Rais Aam Bakal Pulihkan Status Gus Yahya sebagai Ketua Umum PBNU

kompas.id
3 jam lalu
Cover Berita

JAKARTA, KOMPAS — Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Miftachul Akhyar berencana menggelar rapat pleno PBNU dalam waktu dekat. Rapat tersebut salah satunya diagendakan untuk memulihkan status KH Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum PBNU setelah sebelumnya digantikan oleh KH Zulfa Mustofa sebagai Penjabat Ketua Umum PBNU.

KH Miftachul Akhyar menjelaskan, islah yang disepakati di Pondok Pesantren Lirboyo beberapa hari lalu tidak serta-merta menganulir seluruh keputusan yang telah diambil selama masa konflik. Karena itu, pengembalian posisi-posisi yang sempat berubah dalam sebulan terakhir harus dilakukan sesuai mekanisme organisasi.

Salah satu posisi yang dimaksud adalah jabatan Ketua Umum PBNU yang sebelumnya diduduki KH Yahya Cholil Staquf. Ia sempat dicopot dan digantikan oleh KH Zulfa Mustofa sebagai Penjabat Ketua Umum melalui rapat pleno PBNU pada Selasa (9/12/2025).

Dengan demikian, pemulihan status Yahya Cholil Staquf yang akrab disapa Gus Yahya juga harus ditempuh melalui Rapat Pleno PBNU. Keputusan sebelumnya dinilai masih berlaku dan belum dianulir meskipun kedua belah pihak telah menyepakati muktamar ke-35 sebagai jalan islah.

”Saya sudah bilang, sampeyan (Gus Yahya) jangan tersinggung. Pleno yang belum diubah ini menanti pleno mendatang. Ya, seperti itu yang saya sampaikan,” kata Miftachul Akhyar di Jakarta, Jumat (26/12/2025) malam.

Menurut Rais Aam, pengembalian posisi tersebut perlu dilakukan melalui rapat pleno agar tetap sejalan dengan aturan organisasi. Ia menegaskan, langkah itu tidak harus menunggu muktamar sehingga dapat dilakukan lebih cepat. ”Kalau semua itu dibawa ke muktamar, lama,” ujarnya.

Baca JugaRapat Pleno PBNU Tunjuk Zulfa Mustofa sebagai Pj Ketum, Gus Yahya Nilai Tidak Sah

Dalam sebulan terakhir, dinamika kepengurusan di PBNU berlangsung intens. Rapat Harian Syuriyah PBNU pada 20 November 2025 memutuskan pemberhentian Gus Yahya dari jabatan Ketua Umum. Namun, Gus Yahya menolak mundur dan justru melakukan perombakan kepengurusan melalui Rapat Harian Tanfidziyah PBNU pada Jumat (28/11/2025).

Dalam rapat tersebut, lima posisi strategis di jajaran PBNU mengalami rotasi. Saifullah Yusuf yang semula menjabat Sekretaris Jenderal digantikan oleh Amin Said Husni. Sementara itu, Saifullah Yusuf yang akrab disapa Gus Ipul bergeser menjadi Ketua PBNU.

Selain itu, Gudfan Arif dipindahkan dari posisi Bendahara Umum ke Ketua PBNU. Jabatan Bendahara Umum kemudian diisi oleh Sumantri. Adapun KH Masyhuri Malik yang sebelumnya menjabat Ketua PBNU dipercaya menempati posisi Wakil Ketua Umum.

Selang 11 hari kemudian, Rapat Pleno Syuriyah PBNU pada 9 Desember 2025 menetapkan KH Zulfa Mustofa sebagai Penjabat Ketua Umum PBNU. Selanjutnya, rapat harian gabungan Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU pada Sabtu (13/12/2025) menunjuk Mohammad Nuh sebagai Katib Aam PBNU. Mohammad Nuh menggantikan KH Akhmad Said Asrori dan sebelumnya menjabat Rais Syuriyah PBNU.

Meskipun Rais Aam menganggap Gus Yahya masih bukan ketua umum, Gus Yahya kemarin tetap memimpin Rapat Koordinasi PWNU se-Indonesia di Gedung PBNU, Jakarta, Jumat (26/12/2025) malam. Hadir dalam rapat tersebut sejumlah ketua PBNU dan 27 Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU).

