Dunia Hadapi Paradoks Ekonomi, Muncul Kekhawatiran AI Bubble

cnbcindonesia.com
6 jam lalu
Cover Berita

Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia saat ini sedang menyaksikan sebuah fenomena sejarah yang langka. Dua realitas besar sedang terjadi secara bersamaan namun saling bertolak belakang, menciptakan sebuah paradoks ekonomi yang membingungkan sekaligus menantang.

Di satu sisi, lampu kuning dari indikator ekonomi global mulai berkedip cepat. Data-data pasar keuangan menunjukkan bahwa harga aset investasi sudah melambung tinggi, meninggalkan fundamental ekonomi yang sebenarnya.

Bayang-bayang gelembung pasar tengah menghantui para investor yang khawatir akan terjadinya koreksi tajam akibat valuasinya yang sudah terlampau tinggi.

//FMG_Tag - IMPULSE var _ContextAdsPublisher = window.parent.document.createElement('script'); _ContextAdsPublisher.type = 'text/javascript'; _ContextAdsPublisher.async = true; _ContextAdsPublisher.id = "cads-generic"; _ContextAdsPublisher.src = window.parent.document.location.protocol + '//cdn.contextads.live/publishers/cads-generic.min.js?product=impl'; var _scripter = window.parent.document.getElementsByTagName('script')[0]; _scripter.parentNode.insertBefore(_ContextAdsPublisher, _scripter); //FMG_Tag - VIBE var _ContextAdsPublisher = window.parent.document.createElement('script'); _ContextAdsPublisher.type = 'text/javascript'; _ContextAdsPublisher.async = true; _ContextAdsPublisher.id = "cads-generic"; _ContextAdsPublisher.src = window.parent.document.location.protocol + '//cdn.contextads.live/publishers/cads-generic.min.js?product=vibe'; var _scripter = window.parent.document.getElementsByTagName('script')[0]; _scripter.parentNode.insertBefore(_ContextAdsPublisher, _scripter); //FMG_Tag - RC var _ContextAdsPublisher = window.parent.document.createElement('script'); _ContextAdsPublisher.type = 'text/javascript'; _ContextAdsPublisher.async = true; _ContextAdsPublisher.id = "cads-generic"; _ContextAdsPublisher.src = window.parent.document.location.protocol + '//cdn.contextads.live/publishers/cads-generic.min.js?product=rc'; var _scripter = window.parent.document.getElementsByTagName('script')[0]; _scripter.parentNode.insertBefore(_ContextAdsPublisher, _scripter); //FMG_Tag - expandedFloor var _ContextAdsPublisher = window.parent.document.createElement('script'); _ContextAdsPublisher.type = 'text/javascript'; _ContextAdsPublisher.async = true; _ContextAdsPublisher.id = "cads-generic"; _ContextAdsPublisher.src = window.parent.document.location.protocol + '//cdn.contextads.live/publishers/cads-generic.min.js?product=sf'; var _scripter = window.parent.document.getElementsByTagName('script')[0]; _scripter.parentNode.insertBefore(_ContextAdsPublisher, _scripter);

Namun, di sisi lain, revolusi teknologi justru sedang berlari sangat kencang. Uang dalam jumlah ribuan triliun rupiah terus digelontorkan untuk proyek infrastruktur fisik terbesar di era modern, didorong oleh ledakan kecerdasan buatan (AI).

Pertanyaan besarnya yaitu, apakah investasi ribuan triliun ini sesuai dengan output yang diharapkan atau hanya overhype dan hanya memberikan sedikit return terhadap added value ekonomi dunia?

Jawabannya terletak pada perubahan fundamental kemampuan AI itu sendiri. Kita tidak lagi berbicara tentang komputer yang hanya bisa menjawab pertanyaan, melainkan entitas digital yang mampu menjalankan bisnis.

