Bisnis.com, JAKARTA — Estimasi biaya rehabilitas dan rekonstruksi di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat akibat banjir dan longsor diperkirakan melebihi hitung-hitungan sementara pemerintah yakni senilai Rp51,8 triliun.
Untuk diketahui, pada rapat terbatas Kabinet Merah Putih bersama Presiden Prabowo Subianto di Aceh, Minggu (7/12/2025) lalu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat berdasarkan perhitungan Kementerian PU bahwa estimasi kebutuhan anggaran pemulihan ketiga provinsi terdampak bencana ekologis itu senilai Rp51,8 triliun.
Namun demikian, kajian terbaru yang dilakukan oleh Center of Reform on Economics (CORE) menemukan bahwa biaya pemulihan infrastruktur di Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat itu akan melebihi estimasi pemerintah.
Biaya pemulihannya diperkirakan mencapai Rp77,4 triliun, atau Rp20 triliun lebih tinggi dari estimasi pemerintah. Biaya itu juga 30 kali lipat lebih tinggi dari biaya pencegahan yang dikeluarkan per tahun untuk reforestasi dan peremajaan perkebunan.
"Angka ini belum termasuk kerugian non-fisik dari lumpuhnya aktivitas ekonomi rumah tangga, trauma psikis, dan ketertinggalan pendidikan anak-anak di daerah terdampak," demikian bunyi salah satu temuan utama kajian bertajuk 'Konsekuensi Ekonomi di Balik Duka Sumatera' yang diterbitkan CORE, Minggu (28/12/2025).
Adapun estimasi kebutuhan biaya pemulihan Rp77,4 triliun itu berdasarkan data kerusakan infrastruktur fisik yang dirilis oleh BNPB per 15 Desember 2025. CORE mencatat bahwa estimasi itu boleh jadi di bawah angka riil karena perkembangan di lapangan yang masih dinamis.
Baca Juga
- Konser Slank di Bali Sumbang Rp500 Juta untuk Korban Banjir Sumatra
- Wakapolri: 1.500 Personel Diturunkan Tangani Pascabencana di Sumatra
- Prabowo Terima Laporan Bos Danantara Soal Pembangunan 15.000 Hunian Tetap Bencana Sumatra
Kebutuhan biaya pemulihan versi CORE itu pun sudah lebih tinggi dibandingkan dana yang sudah disiapkan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa senilai Rp60 triliun. Dana itu disebut berasal dari penyisiran dini yang dilakukan pada APBN 2026.
"Karena itu CORE menilai alokasi Rp60 triliun tidak akan cukup untuk memulihkan Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat," bunyi kajian tersebut.
Di sisi lain, estimasi kebutuhan biaya Rp77,4 triliun itu hanya sebatas komponen kerugian fisik. Namun, kerugian nonfisik diperkirakan membutuhkan biaya pemulihan yang tidak kalah besar. Kerugian ini meliputi dampak bencana terhadap produktivitas tenaga kerja dan lumpuhnya aktivitas ekonomi lokal.
Salah satu fokus kerugian nonfisik ini adalah biaya besar untuk mengejar ketertinggalan anak dalam kegiatan belajar mengajar. Untuk itu, perbaikan infrastruktur fisik yang tidak maksimal, maupun keterbatasan dalam pengiriman guru, tenaga kesehatan dan relawan diperkirakan bakal memengaruhi proses pemulihan trauma anak-anak hingga remaja.
Tidak hanya itu, pemulihan fisik dan nonfisik di ketiga provinsi dikhawatirkan berjalan lambat akibat belum adanya penetapan status bencana nasional. Hal ini termasuk belum dibukanya akses terhadap bantuan internasional.
"CORE menilai, semakin lamban pemerintah dalam merespons bencana, semakin lama pula proses pemulihan ekonominya sehingga dampak terhadap ekonomi nasional akan semakin besar," demikian salah satu hasil kajian tersebut.
Sebelumnya, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa mengeklaim bahwa anggaran untuk penanggulangan bencana Sumatra cukup. Untuk itu, dia menampik sejumlah aspirasi untuk mengalihkan sejumlah pos anggaran besar, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), untuk mengatasi dampak bencana ekologis itu.
“Kan bencana anggarannya sejauh ini sudah cukup. Sudah ada [anggarannya]. Tak perlu memindahkan anggaran MBG,” kata Purbaya saat ditemui wartawan di kantor Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Kamis (24/12/2025).




