Di usia dua puluhan, banyak pemuda merasa hidupnya belum banyak berkembang, sementara teman-teman sebaya terlihat sudah lebih stabil. Di media sosial, banyak postingan tentang wisuda, pekerjaan idaman, dan pencapaian finansial yang membuat kita bertanya, “Aku kapan?”
Perasaan ini sebenarnya dialami banyak orang, bukan cuma satu dua orang saja. Tekanan datang dari berbagai sumber: keluarga yang mengharapkan sukses cepat, lingkungan yang kompetitif, dan algoritma media sosial yang selalu menampilkan hal terbaik orang lain. Kita melihat pencapaian orang lain seperti garis finish, padahal kita baru saja mulai berlari.
Selain itu, fase peralihan ke usia dewasa seringkali membuat seseorang bingung. Banyak dari kita masih mencari arah hidup, beralih jurusan atau pekerjaan, bahkan merasa salah jalur. Namun, kegagalan jarang dibicarakan, sehingga mereka yang belum mencapai hal tertentu merasa lebih tersesat.
Yang sering terlupakan adalah bahwa setiap orang memiliki waktu dan jalur yang berbeda. Tidak semua orang sukses di usia yang sama. Ada yang cepat menemukan jalan, ada yang membutuhkan waktu lebih lama, dan itu bukan berarti gagal.
Daripada terus membandingkan diri dengan orang lain, fokuslah pada perkembangan pribadi yang lebih menenangkan.
Mulailah dari hal-hal kecil yang bisa dikendalikan, seperti memperbaiki kebiasaan, mencoba peluang baru, dan merawat kesehatan mental. Tidak apa-apa jika berjalan pelan, yang penting tetap bergerak.
Akhirnya, perasaan bahwa kita ketinggalan hanyalah perasaan, bukan fakta yang menentukan masa depan kita. Hidup bukanlah kompetisi siapa lebih cepat atau lebih lambat, tapi perjalanan yang panjang dengan kecepatan masing-masing orang. Selama kita masih berusaha, masa depan tetap memberikan banyak kesempatan yang bisa kita kejar.