Hal ini terlihat dari hasil pengujian terbaru bernama Vending-Bench. Benchmark ini menguji kemampuan model AI dalam mempertahankan strategi jangka panjang dengan mensimulasikan pengelolaan bisnis vending machine-termasuk manajemen stok, penetapan harga, dan menjaga profitabilitas.

Berikut adalah data perbandingan kinerja model AI dibandingkan manusia dalam simulasi tersebut:

//

Pergeseran Peta Kompetisi AI

Mengacu pada data kinerja di atas, kompetisi industri teknologi kini tidak lagi berpusat pada kemampuan chatbot, melainkan pada kemampuan reasoning dan penyelesaian masalah yang kompleks.

Berikut adalah pemetaan terkini para pemain utama dalam industri ini:

Sebagai pelopor melalui ChatGPT, OpenAI kini mengarahkan pengembangannya pada model yang memiliki kemampuan berpikir logis sebelum merespons. Seperti terlihat pada kinerja GPT-5 di tabel simulasi, fokus mereka adalah menciptakan sistem dengan durabilitas tinggi yang mendekati level Artificial General Intelligence (AGI).

Google memanfaatkan keunggulan infrastruktur datanya melalui Gemini. Selain performa yang stabil dalam simulasi (mencatat nilai minimum Net Worth tertinggi), keunggulan utama Gemini terletak pada context window yang besar. Ini memungkinkan model tersebut memproses berbagai format data-seperti video, dokumen, dan email-secara bersamaan dalam satu ekosistem.

Anthropic dengan model Claude mengambil pendekatan yang berbeda. Model ini dikenal di kalangan pengembang karena kemampuan penulisan coding yang presisi dan gaya bahasa yang lebih natural. Fokus Anthropic tetap pada safety dan interaksi yang menyerupai manusia.

Grok (xAI) menunjukkan performa agresif dalam simulasi bisnis. Keunggulan kompetitif model ini didukung oleh akses langsung ke data waktu real-time dari platform sosial X, memberikan kelebihan dalam analisis tren terkini dibandingkan kompetitor lainnya.

Peningkatan kapabilitas perangkat lunak ini mendorong kebutuhan infrastruktur yang masif. Permintaan akan daya komputasi dan energi listrik meningkat tajam, yang menjadi faktor utama di balik tingginya belanja modal di sektor teknologi saat ini.

//

Pertarungan Infrastruktur dan Proyek Ribuan Triliunan

Di balik layar aplikasi yang mulus di layar ponsel, terdapat aktivitas pembangunan fisik yang masif dan brutal.

Perusahaan teknologi tidak lagi hanya bersaing dalam kode pemrograman, tetapi bersaing memperebutkan lahan, chip komputer, dan pasokan listrik. Berdasarkan data lapangan, terdapat dua kubu besar dengan strategi yang berbeda total.

Kubu pertama dipimpin oleh kolaborasi Microsoft dan OpenAI. Laporan industri menyebutkan adanya rencana pembangunan superkomputer raksasa dengan kode nama "Stargate".

Proyek ini diperkirakan menelan biaya hingga US$ 100 miliar (sekitar Rp 1.675,22 triliun). Angka ini akan bertambah seiring dengan berjalannya waktu hingga mencapai potensi US$ 500 miliar.

Stargate didesain sangat bergantung pada chip pemroses grafis (GPU) buatan Nvidia. Kebutuhan energinya pun diproyeksikan mencapai 5 Gigawatt-setara dengan kebutuhan listrik untuk menerangi jutaan rumah tangga. Ini bukan lagi sekadar pusat data, melainkan sebuah kota mesin.

Kubu kedua mengambil jalan yang berbeda. Amazon, bekerja sama dengan Anthropic, membangun pusat data raksasa di tengah ladang jagung di Indiana, Amerika Serikat, di bawah kode "Project Rainier".

Yang menarik dari proyek ini adalah strategi "Anti-Nvidia". Alih-alih mengantre untuk membeli chip Nvidia yang mahal dan langka, Amazon memilih memproduksi chip buatan sendiri yang diberi nama Trainium.

