Demi Kepastian Hukum dan Usaha, PHRI Jakarta Minta DPRD Taati Hasil Fasilitasi Kemendagri atas Ranperda KTR

tvonenews.com
3 jam lalu
Cover Berita

Jakarta, tvOnenews.com - Sidang Paripurna DPRD DKI Jakarta berlangsung pada Selasa (23/12), yang di dalamnya termasuk Penyampaian Laporan Hasil Pembahasan terhadap Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Ranperda KTR) DKI Jakarta, menyepakati bahwa rancangan aturan tersebut siap menjadi Perda KTR. 

Ranperda KTR sebelumnya telah melewati proses fasilitasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai bentuk penyempurnaan dalam teknis penyusunan peraturan perundang-undangan. 

Namun, para stakeholder yang terdampak masih menyimpan pertanyaan terutama terkait kesesuaian rancangan yang disahkan dalam paripurna dengan hasil fasilitasi dari Kemendagri.

Sebagai salah satu stakeholder tersebut, Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) berharap baik eksekutif maupun legislatif dapat mematuhi hasil fasilitasi Kemendagri. 

Seperti disampaikan oleh Ketua Badan Pimpinan Daerah PHRI DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono bahwa Perda KTR yang lahir harus benar-benar berimbang, realistis, dan tidak merusak iklim usaha pariwisata, perhotelan, dan restoran yang merupakan sektor strategis dan padat karya di DKI Jakarta.

"Kami mengapresiasi hasil fasilitasi Kementerian Dalam Negeri, yang dapat diakses publik secara transparan. Kami melihat bahwa fasilitasi tersebut telah mengakomodasi aspirasi pelaku usaha, antara lain: penghapusan tempat hiburan malam sebagai kawasan tanpa rokok, pengecualian hotel, restoran, pasar, dan tempat kegiatan ekonomi dari perluasan KTR, serta penghapusan larangan total reklame rokok di ruang fisik. PHRI Jakarta dengan tegas meminta DPRD dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mematuhi hasil fasilitasi tersebut, baik dalam pembahasan maupun implementasinya," jelas Iwantono saat dihubungi via seluler, Selasa (23/12).

PHRI pun memberikan catatan penting terkait Rapat Paripurna yang diselenggarakan oleh DPRD DKI Jakarta. Ia menegaskan bahwa hotel dan restoran bukan ruang publik pasif, melainkan ruang usaha dengan karakter layanan, segmentasi tamu, dan standar internasional. 

"Oleh karena itu, sektor ini tidak tepat disamakan dengan fasilitas umum non-komersial. Smoking area di hotel dan restoran tertentu tetap dibutuhkan, khususnya untuk tamu wisatawan dan kegiatan MICE. Pengaturan seharusnya berbasis standar teknis dan pengelolaan, bukan pelarangan total," beber Iwantono.

Jika Perda KTR yang didorong terlalu restriktif, sebut Iwantono, maka akan berisiko menurunkan daya saing Jakarta dibanding kota tujuan wisata lain seperti Bangkok, Kuala Lumpur, hingga Singapura. 


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Kecelakaan Kereta Api di Meksiko Tewaskan 13 Penumpang, 98 Orang Terluka
• 5 jam laludetik.com
thumb
Dituding Jadi Selingkuhan Jule, Selebgram Yuka Buka Suara
• 19 jam lalutabloidbintang.com
thumb
Big Bang Festival 2025 Dibuka, Nonton Dewa 19 Full Personel Mulai Rp 65 Ribu
• 22 jam lalukumparan.com
thumb
Menko PMK Sebut 1.050 Huntara Sudah Dibangun di Lokasi Bencana
• 3 jam laluidxchannel.com
thumb
KSOP Ungkap Penyebab Kapal Pinisi Bawa Pelatih Valencia-3 Anaknya Tenggelam
• 13 jam laludetik.com
Berhasil disimpan.