Pemerintah membatasi ibadah gereja, aktivitas kampus, serta dekorasi umum, sehingga perayaan Natal kini hampir sepenuhnya dibatasi di lokasi-lokasi yang disetujui negara.
Malam Natal tahun ini berlalu nyaris tanpa gema di banyak wilayah Tiongkok. Rezim komunis setempat memperketat pembatasan terhadap kegiatan keagamaan, perayaan publik, bahkan dekorasi musiman, demikian terungkap dari wawancara dengan para pendeta, umat Kristiani, dan warga di berbagai daerah.
Sejumlah gereja rumah di beberapa provinsi melaporkan bahwa ibadah Natal yang telah direncanakan dibatalkan oleh aparat keamanan negara. Universitas-universitas memperingatkan mahasiswa agar tidak merayakan Natal secara terbuka atau mengunggah konten terkait Natal di media sosial.
Di Shanghai, polisi bahkan menahan warga yang terlibat dalam aktivitas spontan di jalanan. Di sisi lain, dekorasi Natal di pusat-pusat perbelanjaan tampak jauh berkurang atau hanya boleh dipasang di lokasi-lokasi tertentu yang telah ditetapkan.
Para narasumber menyebutkan bahwa aktivitas Natal kini hampir sepenuhnya dibatasi di tempat-tempat ibadah yang disahkan pemerintah, sementara ekspresi publik semakin ditekan. Demi alasan keamanan, mereka berbicara kepada The Epoch Times dengan syarat identitas lengkap mereka tidak dipublikasikan.
Ibadah Gereja Rumah DiblokirPada 24 Desember, umat Kristiani dari jaringan gereja rumah bawah tanah di Provinsi Shandong, Zhejiang, dan Sichuan mengatakan bahwa mereka dicegah oleh aparat keamanan lokal untuk menggelar ibadah Malam Natal.
Pendeta Huang dari Qingdao, Shandong, menuturkan bahwa jemaatnya diberi tahu bahwa mereka tidak diizinkan berkumpul. Ia dan keluarganya akhirnya hanya beribadah secara tertutup di rumah bersama beberapa teman dekat.
“Semua pertemuan kolektif di sini dilarang. Pusat perbelanjaan pun tidak boleh memasang pohon atau ornamen Natal. Tahun ini benar-benar tidak ada suasana Natal—bukan hanya di Qingdao, tapi juga di banyak tempat lain,” ujarnya.
Di Wenzhou, Zhejiang—kota yang dikenal memiliki populasi Kristiani besar—Pendeta Wang mengatakan bahwa pemerintah hanya mengizinkan perayaan Natal di gereja-gereja resmi yang terdaftar.
“Beberapa jemaat yang sempat ditahan awal Desember belum dibebaskan. Karena itu, banyak umat sekarang enggan menghadiri kegiatan berkelompok,” katanya.
Di bawah pemerintahan PKT, hanya gereja-gereja yang berada di bawah denominasi resmi dan setia kepada partai yang diizinkan beroperasi. Khotbah serta kegiatan ibadah harus mengikuti ketentuan ketat Administrasi Urusan Agama Nasional. Gereja-gereja resmi ini bahkan dipaksa mencopot simbol-simbol Kristen seperti salib dan gambar Yesus, lalu menggantinya dengan potret pemimpin PKT serta menyisipkan ideologi komunis dalam khotbah mereka.
Pendeta Li, juga dari Wenzhou, mengungkapkan bahwa menjelang Malam Natal ia dipanggil aparat keamanan untuk dimintai keterangan tentang jumlah jemaat dan diperingatkan agar tidak memperluas kehadiran di luar anggota tetap.
Kampus Membatasi MahasiswaSejumlah universitas di berbagai daerah mengeluarkan pengumuman yang membatasi perilaku mahasiswa selama Natal.
