Upah Minimum Jatim 2026, Ada Sederet Pekerjaan Rumah

kompas.id
6 jam lalu
Cover Berita

Dewan pengupahan dan pemerintah daerah di Jawa Timur telah menetapkan upah minimum provinsi dan 38 kabupaten/kota tahun 2026. Nilainya naik. Namun, upah minimum yang berlaku mulai 1 Januari 2026 dinilai belum berpihak kepada pekerja maupun pengusaha, bahkan menyisakan sederet persoalan yang menjadi pekerjaan rumah.

Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Jatim) secara resmi menetapkan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2026 sebesar Rp 2.446.895 per bulan. Kebijakan ini kemudian diikuti dengan penetapan upah minimum untuk 38 kabupaten dan kota di Jatim.

Dari 38 kota/kabupaten itu, Surabaya memiliki upah minimum kabupaten/kota (UMK) tertinggi di Jatim, yakni dengan nilai Rp 5.288.796 per bulan. Sementara itu, upah minimum Kabupaten Situbondo menjadi yang terendah di Jatim, yakni Rp 2.483.962.

Baca JugaBuruh Jatim Tuntut Kenaikan UMP

Kebijakan tentang upah minimum 2026 itu tertuang dalam Keputusan Gubernur Jatim Nomor 100.3.3.1/937/013/2015 yang berlaku mulai 1 Januari 2026. Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan, upah minimum itu berlaku bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari 1 tahun.

Selain itu, upah yang telah berada di atas UMP tidak boleh diturunkan. Pihaknya juga melarang pengusaha membayar upah di bawah UMK. Adapun pelanggaran terkait upah akan dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

KOMPAS
Presiden Prabowo Subianto baru saja mengesahkan Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan yang mengatur formulasi perhitungan upah minimun di tahun 2026. Meski demikian aturan ini nyatanya tidak memuaskan bagi pihak buruh maupun pengusaha. Ujung-ujungnya terjadi penolakan. Jika kita lihat ke belakang, formulasi penghitungan upah minimum selalu berubah. Lantas seperti apa sejarah penetapan upah minimum di Indonesia? Mengapa upah minimum tidak memuaskan pihak buruh dan pengusaha?

Nilai upah minimum 2026 di Jatim, baik UMP maupun UMK, naik dibandingkan tahun sebelumnya. UMP Jatim 2026 naik Rp 140.895 atau 5,7 persen dibandingkan upah minimum tahun 2025, sedangkan rata-rata UMK di 38 kabupaten/kota di Jatim naik 6,11 persen dibandingkan rata-rata upah tahun 2024.

Meski nilainya naik, penetapan upah minimum di Tlatah Brangwetan, julukan bagi Jatim, sejatinya masih meninggalkan sederet pekerjaan rumah. Sebab, besaran nilai upah minimum di Jatim termasuk terendah dibandingkan provinsi lain di Indonesia.

Selain itu, besaran nilai upah minimum tersebut dinilai belum mampu menutup standar hidup layak bagi pekerja lajang. Persoalan lainnya ialah kesenjangan upah yang tinggi, yakni lebih dari 50 persen, antara daerah satu dan daerah lain.

Data menunjukkan, besaran upah minimum tiga kabupaten di Jatim, yakni Sampang, Bondowoso, dan Situbondo hanya berbeda tipis dengan UMP Jatim. Padahal, UMP Jatim berada di urutan 4 terendah di Indonesia bersama Provinsi Jawa Barat Rp 2.317.601 per bulan, Jawa Tengah Rp 2.327.386 per bulan, dan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan upah minimum Rp 2.417.495 per bulan.

Selain itu, mayoritas upah minimum di Jatim dianggap belum mampu memenuhi standar hidup layak. Berdasarkan hasil survei, KHL (kebutuhan hidup layak) di Jatim mencapai Rp 3,5 juta per bulan per pekerja. Namun, dari 38 kota/kabupaten di Jatim, hanya 9 kota/kabupaten di antaranya yang upah minimumnya di atas standar KHL untuk buruh lajang.

