VIVA – Nepal mengguncang program ambisius Belt and Road Initiative (BRI) China setelah otoritas antikorupsi negara itu secara resmi mengajukan dakwaan pidana terkait dugaan korupsi besar-besaran dalam proyek Bandara Internasional Pokhara. Untuk pertama kalinya, kontraktor dan konsultan asal China didakwa dalam kasus yang menyorot penyimpangan sistematis selama lebih dari satu dekade.
Pemerintah sementara yang dipimpin Perdana Menteri Sushila Karki mengungkap adanya praktik manipulasi pengadaan, penundaan proyek tanpa alasan jelas, serta penggelembungan biaya yang masif. Skandal ini sekaligus menyeret nama pemerintahan sebelumnya di bawah mantan Perdana Menteri KP Sharma Oli dan Pushpa Kamal Dahal alias Prachanda, memicu tuntutan publik akan pertanggungjawaban politik dan hukum.
Komisi Investigasi Penyalahgunaan Wewenang Nepal (CIAA) menuding China CAMC Engineering Co. Ltd. bertindak dengan itikad buruk dalam memperoleh dan menjalankan kontrak pembangunan bandara tersebut. Dalam dakwaannya, CIAA menyebut kontraktor bersama pihak-pihak lain secara sengaja menaikkan estimasi biaya proyek hingga mencapai USD 286,5 juta—jauh melampaui nilai yang disepakati sebelumnya.
"Kontraktor, China CAMC Engineering Co. Ltd., bersama dengan pihak-pihak terdakwa lainnya, setelah mendapatkan kontrak sesuai hukum, tidak melakukan pengadaan dengan benar. Sebaliknya, mereka secara artifisial menaikkan estimasi biaya, hingga mencapai USD 286,526 juta, jauh di atas jumlah yang awalnya disetujui. Ini menunjukkan penyalahgunaan prosedur pengadaan dan penetapan harga yang terlalu tinggi secara sengaja. Akibatnya, diduga terjadi korupsi dan kerugian bagi sektor publik,"
Kasus Bandara Pokhara kini disebut membuka “kotak Pandora” bagi proyek-proyek China lainnya di Nepal, khususnya yang berada di bawah payung BRI. Sejumlah proyek ditengarai mengalami pola serupa, mulai dari penggelembungan biaya, ketidaktransparanan keuangan, hingga risiko jebakan utang.
"Ini belum pernah terjadi sebelumnya. Badan anti-korupsi mengajukan kasus ini hanya karena dapat berfungsi secara independen di bawah pemerintahan baru," kata Madan Krishna Sharma, presiden Transparency International Nepal.
Sebuah komite parlemen yang dibentuk untuk menyelidiki skandal tersebut sekitar setahun yang lalu menemukan puluhan kasus penyimpangan dan korupsi yang terjadi di bawah pemerintahan Oli dan Prachanda. "Korupsi dan penyimpangan tersebut berjumlah sekitar 14 miliar rupee dengan kurs dolar AS saat ini," kata Prem Ale, anggota komite tersebut.