Skala proyek ini begitu masif hingga mengubah lanskap ekonomi lokal dan kebijakan energi. Pembangkit listrik tenaga batu bara yang seharusnya dipensiunkan, kini dipaksa beroperasi lebih lama demi menyuplai listrik ke ribuan server AI ini.

Hal ini memunculkan dilema baru yaitu kemajuan teknologi AI ternyata harus dibayar mahal dengan dampak lingkungan yang meningkat.

Foto: CEO Nvidia Jensen Huang (kiri) dan CEO SoftBank Group Masayoshi Son berbincang selama acara AI di Tokyo pada 13 November 2024. (AFP/STR)

Risiko Lingkaran Uang Semu

Di tengah belanja infrastruktur yang gila-gilaan ini, analis keuangan menyoroti sebuah risiko tersembunyi. Terdapat pola perputaran uang yang mencurigakan.

Raksasa teknologi (seperti Microsoft, Google, Amazon) menyuntikkan dana investasi triliunan rupiah ke perusahaan startup AI (seperti OpenAI atau Anthropic).

Namun, uang tersebut sering kali kembali lagi ke raksasa teknologi dalam bentuk pembayaran sewa cloud server atau pembelian chip.

Pendapatan yang tercatat di laporan keuangan seolah-olah besar, namun sebenarnya hanya perputaran uang di dalam lingkaran yang sama. Jika startup AI ini gagal menghasilkan keuntungan nyata dari pengguna akhir, seluruh struktur valuasi ini bisa runtuh.

Foto: AI Money Rotation Youtube CNBC

Realitas Pasar Saham yang Kepanasan

Optimisme terhadap masa depan AI telah membuat pasar saham Amerika Serikat (Wall Street) mencetak rekor tertinggi berulang kali.

Namun, jika dibedah lebih dalam, harga saham saat ini sudah tidak lagi mencerminkan realitas keuntungan perusahaan hari ini, melainkan menjual mimpi keuntungan di masa depan.

Salah satu cara termudah melihat kewajaran harga saham adalah melalui rasio Price-to-Earnings (PER). Rasio ini menunjukkan berapa tahun yang dibutuhkan perusahaan untuk balik modal dari laba saat ini.

Beberapa perusahaan favorit pasar, seperti Palantir Technologies dan Tesla, kini diperdagangkan dengan valuasi di atas 300 hingga 400 kali lipat.

Artinya, investor bersedia membayar harga saham yang setara dengan keuntungan perusahaan selama 400 tahun ke depan. Ini adalah indikasi spekulasi tingkat tinggi yang mengasumsikan bahwa eksekusi bisnis akan berjalan sempurna tanpa cela.

Sebaliknya, perusahaan teknologi mapan seperti Google atau Meta memiliki valuasi yang jauh lebih moderat (sekitar 30 kali), karena mereka memiliki mesin pencetak uang yang terbukti dari iklan.

Sementara Nvidia, meskipun harganya mahal, dinilai sedikit lebih wajar karena keuntungan riil mereka memang melonjak drastis akibat penjualan chip.

Berikut adalah tabel PER masing-masing perusahaan yang memiliki hubungan dengan pengembangan AI

//

Sinyal Bahaya dari Indikator Buffett

Indikator makroekonomi yang paling sering dijadikan rujukan, yaitu Buffett Indicator, kini memberikan sinyal bahaya yang sangat terang.

Indikator ini membandingkan total nilai seluruh pasar saham AS dengan Produk Domestik Bruto (PDB) ekonomi AS.

Saat ini, rasio tersebut berada di angka 224 persen. Sebagai perbandingan sejarah, ketika terjadi gelembung Dot-com tahun 2000 (saat banyak perusahaan internet bangkrut), rasionya hanya 138 persen.

