Pantai-pantai di pesisir selatan Pulau Jawa adalah magnet kunjungan wisatawan setiap musim liburan tiba, termasuk pada akhir tahun ini. Namun, seperti dua sisi koin, kecantikan pantai-pantai tersebut juga menyimpan potensi bahaya yang mematikan berupa “rip current”.
Keramaian wisatawan di pantai menjadi pemandangan lazim setiap libur akhir tahun. Mulai dari Pantai Pangandaran di Jawa Barat, pantai-pantai di DI Yogyakarta, hingga Banyuwangi di Jawa Timur, selalu disemuti pengunjung.
Salah satu godaan terbesar saat berkunjung ke pantai adalah berenang. Namun, tidak di semua pantai kita dapat melakukan aktivitas tersebut. Banyak pantai memiliki arus kuat yang sulit ditaklukkan perenang kelas dunia sekalipun.
Hal ini karena karakteristik ombak di Pantai Selatan Jawa termasuk ganas, terutama pada musim cuaca buruk dengan angin kencang seperti saat ini. Gelombang dari Samudera Hindia bebas menerjang tanpa terhalang apa pun hingga ke pesisir.
Karena itulah, pada sejumlah pantai di selatan Jawa, pengumuman larangan berenang lazim terpasang pada papan peringatan atau spanduk-spanduk. Petugas gabungan pun terus mengingatkan pengunjung agar tak terlalu jauh bermain dari tepi pantai.
Abai terhadap larangan itu dapat menyebabkan fatalitas. Sudah banyak peristiwa wisatawan terseret ombak di pantai selatan Jawa, yang di antaranya berujung duka.
Korban ditemukan meninggal dunia di area perairan Pos 5 Pantai Barat Pangandaran.
Terbaru, selama empat hari terakhir, total sebanyak 11 wisatawan dalam tiga kejadian terpisah mengalami musibah itu di Jabar dan DIY. Dari jumlah itu, 10 orang berhasil diselamatkan dan satu orang meninggal.
Korban meninggal terjadi di Pantai Barat Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jabar, dalam peristiwa pada Kamis (25/12/2025). Awalnya, korban bernama Wildan (13) asal Kabupaten Bandung sedang berlibur bersama rombongan dari Pesantren Syamsul Ma’arif.
Korban bersama empat temannya berenang di sekitar Pos 3 Pantai Barat Pangandaran, sekitar pukul 16.30 WIB. Namun, kelima orang itu kemudian terseret ombak besar ke tengah laut. Empat temannya berhasil diselamatkan, tetapi Wildan tak ditemukan.
Pencarian yang dilakukan aparat gabungan akhirnya menemukan Wildan dalam keadaan meninggal pada Jumat (26/12) pukul 13.00 WIB. “Korban ditemukan meninggal dunia di area perairan Pos 5 Pantai Barat Pangandaran,” kata Kepala Bidang Humas Polda Jabar Komisaris Besar Hendra Rochmawan, Sabtu (27/12).
Dua peristiwa serupa juga terjadi di Pantai Parangtritis, Kabupaten Bantul, DIY, pada Rabu (24/12) dan Kamis (25/12). Total sebanyak enam wisatawan dari Jateng dan Jabar terseret ombak. Beruntung, semua pelajar itu bisa diselamatkan tim pencarian dan pertolongan (SAR) setempat.
Ketiga peristiwa itu memiliki satu kesamaan, yakni dipicu rip current alias arus pecah atau arus balik. Berbeda dengan ombak biasa yang datang dari arah laut ke pantai, alur rip current justru mengarah dari pantai ke laut.
Lantas, apa itu rip current?
Dosen Departemen Teknologi Kebumian Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Hendy Fatchurohman, Sabtu (27/12), menerangkan, rip current adalah arus kuat yang mengarah ke laut yang terbentuk akibat energi gelombang. Ini merupakan arus balik dari gelombang yang dipantulkan di bibir pantai dan terakumulasi membentuk arus sempit yang kembali ke laut dengan kecepatan tinggi.
Soal kecepatan ini, laman National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), BMKG-nya Amerika Serikat, mencatat biasanya berkisar 1-2 kaki (0,3-0,6 meter) per detik. Namun, sejumlah rip current pernah terdokumentasi melaju 8 kaki (2,4 meter) per detik, lebih cepat dari perenang Olimpiade.
