Remitansi PMI Rp685 M Jadi Penyangga Ekonomi Cirebon di Tengah Lesunya Pasar Kerja

bisnis.com
9 jam lalu
Cover Berita

Bisnis.com, CIREBON - Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Cirebon mencatat sepanjang tahun ini sebanyak 11.420 warga Kabupaten Cirebon, Jawa Barat berangkat bekerja ke luar negeri alias menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI). 

Dari jumlah itu, nilai remitansi yang masuk ke daerah mencapai sekitar Rp685 miliar, menjadi salah satu sumber perputaran uang terbesar di luar sektor industri dan perdagangan lokal Cirebon.

Kepala Disnaker Kabupaten Cirebon, Novi Hendrianto, menegaskan remitansi PMI bukan sekadar angka statistik, melainkan denyut ekonomi riil yang dirasakan hingga tingkat desa. 

"Remitansi sebesar Rp685 miliar itu masuk langsung ke rumah tangga. Dampaknya terasa pada konsumsi, pendidikan anak, renovasi rumah, sampai modal usaha kecil. Ini menjadi penopang penting ekonomi Cirebon," kata Novi di Kabupaten Cirebon, Senin (29/12/2025).

googletag.cmd.push(function() { googletag.display("div-gpt-ad-parallax"); });

Novi mengatakan, jika dirata-ratakan, setiap PMI menyumbang puluhan juta rupiah per tahun bagi keluarga di kampung halaman. Uang itu mengalir ke warung, pasar tradisional, jasa bangunan, hingga lembaga keuangan mikro. 

Dalam konteks daerah dengan kantong-kantong kemiskinan yang masih tinggi, remitansi menjadi bantalan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat.

Baca Juga

  • Harga Bahan Pangan di Cirebon Turun Jelang Tahun Baru, Pedagang dan Pembeli Bernapas Lega
  • Daop 3 Cirebon Catat 135.480 Penumpang Selama 10 Hari Libur Nataru
  • Banjir Bandang Jadi Alarm Bahaya bagi Bisnis Properti di Cirebon

Meskipun begitu,tingginya minat menjadi PMI mencerminkan kesenjangan upah dan kesempatan kerja lokal.

"Fakta bahwa lebih dari sebelas ribu orang berangkat tahun ini menunjukkan peluang kerja di daerah belum sepenuhnya mampu menyerap angkatan kerja. Remitansi membantu, tapi idealnya ekonomi lokal juga kuat," ujarnya.

Data Disnaker menunjukkan mayoritas PMI Cirebon bekerja di sektor domestik, manufaktur, dan perawatan di sejumlah negara Asia dan Timur Tengah. Sektor-sektor tersebut relatif rentan terhadap fluktuasi kebijakan negara tujuan dan kondisi global. 

Jika terjadi krisis atau pengetatan aturan, aliran remitansi bisa terhenti sewaktu-waktu.

Kondisi ini menuntut kebijakan yang tidak hanya mendorong penempatan PMI, tetapi juga memastikan remitansi dikelola secara produktif. 

Selama ini, sebagian besar remitansi masih habis untuk konsumsi jangka pendek. Hanya sebagian kecil yang bertransformasi menjadi investasi usaha berkelanjutan.

"Kami mulai mendorong literasi keuangan bagi PMI dan keluarganya, agar remitansi tidak hanya habis untuk konsumsi, tetapi bisa menjadi modal usaha," kata Novi. 

Disnaker, lanjutnya, bekerja sama dengan perbankan dan lembaga pelatihan untuk mengarahkan dana kiriman ke sektor produktif seperti UMKM, pertanian modern, dan jasa.

Di sisi lain, pemerintah daerah dinilai perlu lebih agresif menciptakan ekosistem ekonomi yang mampu menahan laju migrasi tenaga kerja.

Industri padat karya, penguatan UMKM, hingga investasi berbasis potensi lokal harus menjadi prioritas, agar bekerja ke luar negeri bukan lagi satu-satunya jalan keluar dari masalah ekonomi.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Sebulan Pascabencana Sumatera, Pertamina Terus Salurkan Bantuan Kemanusiaan
• 11 jam laluidxchannel.com
thumb
BULOG Peduli Pendidikan Perkuat Sarana TIK di Sekolah Vokasi UNS
• 8 jam laludisway.id
thumb
Wagub Babel Absen Pemeriksaan Tersangka, Pelapor Minta Kooperatif
• 6 jam laluidntimes.com
thumb
PDIP Kirim 30 Ambulans-30 Dokter ke Sumatera, 1 Bulan Bantu Penanganan Bencana
• 11 jam lalukumparan.com
thumb
Budayawan Romo FX Mudji Sutrisno Meninggal Dunia
• 14 jam lalukumparan.com
Berhasil disimpan.