Angka 224 persen menunjukkan bahwa harga aset finansial sudah terputus jauh dari realitas ekonomi riil. Pasar berada dalam kondisi sangat mahal (strongly overvalued), dan sejarah mencatat bahwa kondisi ini biasanya diakhiri dengan koreksi harga yang tajam.

//

Tekanan Makroekonomi dan Masa Depan

Situasi pasar yang mahal ini diperparah oleh kondisi ekonomi global yang rapuh. Bank Sentral AS (The Fed) kini berada dalam posisi terjepit. Pasar dan pelaku usaha menuntut penurunan suku bunga agar ekonomi bisa bernapas.

Namun, menurunkan suku bunga di saat harga aset sudah setinggi langit berisiko menyiramkan bensin ke dalam api-memicu inflasi aset yang lebih liar dan memperbesar gelembung spekulatif.

Selain itu, masalah utang negara Amerika Serikat yang terus membengkak menimbulkan keraguan jangka panjang. Tesis ekonomi tentang The Big Cycle memperingatkan bahwa ketika sebuah negara adidaya memiliki utang berlebih dan konflik internal yang tajam, mata uangnya akan melemah.

Hal ini terlihat jelas dari perilaku Smart Money. Harga emas dunia terus mencetak rekor tertinggi sepanjang masa. Kenaikan harga emas ini bukan sekadar tren perhiasan, melainkan sebuah sinyal ketidakpercayaan.

Bank sentral berbagai negara dan investor besar mulai memindahkan kekayaan mereka dari uang kertas (fiat) dan surat utang ke aset fisik yang nyata seperti emas.

Mereka sedang bersiap menghadapi kemungkinan guncangan ekonomi atau devaluasi mata uang yang adalah salah satu indikator terakhir suatu negara mulai kehilangan kekuatannya di panggung global.

Foto: Variable Kenaikan dan Penurunan Suatu Negara Adidaya Ray Dalio di Dalam Buku The Changing World Order

Antara Revolusi dan Kewaspadaan

Sebagai penutup, dunia saat ini berdiri di atas dua pijakan. Pijakan pertama adalah revolusi teknologi yang nyata yaitu data center yang dibangun di Indiana dan rencana superkomputer Stargate adalah bukti fisik bahwa AI bukan sekadar tipuan pemasaran. Ini adalah infrastruktur masa depan yang sedang diletakkan fondasinya.

Namun, pijakan kedua adalah pasar keuangan yang rapuh. Harga saham yang menuntut kesempurnaan, dikombinasikan dengan utang negara yang tinggi dan geopolitik yang panas, menciptakan lingkungan investasi yang sangat sensitif.

Ruang untuk kesalahan sangat tipis. Sebuah gangguan kecil-baik itu regulasi AI yang ketat, kekurangan pasokan energi, atau resesi ekonomi-dapat memicu koreksi pasar yang signifikan.

Masyarakat dan pelaku pasar disuguhkan pemandangan masa depan yang cerah oleh teknologi, namun perlu tetap berpijak pada kewaspadaan melihat tanda-tanda kepanasan pada indikator ekonomi global.

-

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(gls/gls)

Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Krisis Pembelajaran! Nilai TKA Bahasa Inggris Cuma 24,93, Kesenjangan Digital Lebar
• 5 jam lalumedcom.id
thumb
SAR Hentikan Pencarian, Nasib Delapan ABK KM Maulana 30 Masih Dinanti
• 1 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Whoosh Ramai Turis Malaysia, Bandung Jadi Tujuan Wisata Belanja
• 17 jam laluidxchannel.com
thumb
PHRI: Pengetatan Belanja Pemerintah Jadi Biang Kerok Okupansi Hotel Merosot
• 3 jam lalubisnis.com
thumb
Hilang Saat Berenang, Lansia Ditemukan Tewas di Perairan Seram Bagian Barat
• 18 jam lalumetrotvnews.com
Berhasil disimpan.