Industri penunjang minyak dan gas (migas) dalam negeri semakin menunjukkan peran strategisnya. Bukan lagi sekadar pelengkap, sektor ini kini menjadi kekuatan penting dalam menopang industri nasional sekaligus menekan ketergantungan pada produk impor.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan, penguatan industri penunjang migas merupakan fondasi menuju kemandirian ekonomi nasional. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menilai kebijakan yang mendorong penggunaan produk lokal sudah berada di jalur yang tepat.
“Industri penunjang migas dalam negeri memiliki peran penting sebagai penopang industri nasional. Pemerintah berkomitmen memastikan pemanfaatan produk dalam negeri semakin optimal guna memperkuat struktur industri nasional dan mengurangi ketergantungan terhadap produk impor,” tegas Agus Gumiwang di Jakarta, Rabu (24/12/2025).
Optimisme tersebut tampak saat Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Setia Diarta, meninjau fasilitas PT Teknologi Rekayasa Katup (TRK) di Cikande, Serang.
PT TRK menjadi contoh nyata keberhasilan manufaktur nasional. Perusahaan ini memproduksi katup (valve) berteknologi tinggi, mulai dari ball valve hingga manifold, yang sangat vital bagi industri migas dan pembangkit listrik.
“Industri penunjang migas dalam negeri telah menunjukkan kemampuan yang semakin kompetitif, baik dari sisi teknologi, kualitas produk, maupun kesiapan SDM,” ujar Setia Diarta.
Dengan kapasitas produksi mencapai 12.000 unit per tahun, produk PT TRK tidak hanya memenuhi kebutuhan domestik, tetapi juga berhasil menembus pasar Timur Tengah.
Aturan Baru TKDN: Lebih Sederhana dan TransparanUntuk memperkuat posisi industri lokal, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2025 yang menyederhanakan proses penilaian Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
“Tujuannya agar penilaian TKDN lebih sederhana, cepat, dan transparan. Ini untuk menciptakan kepastian pasar dan persaingan usaha yang sehat,” tambah Setia.
Direktur Utama PT TRK, Soni, menyambut baik langkah tersebut, namun mengingatkan masih perlunya perlindungan tambahan dari serbuan impor.
“Diperlukan sinkronisasi kebijakan lain, misalnya larangan pembatasan (lartas) produk Ball Valve untuk mengendalikan produk impor agar tidak membanjiri pasar dalam negeri,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kemudahan akses bahan baku agar biaya produksi tetap efisien.
Komitmen mendukung industri lokal juga datang dari sektor hulu. Vice President Bidang Dukungan Bisnis SKK Migas, Maria Kristanti, menyebut TKDN kini menjadi indikator kinerja utama.
Sejak 2020 hingga 2025, realisasi belanja hulu migas mencapai Rp388 triliun, dengan komitmen TKDN sebesar 59 persen.
“Filosofinya sederhana: Karena TKDN itu dampaknya pastinya dari kita, untuk kita, negara kita,” tegas Maria.
Di Jawa Timur saja, 63 persen dari total nilai kontrak senilai Rp9,34 triliun berasal dari produk dalam negeri. Angka ini menunjukkan kuatnya sinergi antara kebijakan pemerintah, kemampuan produsen lokal, dan ketegasan SKK Migas dalam mendorong penggunaan produk nasional.
Pada akhirnya, kebijakan yang berpihak pada industri dalam negeri tidak hanya memperkuat struktur manufaktur nasional, tetapi juga menciptakan multiplier effect bagi ekonomi yaitu, membuka lapangan kerja, meningkatkan kapasitas teknologi, dan memperkuat daya saing Indonesia di pasar global. (E-3)