Di Universitas Dezhou, Shandong, mahasiswa dilarang mengunggah konten bertema Natal di media sosial. Kampus memperingatkan bahwa aktivitas daring dapat dipantau dan ditelusuri ke individu tertentu. Di Universitas Barat Laut (Shaanxi), mahasiswa bahkan diwajibkan tetap berada di asrama pada 24 dan 25 Desember, lengkap dengan apel malam harian. Tangkapan layar instruksi tersebut beredar luas di media sosial.
Mahasiswa di Zhejiang juga mengungkapkan bahwa pihak kampus meminta mereka mengganti foto profil bertema Natal dan menghindari unggahan serupa.
Aktivitas Jalanan di Shanghai DitekanDi Shanghai, seorang perempuan yang mengenakan kostum Santa dan membagikan apel kepada pejalan kaki dilaporkan ditahan polisi. Video yang beredar memperlihatkan beberapa orang berkostum Santa menunggu pemeriksaan di kantor polisi, dengan topi dan dekorasi Natal disita.
Seorang umat Kristiani di Shanghai mengatakan bahwa dekorasi Natal komersial kini hanya boleh dipasang di area-area tertentu. Sebagian ornamen bahkan sudah dicopot sejak 22 Desember.
“Natal sekarang hanya boleh ada dalam batas-batas yang sangat jelas,” ujar seorang warga Shanghai.
“Anak-anak muda sebenarnya masih menyukai Natal, tapi pemerintah ingin roda ekonomi tetap berputar tanpa harus mempromosikan perayaannya.”
Pembatasan Serupa Terjadi di Berbagai DaerahSeorang umat Kristiani di Fujian mengatakan bahwa perayaan Natal di luar gereja resmi hampir lenyap dalam dua tahun terakhir. Di Shenyang, sekolah-sekolah menganjurkan murid agar tidak memakai topi Santa, sementara aparat setempat mendatangi rumah-rumah untuk mengimbau agar anak-anak tidak diajak ke kegiatan gereja.
Di wilayah barat daya Tiongkok, kondisi serupa juga terjadi. Yang, seorang umat Kristiani di Chengdu, menuturkan bahwa gereja-gereja telah diberi pemberitahuan bahwa pertemuan Malam Natal dilarang.
“Hampir tidak ada lagi suasana Natal. Beberapa mal besar masih memasang dekorasi, tapi ornamen besar di jalan-jalan sudah menghilang. Ibadah di rumah pun sepenuhnya dilarang,” katanya.
Ia menambahkan, umat Kristiani kini diarahkan untuk hanya beribadah di gereja resmi dan membatasi kegiatan di luar itu hanya dalam lingkup keluarga inti.
Kebijakan Resmi dan Latar BelakangPeraturan Partai Komunis Tiongkok (PKT) mewajibkan semua aktivitas keagamaan berlangsung di lokasi yang disetujui negara dan melarang perayaan hari besar agama meluas ke ruang publik. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah daerah berulang kali menegaskan bahwa perayaan Natal tidak boleh “meluas keluar, tidak boleh dibesar-besarkan, dan tidak boleh dipromosikan.”
Banyak gereja bawah tanah di berbagai provinsi mengaku menerima pemberitahuan tahunan menjelang Natal yang melarang perayaan publik maupun kolektif. Beberapa kota bahkan mewajibkan gereja menyerahkan daftar peserta terlebih dahulu atau mengizinkan aparat melakukan inspeksi langsung.
Di tengah situasi itu, pada 23 Desember, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Tiongkok mengunggah video ucapan liburan di media sosial yang menyampaikan harapan “musim liburan yang penuh sukacita dan damai.” Video tersebut beredar luas di platform Tiongkok dan memicu berbagai reaksi, termasuk komentar yang menyoroti bagaimana rezim mengekang perayaan Natal di dalam negeri.
Laporan ini disusun dengan kontribusi Xing Du.


:strip_icc()/kly-media-production/medias/5455511/original/051581900_1766670481-WhatsApp_Image_2025-12-25_at_20.29.10.jpeg)