Ketua PBNU Ulil Abshar Abdalla, yang ikut rapat, menuturkan, Gus Yahya menceritakan hasil pertemuan di Lirboyo. Semua pengurus wilayah yang hadir pun menanggapi hasil islah dengan gembira karena sesuai dengan yang diharapkan para pengurus.

”Semua pengurus wilayah sangat senang dengan hasil itu. Sesuai dengan yang mereka harapkan, yakni islah,” ujarnya.

Warga nahdliyin, Nadirsyah Hosen, mengingatkan agar islah yang disepakati di Lirboyo tidak berhenti pada kesepakatan simbolik, tetapi disertai penyelesaian substansi persoalan sebelum muktamar digelar. Penundaan pembahasan substansi konflik hingga forum tertinggi dikhawatirkan justru memicu eskalasi baru.

Setelan awal

Ia menilai, jika islah dimaknai sebagai kembalinya NU ke setelan awal, persoalan-persoalan pokok yang melatarbelakangi konflik seharusnya diselesaikan terlebih dahulu. Persoalan tersebut mencakup tudingan ideologis, tata kelola organisasi, hingga mekanisme pemberhentian dan pengangkatan pengurus.

”Kalau substansi konflik belum dibahas dan hanya ditunda ke muktamar, itu berbahaya. Konflik bisa pecah kembali di forum tertinggi, sementara tidak ada lagi penyangga atau buffer,” ujar Nadirsyah.

Baca JugaDari Surat ”Cinta” Gus Yahya–Kiai Miftach ke Islah Jam’iyah NU...

Menurut dia, muktamar bukan ruang yang ideal untuk menyelesaikan konflik yang bersifat benar atau salah. Tuduhan ideologi maupun tata kelola organisasi tidak bisa diselesaikan melalui voting, tetapi harus berbasis data, bukti, dan penjelasan terbuka.

Ia juga mengingatkan, membawa konflik yang belum tuntas ke muktamar berisiko menimbulkan dampak lebih luas bagi organisasi. Jika konflik terbuka terjadi di forum tertinggi, NU tidak memiliki lagi ruang kompromi untuk meredam ketegangan.

Selain penyelesaian substansi konflik jangka pendek, Nadirsyah menilai muktamar mendatang juga perlu memikirkan desain kepemimpinan NU ke depan agar konflik serupa tidak terulang. Salah satu persoalan mendasar yang perlu dibahas adalah dualisme legitimasi kepemimpinan antara Rais Aam dan Ketua Umum.

”Konflik kemarin menunjukkan adanya dua mandataris muktamar. Ini perlu dipikirkan ulang agar ke depan tidak ada matahari kembar dalam kepemimpinan NU,” ujar Nadirsyah.

Ia mencontohkan, struktur kepemimpinan dapat dirancang agar Rais Aam memiliki kewenangan lebih tegas dalam menunjuk dan memberhentikan Ketua Umum dari calon-calon yang diajukan muktamirin. Dengan demikian, garis komando organisasi menjadi lebih jelas dan potensi konflik dapat dikurangi.

Baca JugaIslah Tercapai, Gus Yahya dan Miftachul Akhyar Sepakat Gelar Muktamar NU Bersama

Nadirsyah juga menyinggung keputusan Musyawarah Besar Warga NU di Ciganjur pekan lalu yang menyerukan agar pihak-pihak yang terlibat konflik tidak kembali maju dalam muktamar mendatang. Seruan tersebut dipandang sebagai salah satu cara untuk meredam konflik dari sisi aktor meskipun persoalan struktural organisasi tetap perlu dibenahi.

”Kalau hanya aktornya yang diganti tetapi desain organisasinya tidak disentuh, potensi konflik itu tetap ada,” katanya.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Cetak Rekor, Harga Perak Tembus US$75 per Ons
• 21 jam lalucnbcindonesia.com
thumb
Jelang Persib vs PSM, Bojan Hodak Tegas Larang Bobotoh Nyalakan Flare: Kami Tidak Mau Didenda Lagi!
• 5 jam lalutvonenews.com
thumb
KY Minta MA Sanksi Nonpalu Hakim yang Adili Tom Lembong: Terbukti Langgar Etik
• 21 jam laluliputan6.com
thumb
Bareksrim dan Kemlu Pulangkan Sembilan Pekerja Migran Indonesia yang Jadi Korban TPPO di Kamboja
• 10 menit laluidxchannel.com
thumb
BGN Pastikan Hadir di Tengah Bencana Sumatera
• 3 jam lalueranasional.com
Berhasil disimpan.