Peluang dan Tantangan Pesantren Menyongsong Indonesia Emas 2045

detik.com
3 jam lalu
Cover Berita
Jakarta -

Akhir tahun selalu memberi ruang jeda. Jeda untuk menoleh ke belakang dengan jujur, sekaligus menatap ke depan dengan harapan yang lebih jernih. Tahun 2025 bukanlah tahun yang mudah. Dunia masih bergulat dengan perlambatan ekonomi, ketegangan geopolitik tak kunjung reda, dan laju teknologi melesat jauh lebih cepat dari kesiapan banyak pihak.

Di tengah dinamika itu, Indonesia kembali sampai pada pertanyaan mendasar: bagaimana menyiapkan manusia Indonesia yang kuat, berkarakter, dan mampu bertahan di tengah perubahan zaman?

Dalam konteks inilah pesantren kembali menemukan relevansinya. Pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan keagamaan, melainkan ruang pembentukan watak, daya juang, dan ketahanan sosial yang telah teruji lintas generasi.

Santri Institute Indonesia memandang tahun 2025 sebagai tahun penting bagi pesantren. Salah satu catatan strategis yang patut diapresiasi adalah terbentuknya Direktorat Jenderal Pesantren di Kementerian Agama Republik Indonesia.

Kehadiran Direktorat Jenderal yang secara khusus menangani pesantren merupakan sinyal kuat bahwa negara menempatkan pesantren sebagai bagian penting dari arus utama pembangunan nasional. Harapannya, dengan fokus kebijakan yang lebih terarah, kualitas pendidikan, tata kelola, serta daya saing pesantren ke depan dapat ditingkatkan secara lebih sistematis dan berkelanjutan.

Pesantren: Akar yang Tetap Hidup di Tengah Perubahan

Sepanjang 2025, pesantren bergerak dalam dinamika yang tidak sederhana. Ada yang masih berjuang menjaga keberlangsungan, ada pula yang mulai berani melangkah lebih jauh menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman.

Data Kementerian Agama per 23 Oktober 2025 mencatat sekitar 2,5 juta santri terdaftar pada semester ganjil tahun ajaran 2025-2026. Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan potret kekuatan sosial, kultural, dan ekonomi yang nyata.

Pesantren hari ini tidak lagi bisa dibaca semata sebagai institusi pendidikan keagamaan. Ia adalah simpul komunitas yang hidup, menggerakkan ekonomi lokal, dan menanamkan nilai-nilai yang sering kali terpinggirkan dalam logika pembangunan modern.

Ketika Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa pembangunan nasional tidak cukup bertumpu pada pertumbuhan ekonomi, melainkan pada pembangunan manusia yang kuat secara mental dan berkarakter, pesantren sejatinya telah lama berada di jalur tersebut.

Dari sisi ekonomi, pesantren juga menyimpan potensi besar. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa pesantren mampu menjadi penggerak ekonomi di wilayah sekitarnya-melalui koperasi, usaha produktif, hingga pengembangan ekosistem ekonomi halal.

Tahun 2025 mengingatkan kita bahwa pesantren bukan hanya bagian dari masa lalu, melainkan aktor penting dalam menata masa depan.

Tantangan yang Tak Bisa Disederhanakan

Refleksi akhir tahun akan kehilangan makna jika tidak disertai keberanian untuk melihat persoalan secara jujur. Di balik potensi besar yang dimiliki, pesantren dan alumni pesantren masih menghadapi tantangan struktural yang nyata.

Pertama, kesenjangan kualitas antar-pesantren masih menjadi persoalan serius. Perbedaan kapasitas kurikulum, kualitas pendidik, akses teknologi, serta pembiayaan membuat kemampuan pesantren untuk beradaptasi dengan perubahan menjadi tidak merata. Di era transformasi digital, ketimpangan ini berisiko semakin melebar jika tidak ditangani secara sistematis.

Kedua, transisi alumni pesantren ke dunia kerja dan dunia usaha masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Modal karakter, integritas, dan etos kerja yang kuat sering kali belum diimbangi dengan keterampilan teknis, literasi digital, serta kompetensi kewirausahaan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja saat ini.

Ketiga, kemunculan banyak pesantren pada satu sisi patut disyukuri sebagai tanda hidupnya semangat pendidikan keagamaan di tengah masyarakat. Namun pada sisi lain, kondisi ini juga memunculkan persaingan antar-pesantren yang semakin ketat. Tidak sedikit pesantren yang dari tahun ke tahun justru mengalami penurunan jumlah santri. Fenomena ini membutuhkan perhatian serius dari semua pihak, agar persaingan tidak berujung pada melemahnya kualitas dan keberlangsungan pesantren.

Keempat, integrasi pesantren ke dalam ekosistem ekonomi nasional masih belum optimal. Pesantren kerap berjalan sendiri, tanpa konektivitas yang kuat dengan dunia usaha, industri halal, lembaga keuangan, maupun perguruan tinggi. Akibatnya, potensi besar yang dimiliki pesantren sering kali belum terkonversi menjadi kekuatan ekonomi yang berkelanjutan.

