Profesi tarot reader kian mendapat tempat, terutama di kalangan generasi muda. Di tengah momen libur Natal dan tahun baru (Nataru), praktik pembacaan tarot tetap diminati, dengan mayoritas klien berasal dari Gen Z. Mereka mencari perspektif alternatif atas persoalan asmara hingga karier.
Tina, tarot reader asal Jakarta, mengaku telah menekuni profesi ini sejak 2021. Dalam kurun waktu hampir lima tahun, klien yang datang berasal dari beragam rentang usia, mulai dari pelajar SMA hingga usia 50-60 tahun. Meski demikian, mayoritas kliennya adalah generasi Z.
"Yang paling banyak tetap Gen Z ya, Gen Z dan milenial lah, tapi masih lebih banyak Gen Z gitu," ujar Tina ketika dihubungi kumparan, Jumat (26/12).
Kata Tina, pertanyaan yang diajukan klien sangat dipengaruhi fase hidup yang sedang mereka jalani. Gen Z, khususnya yang berada di masa transisi sekolah ke dunia kerja, cenderung datang dengan kegelisahan soal hubungan personal dan masa depan karier.
"Gen Z biasanya balik lagi karena di usia mereka tuh, cenderung mereka lagi banyak kegalauan soal percintaan, terus masih di awal karier gitu ya," kata Tina.
Isu percintaan menjadi topik yang paling sering muncul, baik dari klien yang masih lajang maupun yang telah memiliki pasangan. Selain itu, persoalan karier, lingkungan kerja, hingga arah hidup juga menjadi bahan konsultasi.
Namun, Tina bilang sebagian besar klien tak sepenuhnya menggantungkan keputusan hidup pada tarot. Banyak di antaranya justru memposisikan tarot sebagai sudut pandang tambahan.
"Tapi yang menarik adalah, menurut aku mereka tidak plek-plekan, some of them itu juga lebih melihat tarot itu sebagai alternative insight gitu lho," ujarnya.
Bukan Pekerjaan Utama, tapi Penghasilan Dua DigitMeski cukup menjanjikan secara finansial, Tina bilang tarot bukan sumber penghasilan utamanya. Dia saat ini bekerja di sebuah perusahaan rintisan dan menjalani sistem kerja jarak jauh (WFH), yang memungkinkannya menjalankan sesi tarot di sela waktu luang.
Karena bukan bisnis utama, Tina mengaku tak memiliki laporan pendapatan bulanan yang rinci. Namun, secara kisaran, penghasilan dari tarot disebut konsisten berada di dua digit.
"Nah cuman kalau untuk tarotnya sendiri itu mungkin kalau in range gitu ya, kayaknya selalu 2 digit sih gitu, tapi 2 digit itu nggak lebih dari 20 [juta per bulan] ya gitu," ungkapnya.
Ia menyebut tarif jasa tarot di pasaran sangat beragam, mulai dari ribuan rupiah hingga jutaan rupiah per sesi. Tina menempatkan diri di segmen menengah dan memilih menjalani profesi ini karena faktor kepuasan personal.
"Dan balik lagi alasan aku adalah ya aku, tidak bergantung lah sama ini, cuma aku emang happy aja gitu ngejalaninnya," tutur ia.
Pada periode liburan seperti Desember ini, pendapatan tarot menurut Tina tak mengalami lonjakan ekstrem, namun tetap bertahan di kisaran dua digit.
"Kalau di musim liburan kayak gini, per Desember, sekarang ini sih mungkin masih dua digit ya [per bulan]," sambungnya.
Soal Ekonomi Meroket dari Kacamata Tarotkumparan mencoba bertanya terkait optimisme pertumbuhan ekonomi Indonesia 8 persen tahun depan. Tina menggarisbawahi pembacaan tarot dengan catatan ia tak memiliki latar belakang ekonomi.
Saat kartu mulai dikocok dan keluar hasilnya, Tina menyampaikan peluang pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen itu relatif kecil dalam jangka pendek.
"Ada kartu yang cukup negatif, salah satunya kartu three of swords," katanya.
Menurutnya, jenis kartu three of swords menggambarkan adanya hambatan struktural dan sumber daya yang menghalangi lonjakan pertumbuhan, meski potensi tumbuh tetap ada.
"Kalau kamu tanya directnya menurut kartu ini nggak bisa [pertumbuhan 8 persen tahun depan]. Tapi untuk jangka panjang atau menengah sebenernya kemungkinannya ada," ujarnya.
Meski demikian, Tina juga menyebut munculnya kartu dengan makna positif seperti ace of pentacles dan king of pentacles, yang katanya menandakan peluang dan potensi ekonomi Indonesia. Tapi, dia menekankan perlunya perubahan besar.
“Aku bilang harus ada transformasi yang cukup besar gitu untuk kita bisa ada di titik 8 persen. Tanpa perubahan yang besar nggak akan perubahannya sebesar 8 persen itu," ungkapnya.





