JAKARTA, KOMPAS.com - Pelukan hangat seorang ayah tak lagi bisa dirasakan Ester (bukan nama sebenarnya, 35) sejak ia berusia lima tahun.
Pada 1995, Ester dan ketiga kakaknya ditinggalkan oleh kedua orangtuanya yang memutuskan bercerai. Sejak saat itu, mereka harus melanjutkan hidup bersama kakek dan neneknya.
Bagi Ester, kakek dan neneknya mampu menggantikan peran ayah dan ibu dalam mengasuh serta mendidiknya.
Baca juga: Jerit Hati Para Anak Fatherless: Kehilangan Sosok Ayah Sangat Berat
Meski begitu, tumbuh tanpa kehadiran kedua orangtua bukanlah hal yang mudah baginya. Tak jarang, Ester justru menjadi sasaran perundungan karena tumbuh tanpa sosok ayah dan ibu.
"Dulu ada orangtua temen yang bully saya, karena ketidakadaan ayah dan ibu, itu sangat menyakitkan. Bikin down banget," ujar Ester ketika diwawancarai Kompas.com di wilayah Jakarta Selatan, Rabu (24/12/2025).
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=indepth, fatherless, parentless&post-url=aHR0cHM6Ly9tZWdhcG9saXRhbi5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8yOS8xODU1NTQ4MS9raXNhaC1lc3Rlci1hbmFrLXBhcmVudGxlc3MteWFuZy1tZWxhd2FuLWx1a2EtbWFzYS1rZWNpbC1kZW5nYW4tcHJlc3Rhc2k=&q=Kisah Ester, Anak Parentless yang Melawan Luka Masa Kecil dengan Prestasi§ion=Megapolitan' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `Bahkan, Ester juga di-bully teman-temannya karena kedua orangtuanya tak ada dan tak pernah hadir dalam berbagai aktivitas di sekolah, termasuk mengambil rapor.
Wanita berdarah Madura, Jawa Timur, itu sering kali harus mengambil rapor sendiri lantaran kakek dan neneknya sibuk mengurus banyak hal.
Bangkit lewat prestasiMendapat bully-an hanya karena hidup tanpa sosok orangtua membuat Ester menyimpan rasa dendam. Namun, ia memilih menyalurkannya ke arah positif dengan berprestasi.
Hinaan yang ia terima, terutama dari orangtua teman-temannya, justru menjadi pemicu semangat untuk terus belajar dan membuktikan bahwa dirinya mampu berprestasi meski tanpa dukungan ayah dan ibu.
"Saya belajar dan latihan banget-banget sampai bisa juara siswa teladan se-kabupaten, sementara anak dia enggak bisa capai," ungkap Ester.
Kebiasaan rajin belajar terus dipertahankannya hingga ia kerap mendapatkan rangking di kelas.
Ia juga aktif mengikuti berbagai lomba, baik di dalam maupun di luar sekolah, agar bisa terus berprestasi dan tak diremehkan.
Baca juga: Terbengkalai sejak 2007, Kenapa Menara Saidah Tak Dirobohkan?
"Saya enggak mau diremehkan gara-gara sesuatu yang bukan salah saya. Kan kita anak-anak cuma menerima nasib, kalau orangtua pergi itu bukan salah kita. Jadi, saya pikir, saya mau jadi orang keren aja di sekolah. Kalau kita keren dan serba bisa, teman-teman akan percaya, guru-guru akan percaya, akan ada banyak kesempatan," jelas Ester.
Ambil rapor jadi momen tersedihMomen mengambil rapor sering kali membuat Ester merasa begitu sedih meski dirinya merupakan sosok yang berprestasi dan sering mendapat ranking,
Ia selalu iri ketika orangtua murid datang ke sekolah mengambil rapor anaknya dengan bangga. Sementara itu, Ester harus menerima hasil jerih payahnya selama satu semester seorang diri.




