Jelang Tahun Baru, Lapak Pedagang Terompet-Kembang Api Masih Lesu

kumparan.com
9 jam lalu
Cover Berita

Menjelang pergantian tahun, lapak-lapak penjual terompet, petasan, hingga berbagai aksesori perayaan kembali menghiasi sejumlah sudut kota, terutama di sekitar pasar tradisional. Namun, geliat perdagangan musiman ini tak seramai tahun-tahun sebelumnya. Sejumlah pedagang mengaku aktivitas jual beli cenderung melambat, dengan omzet yang justru menurun.

Kondisi tersebut dirasakan Asep, pedagang petasan yang membuka lapak di Pasar Asemka, Jakarta Barat. Ia mengatakan, kembang api bernilai ratusan ribu hingga jutaan rupiah yang ia jual umumnya digunakan untuk acara-acara besar, seperti kegiatan di Jakarta Convention Center (JCC) atau perhelatan skala besar lainnya di Ibu Kota setiap malam pergantian tahun. Namun, hingga menjelang akhir Desember, pesanan untuk produk tersebut belum juga datang.

“Iya, acara-acara event-event kayak di JCC, PRJ. Untuk sekarang-sekarang, belum (ada yang pesan),” ucap Asep saat ditemui kumparan di lapaknya, Pasar Asemka, Jakarta Barat, Jumat (26/12).

Ia menilai, kondisi ini tak lepas dari kebijakan pemerintah yang melarang pesta kembang api. Menurutnya, kebijakan tersebut berdampak langsung terhadap penjualan dan berpengaruh pada perolehan omzet.

“Wah jelas (larangan pemerintah) itu ngaruh,” tuturnya.

Di lapaknya, Asep menjajakan berbagai jenis pernak-pernik kembang api dengan harga yang beragam. Produk yang ditawarkan dibanderol mulai dari belasan ribu hingga jutaan rupiah untuk ukuran besar, bahkan ada yang mencapai Rp 4 juta untuk kapasitas tertentu.

“Harga bervariasi, dari mulai yang Rp 15.000 sampai yang paling besar di atas Rp 1 juta. Itu yang besar-besar, yang di atas Rp 600.000 ke atas,” jelas Asep.

Asep menuturkan, berjualan petasan merupakan usaha musiman yang ia jalani setiap tahun. Di luar momen tahun baru, ia beralih menjajakan kaus kaki dan handuk di lokasi yang sama. “(Jualan) kaus kaki, handuk, di (wilayah) sini juga,” katanya.

Soal performa penjualan, Asep menyebut hasil usahanya cenderung fluktuatif dari tahun ke tahun. Hingga saat ini, ia mengaku belum melihat adanya peningkatan penjualan yang berarti dibandingkan periode sebelumnya.

“(Penjualan) pasang surut, kadang. Untuk hari ini belum kelihatan sih. (Tahun ini) ya belum kelihatan (untungnya),” ucap Asep.

Meski begitu, ia masih menyimpan harapan kondisi penjualan dapat membaik mendekati pergantian tahun. “Ya, berdoa saja. Yang terbaik, mudah-mudahan. Gak ada yang gak mungkin,” katanya.

Tak jauh dari lapak Asep, pedagang petasan lainnya, Alex, juga merasakan kondisi serupa. Alex menjual beragam jenis kembang api, mulai dari kembang api berbentuk bola hingga petasan kecil untuk anak-anak yang biasa dimainkan dengan cara dibanting.

Ia telah menekuni usaha tersebut selama sekitar lima tahun dan menjadikannya sebagai sumber penghasilan utama, bukan sekadar usaha musiman.

“(Jualan kembang api) kurang lebih 5 tahun. Mulai jualan baru tanggal 15 (Desember) kemarin,” kata Alex.

Sejak mulai berjualan hingga kini, Alex menilai jumlah pembeli belum menunjukkan peningkatan signifikan. Meski sempat ada hari-hari dengan penjualan yang cukup baik, ia berharap keramaian pembeli akan terjadi menjelang akhir pekan sebelum malam tahun baru.

“Harapannya Sabtu-Minggu (sebelum pergantian tahun) besok mungkin,” tutur Alex.

Menilik pengalamannya selama lima tahun terakhir, Alex menyebut penjualannya relatif stabil tanpa lonjakan berarti. Ia mengaku pernah mengalami periode sepi pembeli yang berdampak pada keuntungan usaha.

“Ya kadang-kadang min (kurang), kadang-kadang ada. Sedikit lah, kebanyakan sih min (kurang) dikit doang. Rugi dikit doang. Karena konsumennya kurang,” jelas Alex.

Selain Pasar Asemka, kumparan juga menyambangi area penjualan di sekitar Pasar Glodok. Di lokasi tersebut, Alwi, penjual terompet, mengaku menjual terompet dan bando yang identik dengan perayaan malam tahun baru. Produk-produk tersebut dijual dengan harga terjangkau, mulai dari Rp 10.000 hingga Rp 25.000 untuk terompet, serta sekitar Rp 15.000 untuk bando.

“Kalau harian, hari-hari biasa paling buka (jualan) handuk selimut. Kalau terompet sama bando, tahun baru aja,” kata Alwi.

Alwi menuturkan, usaha musiman ini telah ia jalani sejak 2017. Selama bertahun-tahun berjualan, kondisi penjualan menurutnya tidak selalu stabil. Ada masa-masa ramai, namun tak jarang pula sepi pembeli.

“Namanya juga usaha lah, ada naik, ada turunnya gitu. Lagi rame-rame, kalau lagi sepi-sepi ya gitu,” ujarnya.

Untuk tahun ini, Alwi mulai membuka lapak sejak pertengahan Desember. Ia menilai, dibandingkan tahun lalu, antusiasme pembeli cenderung menurun. Pada periode sebelumnya, lonjakan penjualan biasanya sudah terasa sejak tanggal 20 Desember atau bahkan lebih awal.

“Biasanya kalau tahun kemarin dari tanggal 20 udah rame. Kalau sekarang belum terlalu rame, agak menurun. Beda sama tahun kemarin,” tutur Alwi.

Meski belum menunjukkan tanda-tanda peningkatan, Alwi masih berharap penjualan bisa membaik mendekati tanggal 31 Desember. Ia juga menyebut, barang-barang yang tidak terjual hingga awal tahun baru masih dapat dimanfaatkan kembali.

“(Kalau tidak laku) buat tahun depan. Ini paling diganti-ganti, kayak boneka-bonekanya ditarik, pasang-pasang boneka kayak gini. Ini dulunya bekas 2025, ini diganti,” kata Alwi.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Delapan Saksi Kasus Perambahan Hutan Lindung di Gowa Diperiksa
• 1 jam lalumetrotvnews.com
thumb
KPK Ungkap Alasan Hentikan Penyidikan Kasus Izin Tambang di Konawe Utara
• 11 jam lalurctiplus.com
thumb
Sebelum Kapal Berangkat dari Pelabuhan Pangkajene dan Akhirnya Tenggelam, BMKG Sudah Terbitkan Peringatan Dini Cuaca
• 6 jam laluharianfajar
thumb
Polrestabes Bandung: 1.200 personel amankan laga Persib vs PSM
• 9 jam laluantaranews.com
thumb
Bibit Siklon Tropis 96S Berpotensi Jadi Siklon Tropis, Waspadai Hujan Lebat dan Gelombang Tinggi
• 5 jam lalukompas.tv
Berhasil disimpan.