Sembilan daerah itu adalah Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Pasuruan, Mojokerto, Malang, Malang, Batu, dan Pasuruan. Artinya, mayoritas atau 29 kabupaten dan kota di Jatim memiliki upah minimum di bawah standar kebutuhan hidup layak.

Adapun 29 daerah itu adalah Jombang, Tuban, Mojokerto, Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kota Probolinggo, Jember, Banyuwangi, Kota Kediri, Bojonegoro, dan Kabupaten Kediri. Selain itu, Kota Blitar, Tulungagung, Kota Madiun, Lumajang, Kabupaten Blitar, Nganjuk, Ngawi, Magetan, Sumenep, Kabupaten Madiun, Bangkalan, Ponorogo, Trenggalek, Pamekasan, Pacitan, Bondowoso, Sampang, serta Situbondo.

Kesenjangan

Persoalan lain, provinsi yang berada di ujung timur Pulau Jawa ini juga sudah lama diliputi kesenjangan upah minimum antardaerah. Upah tertinggi, yakni di Surabaya, terpaut Rp 2.804.834 atau 53 persen dengan upah terendah, yakni di Situbondo. Upah minimum dua pekerja di Situbondo bahkan masih lebih rendah dibandingkan seorang pekerja di Surabaya.

Kesenjangan upah yang tinggi memiliki dampak negatif, antara lain mendorong masyarakat atau pekerja berpindah dan meninggalkan daerahnya (urbanisasi) besar-besaran demi memburu upah tinggi.  Di sisi lain, hal itu dinilai turut memancing pelaku usaha merelokasi tempat usaha demi mendapatkan upah murah.

Kesenjangan upah pada daerah-daerah yang wilayahnya berbatasan secara langsung, berpotensi memantik kecemburuan penghasilan di kalangan pekerja. Situasi itu juga menciptakan persaingan yang tidak sehat bagi dunia usaha.

Purwo (35), salah satu pekerja kafe di kawasan Gubeng, Surabaya, mengaku nekat merantau ke ibu kota provinsi karena tergiur upah tinggi. Lelaki berpendidikan sarjana strata 1 (S-1) dari sebuah perguruan tinggi swasta di Madiun ini menyatakan sempat kembali ke kampungnya di Pacitan setelah lulus kuliah.

Dia sempat diterima kerja di sebuah perusahaan perikanan dengan gaji sesuai UMK, yakni Rp 2,5 juta per bulan. Namun, ia menilai gajinya kecil. Purwo kemudian mencari kerja di Surabaya dan diterima sebagai pelayan restoran atau kafe.

“Di sini upah pelayan sesuai UMK. Nilainya lebih dari 2 kali lipatnya kerja di Pacitan,” kata Purwo, Sabtu (27/12/2025).

Kesenjangan  upah yang sangat mencolok juga banyak ditemukan di daerah yang berbatasan langsung, seperti Kabupaten Mojokerto dan Kota Mojokerto serta Kabupaten Pasuruan dan Kota Pasuruan. Upah minimum Kabupaten Mojokerto mencapai Rp 5,176 juta per bulan, sedangkan upah di Kota Mojokerto hanya Rp 3,2 juta per bulan.  Selisihnya mencapai Rp 1,967 juta atau 38 persen.

Kondisi juga terjadi di Kabupaten Pasuruan dengan upah Rp 5,187 juta per bulan dan Kota Pasuruan dengan upah Rp 3,55 juta per bulan. Selisih upahnya Rp 1.632.380 per bulan atau sekitar 31 persen.

Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jatim Ahmad Jazuli menilai, deretan pekerjaan rumah terkait pengupahan itu sejatinya bukan hal baru. Persoalan itu berulang setiap tahun dengan alasan regulasi dan menjaga iklim usaha tetap kondusif.