Menurut Hendy, kawasan pantai selatan Jawa yang secara geomorfologis didominasi oleh proses gelombang memang cocok untuk pembentukan rip current. “Arah datang gelombang yang membentuk sudut, yang dominan dari barat daya, membentuk arus susur pantai (longshore current) yang menjadi salah satu faktor pembangkit rip current,” ucapnya.
Hal senada diungkapkan dosen Fakultas Geografi UGM Bachtiar Wahyu Mutaqin. Pantai-pantai di selatan Jawa posisinya berhadapan langsung tanpa halangan dengan lautan lepas Samudera Hindia. Hal ini membuat gelombang yang tiba di pantai memiliki energi kuat.
Kekuatan arus dan gelombang kian bertambah saat kondisi cuaca ekstrem seperti sekarang dengan angin kencang. Kondisi itu, ketika bertemu sejumlah variabel lain, dapat memunculkan rip current.
Salah satu variabel itu, kata Bachtiar, adalah bentuk pantai yang melengkung seperti bulan sabit. Pantai seperti itu memiliki potensi memunculkan rip current. “Ada pula rip current yang dibangkitkan karena ada penghalang atau perbedaan kedalaman laut,” ujarnya.
Jadi, dia bisa muncul di mana saja di sepanjang Pantai Selatan Jawa.
Karena itu, karakteristik rip current pun berbeda-beda. Ada yang lokasi kemunculannya bersifat statis atau permanen, tetapi ada yang berpindah-pindah lokasi. “Jadi, dia bisa muncul di mana saja di sepanjang Pantai Selatan Jawa,” tutur Bachtiar.
Dia mengungkapkan, ciri paling jelas yang bisa teramati apakah terdapat rip current atau tidak di suatu pantai adalah dari bentuk gelombang atau ombaknya. Jika di sepanjang gulungan ombak ada sepenggal bagian yang tidak berbuih atau seperti terputus, kemungkinan besar itu adalah rip current.
Hendy menambahkan, ciri lain adalah air yang berwarna lebih gelap atau berbeda warna yang terlihat mengalir ke laut. Dalam beberapa kasus, warna air itu lebih keruh karena mengangkut sedimen. “Kadang kala, terbentuk garis buih-buih ke arah laut, memotong arah buih utama yang menuju ke darat,” tuturnya.
Namun, banyak pengunjung malah menyalahartikan permukaan air yang tenang tanpa buih itu sebagai lokasi yang cocok untuk berenang. Mereka pun terjebak dalam arus yang membawa ke tengah laut.
Saat korban panik menyadari dirinya terseret, mereka berupaya berenang melawan arus untuk kembali ke pantai. Bachtiar dan Hendy pun menyebut hal itu justru membuat tenaga cepat terkuras sehingga dapat berujung tenggelam karena kelelahan.
Menurut Bachtiar, langkah yang bisa dilakukan ketika menghadapi situasi tersebut adalah tetap tenang dan ikuti arus sambil mempertahankan kepala tetap di atas air. Rip current tidak bersifat menarik ke bawah permukaan, melainkan hanya mendorong menjauhi pantai.
Pada titik tertentu, kekuatan rip current akan melemah, biasanya di belakang lokasi munculnya buih gelombang. Setelah itu, korban bisa berenang ke arah kanan atau kiri, menjauh dari alur tersebut.
Adapun Hendy mengatakan, cara paling efektif untuk keluar adalah berenang ke arah samping dan tidak melawan arus. “Rip current cenderung memiliki ukuran lebar yang sempit, sehingga berenang ke samping akan lebih efektif,” katanya.
Namun, kunci paling penting agar tak terjebak dalam situasi itu adalah mematuhi jika ada larangan berenang di pantai. Wisatawan juga harus selalu mengikuti arahan petugas penjaga pantai setempat, yang tentu lebih mengetahui karakteristik dan potensi bahaya di pantai tersebut.
Di Pantai Parangtritis, misalnya, sejumlah area rip current telah diidentifikasi petugas dan diberi tanda larangan berenang. Koordinator SAR Satuan Linmas Wilayah Parangtritis Arief Nugraha pun mengimbau pengunjung mewaspadai area itu. “Tolong jangan bermain di daerah tersebut,” ujarnya.



