Tahun Baru


*) Entang Sastraatmadja adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Lautan Manusia, Ancol Tembus 46 Ribu Pengunjung dalam Sehari, Simak Prediksi Puncak Kepadatannya
• 3 jam lalutvonenews.com
thumb
Jubir Rusia tuding Eropa tak berniat capai perdamaian di Ukraina
• 2 jam laluantaranews.com
thumb
Pesona Negeri Kahyangan Magelang, Tempat Wisata yang Tawarkan Pemandangan 5 Gunung untuk Libur Nataru 2025
• 11 jam lalutvonenews.com
thumb
Menteri Ara Patok Syarat Ketat: Huntap Sumatera Harus Bebas Banjir, Aman, hingga Dekat Fasum
• 9 jam lalusuara.com
thumb
Polda Jateng Bantu Evakuasi Barang Pedagang Saat Kebakaran di Pasar Pemalang
• 3 jam laludetik.com
Berhasil disimpan.