JAKARTA, KOMPAS — Sebulan setelah bencana ekologis melanda Sumatera bagian utara, pemerintah menggencarkan pembangunan hunian untuk para korban. Lebih dari 20.000 hunian sudah mulai dibangun, sebagian di antaranya ditargetkan rampung dalam tiga bulan. Pembangunan diklaim aman karena tidak berlokasi di daerah rawan bencana.
Hunian untuk korban bencana ekologis di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dibangun oleh sejumlah instansi. Beberapa di antaranya adalah badan usaha milik negara (BUMN), Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya melalui keterangan tertulis, Minggu (28/12/2025), mengatakan telah bertemu dengan sejumlah menteri untuk membahas perkembangan pembangunan hunian untuk warga terdampak bencana baik di Aceh, Sumatera Utara, maupun Sumatera Barat. Pertemuan berlangsung di Kantor Sekretariat Kabinet, Jakarta, Sabtu (27/12/2025).
Adapun beberapa menteri yang menemui Teddy adalah Menteri Investasi dan Hilirisasi sekaligus Kepala Badan Pengelola Investasi Danantara Rosan Perkasa Roeslani, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait, dan Kepala Badan Pengaturan Badan Usaha Milik Negara (BP BUMN) Dony Oskaria.
Dalam pertemuan tersebut, kata Teddy, dibahas bahwa Danantara sudah memulai pembangunan 15.000 rumah dari BUMN yang ditargetkan akan selesai dalam tiga bulan ke depan. Pekan ini sudah ada 500 rumah yang selesai dibangun. Rumah-rumah itu dilengkapi dengan sanitasi air bersih, listrik, jaringan internet nirkabel. Disediakan pula rumah ibadah dan fasilitas umum untuk anak-anak di lingkungannya.
”BNPB juga telah memulai pembangunan 4.500 hunian sementara yang tersebar di berbagai provinsi,” ujar Teddy.
Selain hunian sementara, lanjutnya, pembangunan hunian tetap juga sudah dimulai. Sebanyak 2.500 unit pertama telah dibangun pada pekan keempat Desember 2025 di lahan milik BUMN. Pekan depan atau awal Januari 2026, pembangunan dilanjutkan dengan 2.500 unit kedua.
”Hunian sementara dan hunian tetap ini dibangun dengan memenuhi beberapa kriteria, yakni bukan di lokasi rawan bencana, lokasinya cukup dekat dengan rumah, jalan besar, fasilitas umum, serta tempat bekerja para pengguna,” ujar Teddy.
Dalam proses pembangunan hunian sementara dan tetap, ia pun berharap pemerintah daerah turut berperan aktif. Peran dimaksud terutama terkait proses penyediaan lokasi dan perpindahan warga ke hunian yang telah dibangun pemerintah.
Sebelumnya, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait juga memimpin rapat pembangunan 2.600 hunian tetap untuk warga terdampak bencana, Kamis (25/12/2025). Rapat tersebut dihadiri Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Menteri Sosial Saifullah Yusuf, dan Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang Ossy Dermawan. Selain itu, hadir pula Gubernur Sumatera Utara Bobby Afif Nasution, Wakil Gubernur Sumatera Barat Vasko Ruseimy, dan Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah.
Dalam rapat, Maruarar meminta para kepala daerah untuk menyiapkan lokasi pembangunan hunian tetap yang tidak terdampak banjir dan tidak berpotensi longsor. Selain itu, lokasi juga harus memiliki legalitas hukum dan tidak jauh dari fasilitas umum. Ia pun menugaskan tiga direktur jenderal untuk mengawal proses alokasi hunian di wilayah terdampak bencana.
Selain pembangunan rumah, kata Maruarar, pemerintah juga akan menyerahkan sertifikatnya kepada masyarakat. Hal itu merupakan bagian dari langkah percepatan penanganan terpadu pascabencana. Adapun penyerahan sertifikat pertama kali akan dilakukan di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, 21 Maret 2026.
Kendati pembangunan hunian sementara dan tetap telah dimulai, jumlahnya masih jauh dibandingkan dengan kerusakan yang terjadi akibat bencana ekologis yang terjadi di Sumatera bagian Utara mulai akhir November 2025. Data BNPB, Minggu sore, menunjukkan, bencana telah mengakibatkan 171.379 rumah rusak. Dari total rumah rusak itu, 53.058 rumah di antaranya rusak berat, 43.743 rumah rusak sedang, dan 74.578 rumah rusak ringan.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengatakan, para warga yang rumahnya rusak berat akan ditempatkan di hunian sementara sambil menunggu pembangunan hunian tetap selesai. Selama berada di hunian sementara, pemerintah juga memberikan bantuan jaminan hidup sebesar Rp 450.000 per orang setiap bulan maksimal untuk tiga bulan. Selain itu, pihaknya juga memberikan dukungan pemberdayaan ekonomi sebesar Rp 5 juta per rumah bagi keluarga terdampak bencana.



