FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Mantan Hakim Konstitusi Prof. Maruarar Siahaan membuka sesuatu yang jarang diungkapkan dalam dunia peradilan bahwa kasus dugaan ijazah palsu yang kini menyeret Roy Suryo dan sejumlah tokoh lain berpotensi mengulang tragedi hukum yang sama seperti yang menimpa Gus Nur dan Bambang Tri.
“Proses yang keliru pasti melahirkan hasil yang keliru” tegas Prof Maruarar memberi peringatan keras terhadap arah penegakan hukum saat ini dilansir dari Podcast Madilog yang ditayangkan di Youtube, Sabtu (27/12).
Prof. Maruarar Siahaan, sosok yang telah 42 tahun mengabdi sebagai hakim dan pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Kristen Indonesia menyoroti kasus yang menimpa Roy Suryo Cs terkait tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
Prof. Maruarar mengkritik keras kekeliruan dalam pembuktian perkara, terutama ketika bukti utama berupa ijazah tidak pernah ditunjukkan dalam kasus serupa sebelumnya. Baginya, ketidakhadiran bukti pokok membuat dakwaan menjadi lemah dan proses persidangan kehilangan dasar objektif.
Kasus berkembang di ranah penyidikan Polda Metro Jaya dan berpotensi naik ke Kejaksaan serta pengadilan. Prof. Maruarar merujuk pada pengalaman hukum sebelumnya yang menjadi cermin buruk bagi proses pembuktian saat ini.
Menurut Prof. Maruarar, akar masalahnya adalah tidak pernah hadirnya ijazah sebagai bukti utama dalam perkara-perkara sebelumnya.
“Ijazah tidak pernah ditampilkan, padahal itu unsur utama dakwaan, sehingga kebenaran tidak pernah diuji secara layak,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa ijazah bukan lagi data pribadi ketika seseorang telah memasarkan dirinya dalam kontestasi politik, sehingga publik berhak mengujinya.
Selain itu, ia mengingatkan potensi tekanan kekuasaan yang dapat melemahkan independensi hakim. “Potensi pengaruh kekuasaan itu selalu ada,” ujarnya.
Prof. Maruarar menjelaskan bahwa peradilan sesat bisa terjadi ketika bukti pokok tidak dihadirkan dan beban pembuktian malah dipaksakan kepada pihak yang tidak memiliki akses terhadap data.
Ia menilai hakim seharusnya menggeser beban pembuktian kepada pihak yang menguasai dokumen, seperti pihak universitas atau penyidik, agar dakwaan dapat diuji secara objektif. Jika tidak, proses hukum akan tetap timpang.
Sebagai solusi, ia menekankan pentingnya hakim memerintahkan penunjukan dokumen asli, serta perlunya legal audit untuk memastikan persidangan berjalan sesuai asas independensi dan imparsialitas.
“Proses yang keliru akan melahirkan hasil yang keliru,” tegasnya. (Pram/fajar)



:strip_icc()/kly-media-production/medias/5312155/original/068813000_1754906267-1000195601.jpg)