Indef memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2026 akan tertahan di angka 5 persen.
IDXChannel - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2026 akan tertahan di angka 5 persen. Angka ini dinilai masih jauh dari target-target ambisius yang sering dicanangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), akibat fundamental ekonomi domestik yang dinilai masih rapuh.
Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti menyoroti fenomena melesetnya realisasi ekonomi dari target pemerintah. Dia mencontohkan bagaimana kuartal III-2025 hanya tumbuh 5,04 persen dari target 5,2 persen, serta inflasi yang menembus 2,86 persen dari target 2,5 persen.
"Nah, kalau kita lihat pertumbuhan ekonomi ini kan meleset terus ya dari target yang sudah ditetapkan oleh APBN gitu ya. Kenapa fundamental ekonomi kita itu relatif rentan? Ya, karena ketergantungan kita terhadap dunia luar ini tinggi gitu," ujarnya dalam Diskusi Publik Catatan Akhir Tahun Indef, Jakarta, Senin (29/12/2025).
Esther menjelaskan, Indonesia sangat sensitif terhadap gejolak global dibandingkan negara tetangga seperti Singapura atau Thailand yang memiliki imunitas fundamental lebih kuat. Tingginya ketergantungan impor, bahkan untuk kebutuhan dasar, menjadi beban bagi devisa negara.
Menurutnya, Indonesia tidak hanya mengimpor barang modal, tetapi juga bahan pangan pokok hingga garam.
"Ada terjadi batuk-batuk di ekonomi global, maka kita pun juga akan terdampak ya, batuk-batuk juga," katanya.
Dia lantas menekankan perlunya terobosan menuju self-substituting atau kemandirian pangan dan energi sebagai tolok ukur keberhasilan ekonomi di masa depan.
Terkait investasi, Esther menilai paket kebijakan pemerintah saat ini belum cukup menarik bagi investor kakap. Skema seperti tax holiday atau tax reduction dianggap tidak menjawab kebutuhan riil investor di lapangan.
"Investor ini butuh hal yang lain. Misalnya, infrastrukturnya itu harus relatif ada semua; ada gas, ada listrik, ada air bersih, sehingga mereka bisa bangun pabrik di situ. Kalau sektor pariwisata, harus ada connecting flight dan seterusnya," ujar dia.
Selain infrastruktur, kondisi pasar tenaga kerja yang rapuh juga menjadi hambatan. Mayoritas tenaga kerja Indonesia masih didominasi sektor informal akibat adanya skill mismatch (ketidaksesuaian keahlian) dan tingkat pendidikan yang belum memenuhi standar industri.
Dari sisi fiskal, Esther memprediksi perlambatan belanja pemerintah (government spending) masih akan berlanjut hingga 2026.
Selain faktor eksogen dari pelemahan global, ada faktor endogen berupa pengalokasian anggaran yang sangat besar untuk program-program prioritas.
"Ini akan juga mengakibatkan perlambatan di sektor-sektor yang lainnya," katanya.
(Dhera Arizona)





