DIREKTUR Eksekutif Rumah Mediasi Indonesia (RMI), Ifdhal Kasim, mendesak pemerintah untuk segera menghentikan polemik administratif terkait penetapan status "Bencana Nasional" dalam menangani banjir bandang dan tanah longsor di Pulau Sumatera. Menurutnya, fokus utama saat ini seharusnya adalah optimalisasi sumber daya untuk memulihkan hak-hak dasar ribuan korban yang terdampak.
"Dalam skala bencana sebesar ini, publik tidak perlu berkutat pada perdebatan status. Upaya pemulihan hanya akan berjalan jika semua pihak mengedepankan kerja nyata dan gotong royong, bukan terjebak dalam polemik administratif," ujar Ifdhal melalui keterangannya, Sabtu (27/12).
Mantan Ketua Komnas HAM ini memberikan catatan kritis terhadap kinerja instansi terkait, khususnya BNPB. Ia menilai terjadi miskoordinasi antar kementerian/lembaga (K/L) dengan pemerintah daerah yang mengakibatkan penanganan di lapangan terkesan sporadis dan lambat.
"BNPB yang seharusnya berperan mengoordinasi komando nasional terlihat kurang tanggap dalam menangani luapan banjir yang menghanyutkan kampung dan infrastruktur. Akibatnya, evakuasi dan penyaluran bantuan pokok, serta perbaikan listrik dan air bersih menjadi terhambat," tegasnya.
Ifdhal mengingatkan bahwa warga terdampak saat ini hidup dalam ketidakpastian. Ia menekankan, jika pemerintah bersikeras mampu menangani bencana ini tanpa status Bencana Nasional, maka pemerintah harus membuka diri terhadap bantuan dari pihak swasta maupun komunitas internasional.
"Menolak uluran tangan bantuan internasional atas nama solidaritas kemanusiaan sama saja dengan menolak kemanusiaan itu sendiri. Pemerintah tidak semestinya meributkan dari mana asal bantuan datang," imbuhnya.
Sebagai solusi konkret untuk mempercepat pemulihan, RMI mengusulkan agar Pemerintah segera membentuk “Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Rekonstruksi”. Satgas ini diharapkan menjadi pusat komando yang memiliki rencana kerja terukur dan dukungan anggaran yang memadai.
Ifdhal menekankan bahwa tugas mendesak pemerintah saat ini adalah memenuhi hak ekonomi dan sosial korban, seperti penyediaan hunian sementara yang layak, pangan, serta sanitasi. Selain itu, perbaikan infrastruktur publik seperti sekolah, rumah sakit, dan akses jalan tidak bisa dilakukan secara serabutan.
"Pemulihan situasi bencana ini merupakan kewajiban konstitusional pemerintah. Dengan adanya Satgas, kita berharap penanganan menjadi lebih sistematis sehingga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dapat kembali tumbuh," pungkas Ifdhal. (H-2)



:strip_icc()/kly-media-production/medias/1756570/original/021201900_1509447387-20171031-Tol-Tak-Layani-Pembayaran-Tunai--Angga-2.jpg)

