BADAN Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) RI mengingatkan bahwa merchant atau penjual yang menolak pembayaran tunai menggunakan rupiah dapat dikenakan sanksi pidana berupa hukuman penjara maksimal satu tahun dan denda hingga Rp200 juta.
Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah menegaskan bahwa rupiah merupakan alat pembayaran yang sah dan kedudukannya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
"Sesuai UU tersebut, rupiah merupakan alat pembayaran yang sah dan berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Oleh sebab itu, tidak diperkenankan bagi pihak manapun menolak penggunaan mata uang rupiah di dalam negeri," kata Said dikutip dari Antara, Sabtu (27/12).
Pernyataan tersebut disampaikan Said merespons viralnya sebuah video di media sosial. Dalam unggahan akun Instagram @arli_alcatraz, terlihat seorang konsumen lanjut usia ditolak melakukan pembayaran tunai oleh sebuah toko roti di halte Transjakarta kawasan Monas pada Kamis (18/12).
Dalam video tersebut, seorang pria tampak memprotes kebijakan toko roti yang menolak pembayaran menggunakan uang tunai dan mewajibkan transaksi melalui QRIS.
Menanggapi hal itu, Said menilai pemerintah dan DPR perlu terus mengedukasi masyarakat agar tidak sembarangan menolak pembayaran menggunakan rupiah karena dapat berkonsekuensi pidana. Ia juga berharap Bank Indonesia (BI) turut berperan aktif dalam memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa rupiah tetap menjadi mata uang nasional dan alat pembayaran yang sah.
Dengan demikian, kata dia, penggunaan layanan pembayaran digital tidak seharusnya menghilangkan opsi pembayaran tunai bagi konsumen. Apalagi hingga saat ini, pemerintah dan DPR belum merevisi ketentuan pembayaran menggunakan uang tunai rupiah.
Sebagai perbandingan, lanjut Said, Singapura yang dikenal sebagai negara dengan sistem pembayaran nontunai yang maju, masih memberikan layanan pembayaran tunai hingga 3.000 dolar Singapura. Hal serupa juga berlaku di sejumlah negara maju lainnya.
"Kami tidak melarang, bahkan mendukung pihak merchant menggunakan pembayaran nontunai, akan tetapi jangan menutup pihak pembeli atau rekanan membayar dengan tunai. Opsi itu harus tetap diberikan layanannya," tuturnya.
Ia menambahkan, kondisi geografis Indonesia yang belum seluruhnya terjangkau jaringan internet menjadi alasan kuat agar pembayaran tunai tetap dilayani. Selain itu, tingkat literasi keuangan di Tanah Air juga dinilai masih relatif rendah.
Oleh karena itu, Said kembali berharap Bank Indonesia menegaskan ketentuan tersebut kepada para pelaku usaha dan menindak pihak-pihak yang menolak penggunaan mata uang nasional rupiah. (Ant/P-4)





