FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Wacana penerapan sistem gaji tunggal bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) kembali mengemuka setelah Dewan Pengurus Korpri Nasional melalui Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Zudan Arif Fakrulloh menyampaikan hal tersebut pada Rakernas Korpri Tahun 2025 yang digelar di Palembang, pada Sabtu, 4 Oktober 2025.
Sistem gaji tunggal atau single salary system dinilai dapat mensejahterakan ASN dan pensiunan, menggantikan skema sistem gaji ganda yang memisahkan antara gaji pokok dan tunjangan.
Meski sempat disebut akan mulai diterapkan bertahap pada 2026, hingga kini kebijakan single salary masih berada pada tahap pembahasan. Pemerintah belum menerbitkan aturan final, sehingga berbagai angka yang beredar masih sebatas simulasi dari struktur gaji yang berlaku sekarang.
Inti dari skema ini adalah penentuan penghasilan berdasarkan grading jabatan, bukan status pegawai. Pemerintah menyiapkan penilaian jabatan yang menimbang beban tugas, tanggung jawab, tingkat kesulitan hingga risiko pekerjaan yang kemudian dimasukkan ke level grade tertentu.
Setiap jabatan nantinya memperoleh nilai yang dikonversikan menjadi gaji pokok. Dengan cara ini, dua ASN dengan grade jabatan sama idealnya punya penghasilan dasar yang setara. Namun kondisi di lapangan tetap memungkinkan adanya selisih karena faktor pendukung lainnya.
Dalam simulasi awal, semua komponen penghasilan ASN dilebur menjadi satu paket:
Total Gaji = Gaji Pokok + 5% Tunjangan Kinerja (sebelum pajak)
Tunjangan yang selama ini terbagi banyak akan hilang dan masuk ke dalam satu struktur gaji utama. Meski begitu, gaji antara PNS dan PPPK masih bisa berbeda karena perbedaan struktur dasar, masa kerja golongan (MKG), dan potongan pajak.
Sebagai ilustrasi, berikut hitungan simulasi jika skema single salary diterapkan:
PNS Golongan II/a
- Gaji pokok: sekitar Rp 1.960.200
- Tunjangan kinerja 5%: Rp 98.010
- Total sebelum pajak: Rp 2.058.210
- Estimasi pajak 5–10%: Rp 103.000
- Gaji bersih: sekitar Rp 1.955.210
PPPK Golongan II/a - Gaji pokok: sekitar Rp 2.116.900
- Tunjangan kinerja 5%: Rp 105.845
- Total sebelum pajak: Rp 2.222.745
- Estimasi pajak 5–10%: Rp 111.000
- Gaji bersih: sekitar Rp 2.111.745
Dari hitungan tersebut, selisih gaji bersih mencapai sekitar Rp 156.535, dengan PPPK berada di atas. Kondisi ini muncul karena struktur gaji dasar PPPK memang lebih tinggi pada level awal sebagai kompensasi status kontrak.
Walau konsep grading dibuat untuk menstandardisasi nilai jabatan, gaji tetap bisa berbeda karena beberapa faktor:
- Nilai dan kompleksitas jabatan
Meski tampak setara, tugas dan tanggung jawab jabatan PNS dan PPPK bisa saja berbeda. - Masa kerja golongan (MKG)
Kenaikan gaji mengikuti MKG. Saat naik dari II/a ke II/b misalnya, gaji PNS bisa sekitar Rp 2,1 juta, sementara PPPK dapat menembus Rp 2,3 juta lebih. - Kinerja, wilayah penempatan, dan risiko jabatan
Pemerintah membuka ruang penyesuaian berdasarkan beban kerja, prestasi individu, penugasan wilayah, dan tingkat risiko.
Dengan demikian, kesetaraan grade bukan jaminan gaji yang identik, melainkan kesetaraan nilai jabatan.
Dosen dan peneliti Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol UGM, Dr. Agustinus Subarsono, MSi, MA menilai secara konseptual sistem gaji tunggal merupakan langkah yang positif bagi tata kelola birokrasi dan dapat meningkatkan kesejahteraan ASN.
“Sistem gaji tunggal menyatukan seluruh komponen gaji yang selama ini terpisah, seperti tunjangan anak, istri, beras dan lainnya ke dalam satu gaji pokok ASN. Ini membuat sistem pemberian gaji lebih sederhana,” ujarnya, dikutip pada Sabtu (27/12).
Menurutnya, penerapan sistem gaji tunggal tidak hanya memudahkan pemerintah dalam menghitung anggaran, tetapi juga membantu ASN agar lebih fokus bekerja tanpa harus mencari tambahan pendapatan dari proyek atau kegiatan di luar pekerjaan.
“Kalau sudah ada gaji tunggal, tidak ada lagi honor rapat atau panitia. ASN bisa fokus pada kinerja karena kompensasi sudah menyeluruh,” terangnya. (Pram/fajar)