Sebagai gambaran, penghitungan upah minimum 2026 menggunakan formula baru yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan, yakni dengan tetap mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Caranya, upah minimum saat ini (tahun 2025) ditambah nilai penyesuaian.

Adapun nilai penyesuaian diperoleh dari hasil penambahan inflasi dengan hasil perkalian antara pertumbuhan ekonomi dan alfa. Hasilnya dikali upah minimum saat ini. Nilai alfa berdasarkan peraturan terbaru adalah 0,5-0,9.

Dengan formula pengupahan itu, UMP Jatim 2026 nilainya hanya sekitar Rp 2,4 juta per bulan atau di kisaran 64 persen dari kebutuhan hidup layak. Padahal, upah minimum idealnya mencapai 100 persen KHL.

“Oleh karena itu, sampai kapan pun upah minimum Jatim tidak akan mampu mencapai nilai minimal standar hidup layak,” ujar Jazuli.

Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jatim Ahmad Fauzi menilai UMK Jatim 2026 belum mencerminkan rasa keadilan bagi pekerja. Penghitungan besaran UMK di Jatim yang rata-rata menggunakan nilai alfa 0,7 belum sesuai keinginan buruh yang sejak awal mendorong penghitungan dengan alfa 0,9 agar kenaikan upah di kisaran 7 persen.

"Jawa Timur ini ekonomi terbesar kedua di Indonesia, tetapi ironisnya UMP (upah minimum provinsi) justru masuk empat terbawah di Indonesia. Bahkan, UMP Jatim masih terpaut sekitar Rp 1 juta dari standar hidup layak,”  ujar Fauzi.

Fauzi menyadari para pekerja tidak bisa memaksa Gubernur Jatim menyamakan UMP dengan KHL. Namun, pihaknya berharap setidaknya ada upaya nyata untuk mendekatkan jarak antara upah minimum provinsi dengan kebutuhan hidup layak.

Menurut dia, kenaikan upah pekerja berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi Jatim. Alasannya, ketika kesejahteraan buruh meningkat, daya beli masyarakat ikut terdongkrak sehingga belanja atau pengeluaran rumah tangga menjadi lebih besar. Pengeluaran rumah tangga inilah yang menggerakkan roda perekonomian lokal dan regional.

Upah sektoral

Sementara itu, Ketua Komite Tetap Hubungan Industrial Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, Dwi Ken Hendrawanto, yang juga Sekretaris Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) Jatim mengatakan, pihaknya telah menerima keputusan Gubernur Jatim terkait penetapan upah minimum 2026.

“Terus terang kemarin kami sudah menerima SK (surat keputusan) dari Gubernur Jawa Timur terkait UMK dan kebijakan itu harus berjalan mulai 1 Januari 2026,” kata Dwi Ken, Kamis (25/12/2025).

Sebelumnya, kalangan pengusaha sempat diliputi kekhawatiran terkait proses pembahasan di Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Timur yang melibatkan berbagai unsur, termasuk pengusaha, pekerja, dan pemerintah. Menurut dia, pengusaha telah berupaya mengikuti arahan pemerintah pusat dalam perhitungan kenaikan upah.

“Pengusaha pun sudah berusaha sekuat mungkin untuk mengeluarkan hitungan sesuai arahan dari Presiden Prabowo bahwa alfa minimal 0,5,” ujarnya.

Pengusaha berharap angka alfa berada di kisaran 0,5. Harapan tersebut sebagian terwujud karena keputusan gubernur menetapkan wilayah ring 1 rata-rata berada di angka tersebut, meski di beberapa daerah nilainya tetap tergolong tinggi.

Akan tetapi, kekhawatiran kalangan pengusaha belum sepenuhnya mereda karena kembali diberlakukannya kebijakan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) di Jatim. Meski angkanya tidak sekontroversial tahun lalu, UMSK tetap menjadi tambahan beban bagi industri tertentu. Selain harus menyesuaikan UMK, pengusaha juga diwajibkan mengeluarkan tambahan biaya untuk upah sektoral.

