- Bambang Widjojanto menilai positif janji kepastian hukum dari Fitroh Rohcahyanto sebelum akhir tahun.
- Ia mengkritisi alasan teknis seperti perhitungan kerugian negara tidak boleh menunda penetapan tersangka.
- BW menekankan penetapan tersangka seharusnya sudah ada saat kasus naik dari penyelidikan ke penyidikan.
Suara.com - Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto, memberikan tanggapan terkait pernyataan Fitroh Rohcahyanto mengenai rencana penetapan tersangka dalam sebuah perkara sebelum akhir tahun ini.
Melalui kanal YouTube pribadinya, Bambang Widjojanto menilai janji mengenai adanya kepastian hukum merupakan langkah yang positif.
Namun, ia memberikan sejumlah catatan kritis terkait argumen-argumen yang kerap digunakan untuk menunda penetapan status hukum seseorang.
Bambang menyambut baik target waktu yang disampaikan oleh Fitroh. Menurutnya, kepastian hukum merupakan hal krusial yang ditunggu oleh publik.
“Kalau kepastian itu dijanjikan sebelum akhir tahun ini berakhir, itu menurut saya positif, bagus,” ujar Bambang dalam video di kanal YouTube Bambang Widjojanto, dikutip Senin (29/12/2025).
Meski mengapresiasi target waktu tersebut, BW tidak sepenuhnya sepakat dengan alasan teknis yang sering menghambat proses penyidikan, seperti lamanya perhitungan kerugian keuangan negara.
Ia berpendapat bahwa sebagian besar kasus yang ditangani KPK memang berkaitan dengan kerugian negara, sehingga hal tersebut seharusnya tidak menjadi alasan klasik untuk memperlama proses hukum.
“Perhitungan juga tidak menyebabkan kasus ini menjadi sangat lama. Jadi argumen itu menurut saya tidak harus menjadi alasan,” tegasnya.
Selain itu, BW juga menyoroti alasan hak asasi manusia (HAM) yang sering muncul sebagai dalih kehati-hatian yang berlebihan.
Baca Juga: Eks Pimpinan KPK BW Soroti Kasus Haji yang Menggantung: Dulu, Naik Sidik Pasti Ada Tersangka
Ia menegaskan bahwa selama ini KPK telah bekerja dengan menjunjung tinggi HAM melalui prinsip kehati-hatian sejak dini.
Prosedur Penetapan Tersangka
Lebih lanjut, BW menjelaskan secara prosedural bahwa ketika sebuah kasus naik dari tahap penyelidikan ke penyidikan, identitas tersangka seharusnya sudah dikantongi oleh penyidik.
“Ketika penetapan penyidikan, peningkatan status penyidikan dari penyelidikan, nama tersangka pasti sudah ditetapkan. Artinya apa? Ketika menetapkan sebuah proses pemeriksaan itu meningkat tahapannya, dia (penyidik) sudah harus meyakini ada orang yang sudah pantas atau layak dijadikan tersangka,” jelas BW.
Ia juga menyinggung masa kepemimpinan Firli Bahuri di era Presiden Jokowi, di mana kebijakan kehati-hatian sering kali dibenturkan dengan isu HAM. BW mengingatkan bahwa di masa lalu KPK memiliki keterbatasan dalam menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), sehingga prinsip kehati-hatian justru menjadi kekuatan utama KPK untuk memastikan kasus tidak berhenti di tengah jalan.
“Sebenarnya dengan prinsip kehati-hatian, seharusnya bisa dilakukan dengan cepat dan tepat,” pungkasnya.



