Masih ingat dengan kasus hukum yang menimpa Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong? Mantan Menteri Perdagangan itu sempat dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara dalam perkara korupsi impor gula tetapi kemudian mendapatkan abolisi dari Presiden Prabowo Subianto pada Juli 2025. Lima bulan berselang, giliran hakim yang mengadili Tom Lembong terkena sanksi etik.
Pada 8 Desember 2025, Komisi Yudisial (KY) mengusulkan agar tiga hakim yang mengadili Tom Lembong dihukum nonpalu selama 6 bulan. Ketiganya, hakim Dennie Arsan Fatrika, Purwanto S Abdullah, dan Alfis Setiawan, tidak boleh mengadili perkara selama 6 bulan.
Ketiga hakim itulah yang pada 19 Juli 2025 menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan penjara kepada Tom Lembong dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Namun, sebelum Tom Lembong menjalani hukuman yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor, Presiden Prabowo memutuskan memberikan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan di era Presiden Joko Widodo itu. Dengan pemberian abolisi itu berarti Tom Lembong dibebaskan dari segala tuntutan dan hukuman.
Setelah dibebaskan, tepatnya pada 4 Agustus 2025, Tom Lembong langsung melaporkan ketiga hakim yang mengadili perkaranya ke KY. Saat itu Tom menyampaikan bahwa laporannya murni didasari motivasi konstruktif untuk memperbaiki institusi peradilan, bukan untuk menjelekkan. Laporan ini merupakan momentum dan tanggung jawab bersama untuk tidak melakukan pembiaran terhadap hal-hal yang perlu diperbaiki.
Laporan itu pun dijawab KY dengan membentuk tim analisis khusus untuk menindaklanjuti laporan Tom Lembong. Hasilnya, KY mengeluarkan Putusan Nomor 0098/L/KY/VIII/2025, sepuluh hari sebelum masa jabatan para anggota KY 2020-2025 berakhir. Putusan itu merupakan hasil kesepakatan dalam sidang pleno 8 Desember 2025 yang dihadiri seluruh komisioner KY periode 2020-2025. Mereka dalah Amzulian Rifai selaku ketua merangkap anggota, serta Siti Nurdjanah, Mukti Fajar Nur Dewata, M Taufiq HZ dan Sukma Violetta masing-masing sebagai anggota.
KY menilai ketiga hakim pengadil Tom Lembong melanggar kode etik. Utamanya, ketentuan Angka 1 butir 1.1. (5) dan (7), Angka 4, Angka 8 dan Angka 10 Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung (MA) dan Ketua KY. Ketiganya juga dinilai melanggar Pasal 5 Ayat (3) huruf b dan huruf c, Pasal 8, Pasal 12 dan Pasal 14 Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
Berdasarkan ketentuan angka ataupun pasal dalam keputusan maupun peraturan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang disusun bersama oleh MA dan KY disebutkan bahwa hakim harus berperilaku adil, bersikap mandiri, berdisiplin tinggi dan bersikap profesional.
Misalnya, berdasarkan penjelasan Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) disebutkan Angka 1 memuat ketentuan berperilaku adil. Di antaranya, hakim dalam menjalankan tugas yudisialnya dilarang menunjukkan rasa suka atau tidak suka, keberpihakan, atau prasangka dengan pencari keadilan atau pihak-pihak yang terlibat dalam proses peradilan baik melalui perkataan maupun tindakan.
Lebih lanjut, hakim juga dilarang bersikap mengeluarkan perkataan atau melakukan tindakan lain yang dapat menimbulkan kesan memihak, berprasangka, mengancam, atau menyudutkan para pihak atau kuasanya, atau saksi-saksi. Hakim harus pula menerapkan standar perilaku yang sama bagi advokat, penuntut, pegawai pengadilan atau pihak lain yang tunduk pada arahan dan pengawasan hakim yang bersangkutan.
Adapun penjelasan bersikap mandiri seperti tercantum dalam ketentuan Angka 4 bermakna mampu bertindak sendiri tanpa bantuan pihak lain, bebas dari campur tangan siapapun dan bebas dari pengaruh apa pun.
Dengan dikeluarkannya putusan ini, laporan Tom Lembong tersebut dinyatakan ditutup dan bekasnya akan disimpan dalam arsip Komisi Yudisial. Hasil sidang pleno KY ini juga disebut telah disampaikan kepada pelapor, Thomas Trikasih Lembong melalui surat bernomor 3843/PIM/LM.05/12/2025 tertanggal 19 Desember 2025.
Anggota KY periode 2025-2030, Abhan, mengungkapkan, hasil sidang pleno KY itu sudah diteruskan kepada Mahkamah Agung. Namun, terhadap penjelasannya lainnya diminta untuk menghubungi Anggota sekaligus Jubir KY Anita Kadir.
Sementara itu, saat dikonfirmasi Minggu (28/12/2025), Juru Bicara Mahkamah Agung Yanto mengaku akan mengecek dulu surat rekomendasi dari KY tersebut. Ia menyatakan belum mengetahui adanya surat dari KY itu terkait usulan penjatuhan sanksi hakim nonpalu selama 6 bulan kepada tiga hakim.