“Ini jadi catatan penting terkait berapa industri sektoral yang memang masuk dalam daftar yang dikeluarkan oleh Gubernur Jatim,” kata Dwi.

Dwi Ken menegaskan bahwa kenaikan UMK akan berdampak pada seluruh sektor industri, baik industri kecil, menengah maupun besar di Jawa Timur. Oleh karena itu, pihaknya berharap kenaikan upah tersebut sejalan dengan peningkatan produktivitas tenaga kerja.

“Sebenarnya adanya UMSK ini tentunya produktivitas kerja harus meningkat. Namun, kenyataannya banyak industri yang produktivitasnya tidak meningkat meski upah terus naik,” ujar Ken.

Menurut dia, ketika kenaikan upah tidak diimbangi produktivitas, pengusaha cenderung melakukan efisiensi. Pihaknya pun berharap langkah efisiensi yang diambil tersebut tidak berujung pada kebijakan ekstrem, seperti pemutusan hubungan kerja.

Apalagi kondisi industri saat ini berada pada fase tidak baik-baik saja dan masih menghadapi tekanan berat. Ada sejumlah industri di Jawa Timur yang mengalami penurunan, seperti industri sepatu, perikanan, tekstil, dan kayu akibat penurunan daya beli global, perang dagang, serta konflik internasional yang mempengaruhi kinerja industri berorientasi ekspor.

Dwi Ken juga menyoroti dampak kenaikan UMK terhadap daya saing Jawa Timur. Menurut dia, disparitas upah yang tinggi membuat banyak pengusaha melirik provinsi lain seperti Jawa Tengah yang nilai upahnya masih rendah.

Pihaknya mengakui relokasi investasi sudah terjadi saat ini dan hal ini sulit dihindari. Bahkan, ada pengusaha asal Jawa Timur yang membangun kawasan industri di Jawa Tengah karena perbedaan upah yang dinilai sukup signifikan. Meski demikian, masih banyak pengusaha yang tetap berkomitmen mempertahankan usahanya di Jatim karena mempertimbangkan dampak sosial seperti pengangguran.

“Kita ini sebagai pengusaha yang tinggal di Jawa Timur kan harus memikirkan pekerja lokal yang memang jangan sampai terdampak dan jadi masalah sosial baru,” katanya.

Lantas, bagaimana jika perusahaan belum mampu mengimplementasikan UMK 2026 pada Januari nanti ?  Menurut Dwi Ken, ada mekanisme kesepakatan antara pengusaha dan pekerja.

“Banyak pengusaha yang memang disarankan membuat keputusan bersama, antara pihak perusahaan dengan pekerja. Kesepakatan tersebut harus dilaporkan ke dinas tenaga kerja,” kata Dwi.

Kini, Januari 2026 tinggal hitungan hari. Implementasi upah baru pun dinanti oleh para pekerja meski nilainya masih belum mencukupi kebutuhan hidup layak. Semoga tidak ada lagi penangguhan dan negosiasi ulang yang semakin menyengsarakan kalangan pekerja.

Baca JugaUpah Minimum 2026 Mengacu Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Hubungan dengan Jepang Terus Memburuk, Rusia Minta Tokyo Ubah Sikap
• 19 jam laluviva.co.id
thumb
Prediksi Skor Arsenal vs Brighton: Head to Head, Susunan Pemain
• 4 jam lalubisnis.com
thumb
Menteri LH ingatkan sampah bukan berkah tapi masalah perlu ditangani
• 7 jam laluantaranews.com
thumb
Petugas Keamanan Cerita Order Fiktif Hylmi ke Rumah Eks Pacar: Sejam Bisa 4 Kali
• 5 jam lalukumparan.com
thumb
Ramalan Zodiak Besok, 28 Desember 2025: Aries, Taurus, Gemini, Cancer, Leo, hingga Virgo
• 9 jam lalutvonenews.com
Berhasil disimpan.