Prediksi Tren Makanan Global 2026, Bukan Lagi soal Kemewahan

kumparan.com
7 jam lalu
Cover Berita

Tren makanan setiap tahunnya memang mengalami perputaran yang selalu menarik perhatian. Ada makanan yang kepopulerannya bertahan dari tahun ke tahun, tapi ada juga yang kehadirannya cepat berlalu begitu saja.

Pada akhir tahun lalu, kumparanFOOD sempat merangkum prediksi kuliner tahun 2025. Beberapa pakar global yang berasal dari ahli kuliner hingga pemilik bisnis retail supermarket memprediksi tahun 2025 menjadi tahun keemasan bagi makanan tinggi protein; makanan bercita rasa internasional; makanan renyah; kuliner ramah lingkungan; hingga makanan rendah gula.

Nah, untuk tahun 2026, kumparanFOOD mencoba merangkum prediksi tren kuliner di tahun depan dari para pakar dan jurnalis kuliner global yang ditulis oleh media-media luar negeri.

Di antara berbagai prediksi yang mereka tulis, beberapa mengutarakan hal yang sama. Mungkin perkiraan ini bisa menjadi patokan untuk kamu para pebisnis kuliner agar ke depannya bisa lebih berkembang. Kira-kira apa saja, ya? Yuk, simak selengkapnya di bawah ini!

1. Santapan interaktif

Mengutip Food and Wine, berdasarkan laporan dari Innova Market Insights 2026 banyak merek makanan yang meningkatkan kreativitas dalam menciptakan tekstur produk untuk memperkaya kenikmatan saat bersantap.

Ramalan Hungry Panda dan Tastewise 2026 menyebut tren ini sebagai "sensory maximalism" —misalnya boba bercita rasa buah, foam pada teh atau kopi, hingga letupan permen dalam mulut atau lelehan keju hangat. Konsumen mencari pengalaman di mana tekstur, aroma, dan rasa bekerja bersama untuk meningkatkan kenikmatan.

Meningkatnya popularitas minuman berwarna biru, buah sitrus kompleks seperti yuzu dan sudachi, tomat kecil dengan stevia sehingga rasanya manis bak permen, hingga camilan ikan renyah; semuanya disebut-sebut sebagai tren yang akan segera booming oleh berbagai sumber.

“Saya menginginkan pengalaman yang mendalam, saya ingin dibawa ke alam lain, saya ingin mencium dan merasakan ceritanya,” kata Eric Rowse dari Institute of Culinary Education, seperti dikutip dari Delish.

Chris Cortez, Executive Chef dari Fandi Mata mengatakan bahwa ia melihat semakin banyak restoran yang menjadikan pengunjung sebagai bagian dari pertunjukan. “Selama ini, kamu benar-benar hanya merasakan pengalaman ini ketika pergi untuk makan sushi atau omakase,” katanya. “Saya sangat senang melihat tren ini semakin meluas ke restoran-restoran di luar itu.”

2. Kewajiban mengonsumsi protein

Protein sudah sejak tahun lalu disebut-sebut sebagai nutrisi penting, yang bahkan dibutuhkan seorang bayi yang masih di dalam kandungan sang ibu. Celine Beitchman, Direktur Nutrisi di Institute of Culinary Education menyarankan kita untuk mengonsumsi protein dari sumber bahan alami.

Dia juga mengingatkan bahwa kini cukup banyak makanan yang menambahkan bubuk atau "ramuan" protein dalam makanan. Hal ini sangat ia sayangkan, makanya ia tetap menyarankan makanlah protein dari sumber alami.

Menurut ramalan Tastewise, jika beberapa tahun lalu orang penasaran dengan daging nabati yang disebut sebagai "daging palsu", tampaknya kini orang-orang kembali kepada "daging asli".

“Pertumbuhan protein bukan hanya tentang kuantitas. Ini tentang kualitas dan keaslian,” menurut laporan tersebut, yang menjelaskan bahwa, “Konsumen menjauhi 'kepalsuan' dalam pengganti ultra-olahan, mencari makanan yang terasa sederhana, transparan, dan sesuai dengan asalnya.”

Dalam survei laporan konsumen, kelompok tersebut menemukan bahwa minat terhadap "keaslian" meningkat 31 persen dari tahun ke tahun.

Sementara itu, wakil presiden pengembangan bisnis perusahaan, Mark Pastore mengungkapkan, “Di antara potongan daging yang sedang tren adalah steak hanger dan flank, dengan pertumbuhan 19 persen dari tahun ke tahun untuk patty daging sapi. Setiap menu sekarang memiliki smashburger.”

3. Makanan serba sehat yang kaya akan serat

Kesehatan dan nutrisi telah menginspirasi sejumlah tren budaya selama setahun terakhir. Kini, pengaruh tersebut meluas ke dunia restoran. “Pada tahun 2026, saya memperkirakan restoran akan bersaing dengan menyajikan lebih banyak rasa dan dampak visual dalam porsi yang lebih kecil,” kata Alex Pfaffenbach, Managing Partner dari Markette dan The Argyle, sepert dikutip dari Delish.

“Ada pergeseran yang nyata menuju pola makan yang terasa bergizi tanpa menghilangkan seluruh kelompok makanan,” tambah Celine. “Orang-orang menginginkan makanan yang membuat mereka merasa nyaman, mendukung energi dan rasa kenyang, dan tetap terasa lezat.”

Sementara itu, dalam laporan Datassential Trends 2026, " Kesehatan usus dan GLP-1 sedang menjadi tren, dan dengan itu, produsen dan pengecer akan fokus pada sumber nutrisi yakni serat (yang secara alami dapat meningkatkan hormon GLP-1 dalam tubuh) dan akan membuat sorotan khusus dalam kemasan makanan atau minuman.

Laporan tersebut juga mencatat peningkatan tren "fibermaxxing", istilah yang kini tren di TikTok itu menggambarkan konsumen mencoba memasukkan serat sebanyak mungkin ke dalam resep atau hidangan yang hendak mereka santap.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Tanggul Sungai Plumbon di Semarang Jebol, Ribuan Orang Terdampak
• 21 jam lalukompas.id
thumb
Bapanas Jamin Stok Telur Nasional Aman
• 6 jam lalutvrinews.com
thumb
Anak Eks Bintang Manchester United Debut Saat Kalahkan Newcastle, Ini Kata Ruben Amorim
• 7 jam lalukompas.tv
thumb
BMKG: Sebagian Besar Indonesia Hujan Ringan Hari Ini
• 10 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Kasus Flu di New York Merebak Lebih Cepat dari Biasanya
• 6 jam lalumediaindonesia.com
Berhasil disimpan.