Kelima, persoalan kemandirian pesantren masih menjadi tantangan besar hingga hari ini. Banyak pesantren belum mampu membangun kemandirian ekonomi, terutama untuk menopang kebutuhan operasional sehari-hari, apalagi untuk pengembangan infrastruktur. Ketergantungan pada bantuan eksternal membuat pesantren rentan dan sulit berkembang secara berjangka panjang.

Menjahit Harapan, Merancang Jalan ke Depan

Refleksi sepanjang 2025 seharusnya tidak berhenti pada daftar tantangan. Ia harus menjadi titik tolak untuk merancang jalan ke depan. Bagi Santri Institute Indonesia, satu tahun terakhir merupakan momentum awal untuk merajut ekosistem pembangunan pesantren yang lebih terintegrasi dan berdampak jangka panjang.

Pertama, pembangunan sumber daya manusia pesantren perlu ditempatkan dalam satu desain besar yang menyatukan peran negara, pesantren, dunia usaha, dan perguruan tinggi. Kolaborasi ini harus dirancang secara sadar dan berkelanjutan, bukan sekadar kegiatan insidental. Negara berperan sebagai regulator dan fasilitator, pesantren sebagai pusat pembentukan karakter, dunia usaha sebagai ruang aktualisasi talenta, dan perguruan tinggi sebagai penguat keilmuan serta inovasi.

Kedua, pesantren perlu didorong menjadi pusat pengembangan talenta unggul sekaligus membangun identitas keunggulan masing-masing. Setiap pesantren perlu menemukan dan menguatkan ciri khasnya-apakah dalam bidang keilmuan keislaman, kewirausahaan, teknologi, pertanian, ekonomi kreatif, atau bidang lain yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Identitas keunggulan ini penting agar pesantren memiliki daya tarik yang jelas dan mampu menjawab ekspektasi masyarakat yang semakin beragam.

Ketiga, pengembangan SDM pesantren harus dirancang secara sistematis dan berorientasi jangka panjang. Bukan proyek jangka pendek, melainkan investasi berkelanjutan dengan peta jalan yang jelas. Dengan pendekatan ini, pesantren dapat melahirkan lulusan yang tidak hanya siap kerja, tetapi juga siap menciptakan lapangan kerja.

Keempat, pesantren perlu difasilitasi untuk membangun sentra-sentra ekonomi berbasis komunitas. Koperasi pesantren, usaha mikro dan menengah, serta pengembangan industri halal berbasis pesantren harus menjadi bagian dari strategi besar menuju kemandirian ekonomi pesantren.

Kelima, peran pemerintah tetap krusial, khususnya dalam pembinaan dan pendampingan. Penguatan sarana dan prasarana, kemudahan perizinan, penerapan standar keselamatan dan kesehatan, sanitasi lingkungan, serta perlindungan sosial bagi tenaga pendidik perlu menjadi perhatian utama agar pesantren dapat tumbuh secara sehat dan berkelanjutan.

Keenam, alumni pesantren perlu dilibatkan secara aktif dalam ekosistem pembangunan nasional. Alumni bukan sekadar produk pendidikan pesantren, melainkan aset strategis bangsa yang dapat menjadi jembatan antara pesantren, dunia usaha, dan sektor-sektor pembangunan lainnya.

Ketujuh, optimalisasi Direktorat Jenderal Pesantren di Kementerian Agama harus terus diperkuat. Direktorat ini diharapkan tidak hanya berfungsi administratif, tetapi menjadi motor penggerak kebijakan pesantren yang mampu menyatukan visi, program, dan implementasi di lapangan.

Jika arah kebijakan ini dijaga secara konsisten, santri memiliki peluang besar untuk menjadi salah satu pilar utama Indonesia Emas 2045.

Santri bukan hanya pewaris nilai-nilai luhur, melainkan aktor pembangunan yang siap berkontribusi dalam ekonomi, sosial, dan ketahanan nasional. Pesantren, pada akhirnya, bukan sekadar warisan sejarah, tetapi investasi strategis bagi masa depan bangsa. Wallahu a'lam bish-shawab.

La Ode Safiul Akbar, MBA. Ketua Umum Santri Institute Indonesia.




(rdp/rdp)

Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Pemerintah Cabut Izin Tambang dan Percepat Pemulihan Banjir Sumatra
• 5 jam laluidntimes.com
thumb
Jadwal Tunda Super League 2025/2026 Akhir Pekan Ini, 4 Klub Jatim Siap Bertanding
• 8 jam laluberitajatim.com
thumb
Terkuak, Alasan Polri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Wilayah Bencana Sumatra
• 2 jam lalusuara.com
thumb
KKP Buka Suara soal FDA AS Tarik Udang Beku dari RI yang Diduga Terpapar Cs-137
• 4 jam lalukumparan.com
thumb
Gemerlap Cahaya Jakarta Light Festival 2025 Meriahkan Perayaan Natal dan Tahun Baru 2026
• 22 jam lalumerahputih.com
Berhasil disimpan.