Menurut Yanto, rencananya MA akan memberikan keterangan pers kepada media pada Senin atau Selasa (29/30-12/2025) terkait tanggapan MA terhadap hasil sidang pleno KY tersebut.
”Ada banyak media yang juga tanya, nanti kami siapkan keterangan pers pada Senin atau Selasa besok,” ujar Yanto.
Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, mengatakan, pihaknya apresiasi terhadap putusan KY yang menyatakan tiga hakim itu terbukti bersalah. Ia menegaskan laporan ini bertujuan memperjuangkan kebenaran dan keadilan untuk semua pihak, tanpa ada niat menjatuhkan peradilan.
”Kalau kita lihat dari hukumannya memang tidak sebanding dengan apa yang sudah diderita oleh Pak Tom Lembong. Misalnya selama dia ditahan 9 bulan lebih. Tetapi, bagi kami itu sudah cukup. Karena tujuannya, kita bukan ingin balas dendam, bukan karena benci. Tapi tujuannya ingin memperbaiki peradilan kita. Memperbaiki hukum di negara kita. Dengan cara mengevaluasi secara total apa-apa yang sudah dilakukan oleh Majelis Hakim tersebut,” kata Ari.
Menurut Ari, jika tidak ada evaluasi terhadap hakim dikhawatirkan akan merusak integritas lembaga peradilan di masa depan dan menciptakan lebih banyak korban ketidakadilan.
Ari menjelaskan, salah satu yang menjadi materi pelaporan terkait hakim yang semestinya merdeka dan tidak tersandera oleh kepentingan pihak manapun. Selama persidangan Tom Lembong, ditemukan adanya indikasi atau kecurigaan bahwa hakim dalam perkara tersebut tidak imparsial dalam menjalankan tugasnya.
"Salah satunya kita curigai mereka tersandera, sehingga mereka tidak profesional dalam penanganan perkara itu. Jangan lupa loh, dalam persidangan Tom Lembong, lagi dalam persidangan, ada satu hakim yang ditangkap. Nah, itu pukulan nggak buat hakim yang lain? Takut nggak buat mereka? Kalau mereka punya masalah, pasti takut mereka. Nah, akibat ketakutan tersebutlah membuat mereka tidak imparsial,” kata Ari.
Selain itu, ada pula salah satu hakim ad hoc yang mengadili perkara Tom Lembong yang justru menunjukkan ketidakmampuan teknis serta keberpihakan secara terbuka selama sidang. Sikap tersebut dianggap melanggar kode etik dan tidak pantas ditunjukkan oleh seorang hakim di dalam sidang.
"Hakim ad hoc Alfis Setiawan kan pernah ngomong di sidang 'Ini pasti akal-akalannya Tom Lembong'. Kan tidak pantas seorang hakim mengatakan begitu. Itu kan menunjukkan bahwa dia tidak belajar tentang cara beracara. Akibat yang dilakukan oleh si Alfis ini, terkena lah dampak kepada hakim yang lainnya jadinya. Karena ini kan majelis, satu kesatuan,” ungkap Ari.
Untuk itu, Ari mendesak Mahkamah Agung menindaklanjuti hasil rekomendasi KY terhadap tiga hakim tersebut. Ia juga mengingatkan agar MA tidak menutup-nutupi kesalahan anggota hakim demi menjaga citra lembaga.
"Kalau MA mau menjaga citranya, harus dia tindak lanjuti. Karena ini menarik perhatian publik. Nanti MA sendiri yang rusak kalau begitu. Kasihan. Nggak boleh begitu. Nggak boleh kita itu, oleh karena ini korps kita, lalu kita menutupi kesalahan, nggak boleh. Kita buka aja. Perbaiki diri, harus berani memperbaiki diri,” ujar Ari.
Menurut Ari, selain melaporkan ketiga hakim itu ke KY, pihaknya juga melaporkan hal serupa ke Badan Pengawas (Bawas) MA. Namun hingga saat ini, belum ada laporan atau hasil konkret dari tindakan Bawas MA terhadap tiga hakim tersebut.
Begitu pula laporan kepada Ombudsman RI terkait proses audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Saat itu pihaknya menilai ada sejumlah kekeliruan substansial secara sistematis dalam data BPKP 2025. Auditor BPKP juga dinilai melanggar profesionalisme dan obyektivitas dalam audit yang digunakan untuk memproses hukum dirinya.
”Kami pernah disurati oleh Bawas MA bahwa laporan kami sudah diterima. Tapi kami belum tahu apa hasilnya sampai sekarang. Begitu pun Ombudsman juga sampai sekarang belum ada hasilnya,” kata Ari.
Kini, setelah semua hukuman yang dijatuhkan kepada Tom Lembong dihapus lewat abolisi, tiga hakim pengadil perkara mantan Menteri Perdagangan itu harus menghadapi perkara etik. KY telah mengusulkan sanksi nonpalu bagi ketiga hakim pengadil Tom Lembong, sehingga kini semua tinggal menanti keputusan dari Mahkamah Agung.




