Penulis: Lidya Thalia.S
TVRINews, Jayapura
Pohon pinang yang menjulang tinggi di halaman Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 29 Jayapura, Papua, menjadi pengingat perjalanan hidup Alfius Jrifenth Mote. Bagi remaja 15 tahun itu, pinang bukan sekadar tanaman, melainkan bagian dari perjuangan hidup yang telah ia jalani sejak kecil.
Ditemui di ruang kepala sekolah SRMA 29 Jayapura, yang berlokasi di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Jayapura, Alfius mengisahkan masa kecilnya yang lekat dengan kerja keras. Sejak berusia 9 tahun, ia harus membantu ibunya berjualan pinang dan sirih di Pantai Base G, Jayapura, setelah sang ayah meninggal dunia saat ia masih balita.
Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, Alfius terbiasa memanjat sedikitnya lima pohon pinang dan mencari daun sirih. Hasilnya kemudian dikemas untuk dijual bersama ibunya. Sepulang sekolah pun, ia kembali membantu berjualan hingga sore hari.
“Mama jual di Pantai Base G,” ujar Alfius dalam keterangan tertulis, Sabtu, 27 Desember 2025.
Postur tubuh yang gempal dan kumis tipis di wajahnya kerap membuat orang tak menyangka usianya masih 15 tahun. Meski demikian, ia tetap anak remaja yang gemar bermain bersama teman-temannya. Biasanya, setelah menemani ibunya berjualan hingga sekitar pukul 15.00 WIT, barulah ia menyempatkan diri bermain.
Penghasilan dari berjualan pinang pun tidak menentu. Alfius menjelaskan, dagangan mereka dibagi dalam dua paket, yakni paket kecil berisi 13 buah pinang, tiga lembar daun sirih, dan kapur seharga Rp10 ribu, serta paket besar berisi 30 buah pinang, lima daun sirih, dan kapur yang dijual Rp20 ribu.
Kemampuan memanjat pohon pinang diperoleh Alfius dari kakak laki-lakinya yang kini duduk di kelas III SMA. Tubuh Alfius yang lebih kecil membuatnya lebih mudah memanjat pohon pinang yang tinggi dan tidak terlalu kokoh. Sementara satu kakaknya yang lain telah menempuh pendidikan di bangku kuliah.
Berbeda dengan kedua kakaknya, Alfius sempat terancam putus sekolah karena keterbatasan ekonomi keluarga. Kondisi tersebut berubah ketika keluarga Alfius mendapat kabar tentang program prioritas Sekolah Rakyat yang digagas Presiden Prabowo Subianto. Program tersebut menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem yang masuk dalam desil 1 dan 2 Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN).
Tak lama kemudian, seorang pendamping sosial datang ke rumah Alfius dan menawarkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Rakyat yang akan dibuka di Jayapura. Tawaran itu pun disambut dengan penuh harapan oleh keluarga Alfius.
Kini, lebih dari lima bulan Alfius tinggal di asrama SRMA 29 Jayapura. Seluruh kebutuhannya ditanggung negara, mulai dari makan tiga kali sehari dan dua kali makanan selingan, seragam sekolah, tas, sepatu, alat tulis, tempat tidur, pemeriksaan kesehatan, hingga biaya pendidikan.
Selain dibimbing oleh guru, Alfius bersama 99 siswa lainnya juga mendapat pendampingan dari wali asuh dan wali asrama selama 24 jam. Seluruh aktivitas siswa diatur secara terjadwal dengan disiplin tinggi.
“Saya sudah betah di sini. Teman-teman banyak, makan tiga kali sehari, enak, semua terjamin,”ungkap Alfius.
Yang terpenting, Alfius kini dapat fokus belajar dan menikmati masa remaja seperti anak-anak seusianya, tanpa harus mempertaruhkan keselamatan dengan memanjat pohon pinang atau berjualan setiap hari. Dari Sekolah Rakyat, Alfius mulai memanjat harapan baru untuk mewujudkan cita-citanya menjadi prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Editor: Redaktur TVRINews



