Penulis: Fityan
TVRINews – Ramallah
Utang Publik Membengkak di Tengah Lonjakan Pengangguran Gaza
Ekonomi Palestina dilaporkan berada pada titik nadir yang mengkhawatirkan. Kombinasi dari konflik berkepanjangan di Gaza, pembatasan ketat di Tepi Barat, serta krisis likuiditas yang ekstrem telah membawa stabilitas finansial otoritas ke ambang keruntuhan total.
Laporan terbaru dari Badan Pusat Statistik Palestina (PCBS) dan Otoritas Moneter Palestina (PMA) dalam Palestinian Economic Monitor Jumat 26 Desember 2025 mengungkapkan potret suram: Produk Domestik Bruto (PDB) di Jalur Gaza menyusut drastis sebesar 84 persen sepanjang tahun 2025 dibandingkan tahun 2023. Di saat yang sama, angka pengangguran di wilayah tersebut telah menyentuh level 77 persen.
Beban Utang Melampaui PDB
Menteri Ekonomi Palestina, Mohammed al-Amour, menyatakan bahwa pemerintah saat ini tengah berjuang menghadapi tekanan fiskal yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak berdirinya Otoritas Palestina (PA) pada tahun 1994.
“Total utang publik yang terakumulasi mencapai 14,6 miliar dolar AS pada akhir November 2025. Angka ini setara dengan 106 persen dari PDB tahun 2024,” ujar al-Amour kepada Al Jazeera.
Menurutnya, krisis ini diperparah oleh kebijakan otoritas Israel yang menahan pendapatan kliring Palestina sebesar 4,5 miliar dolar AS. Al-Amour menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk "hukuman kolektif" yang melumpuhkan kemampuan pemerintah untuk memenuhi kewajiban dasar, termasuk pembayaran gaji pegawai publik dan operasional layanan kesehatan.
Lumpuhnya Sektor-Sektor Utama
Data resmi menunjukkan penurunan tajam di hampir seluruh lini ekonomi. Sektor konstruksi terkontraksi hingga 41 persen, sementara sektor industri dan pertanian masing-masing merosot 29 persen. Sektor pariwisata, yang menjadi tulang punggung ekonomi, kehilangan pendapatan lebih dari 2 juta dolar AS setiap harinya.
Samir Hazbun, akademisi dari Universitas al-Quds sekaligus anggota Federasi Kamar Dagang Palestina, menyoroti bahwa krisis ini merupakan akumulasi dari guncangan bertubi-tubi.
"Setelah pandemi COVID-19, perang di Gaza menghancurkan harapan pemulihan. Investasi perhotelan senilai 550 juta dolar AS kini tidak memberikan imbal hasil, memaksa ribuan pekerja kehilangan jaminan sosial mereka," jelasnya.
Ancaman Kejatuhan Institusional
Pakar ekonomi Haitham Daraghmeh memperingatkan bahwa tanpa adanya intervensi internasional atau pelepasan dana kliring yang ditahan, pemerintah Palestina hanya berfungsi layaknya "mesin ATM tanpa daya investasi."
"Penahanan pendapatan kliring bukan lagi sekadar krisis keuangan sementara, melainkan faktor penyebab kelumpuhan ekonomi total," tegas Daraghmeh.
Bank Dunia sebelumnya telah memperingatkan bahwa ketidakmampuan pemerintah untuk membayar gaji dan memenuhi kewajiban utang dapat memicu keruntuhan institusional secara menyeluruh. Meskipun beberapa negara donor telah menjanjikan dukungan, bantuan tersebut hingga kini belum terealisasi secara signifikan di lapangan.
Kini, pertanyaan besar yang dihadapi para pengambil kebijakan di Ramallah adalah seberapa lama sistem ini mampu bertahan di bawah kondisi blokade finansial sebelum benar-benar mengalami disintegrasi ekonomi secara permanen.
Editor: Redaktur TVRINews



