Suara.com - Bencana banjir yang melanda Kabupaten Aceh Tamiang sempat melumpuhkan denyut kehidupan pendidikan di Pondok Pesantren Darul Mukhlisin. Lumpur tebal, puing bangunan, serta gelondongan kayu besar menutup hampir seluruh area pesantren, memaksa ratusan santri menghentikan aktivitas belajar. Namun di balik kerusakan tersebut, tumbuh semangat kebangkitan melalui kolaborasi antara masyarakat dan negara.
Kementerian Pekerjaan Umum (PU) melalui Direktorat Jenderal Bina Marga menjadi menjadi bukti kehadiran negara untuk membantu memulihkan kembali fungsi pesantren. Pembersihan lumpur dan material kayu dilakukan secara menyeluruh, membuka jalan bagi pesantren untuk kembali berfungsi sebagai pusat pendidikan dan pembinaan generasi muda.
Pembina Yayasan Darul Mukhlisin, Ichsan, menilai keterlibatan langsung pemerintah bukan sekadar bantuan teknis, melainkan bentuk nyata keberpihakan terhadap keberlangsungan pendidikan di daerah terdampak bencana.
“Kami sangat bersyukur. Dengan dukungan ini, insya Allah santri bisa segera kembali sekolah dan kegiatan pesantren dapat berjalan lagi,” ujar Ichsan saat ditemui di lokasi pesantren, Minggu (28/12/2025).
Selain membersihkan area pesantren, penanganan pascabanjir juga diarahkan pada pemanfaatan material sisa bencana. Kayu-kayu besar yang masih layak dikumpulkan dan disimpan di lahan dekat sungai untuk direncanakan sebagai bahan pembangunan rumah warga terdampak. Sementara kayu berukuran kecil dimanfaatkan untuk membangun bedeng dan benteng sederhana sebagai langkah mitigasi banjir tahunan di lingkungan pesantren dan desa sekitar.
Langkah ini menunjukkan bahwa pemulihan tidak hanya berfokus pada perbaikan fisik, tetapi juga pada kesiapsiagaan menghadapi bencana di masa depan.
Hasil koordinasi antara yayasan dan Kementerian PU menyepakati bahwa kawasan pesantren akan ditata kembali secara menyeluruh hingga benar-benar siap digunakan. Tidak hanya bangunan utama, tetapi juga sarana pendukung pendidikan yang rusak berat akibat banjir.
“Bantuan lanjutan juga disampaikan, seperti pengadaan komputer, tempat tidur, dan lemari santri yang semuanya rusak saat banjir,” kata Ichsan.
Ia mengenang saat puncak banjir melanda pesantren, air menutup hampir seluruh daratan dan gelondongan kayu besar berputar-putar di sekitar asrama. Menurutnya, kayu-kayu yang tertahan di area pesantren justru mencegah kerusakan lebih luas ke desa-desa lain di sekitarnya.
Baca Juga: PU Percepat Penanganan Banjir Aceh Tamiang, 36 Alat Berat Dikerahkan
Meski situasi kala itu sangat mengkhawatirkan, Ichsan bersyukur seluruh santri dan warga berhasil menyelamatkan diri. Proses evakuasi berjalan aman karena kenaikan air terjadi secara bertahap, memberi waktu bagi semua orang untuk berpindah ke tempat yang lebih tinggi.
Kini, pesantren seluas sekitar lima hektare tersebut perlahan kembali ditata. Lapangan, area upacara, hingga fasilitas penunjang direncanakan kembali berfungsi sebagaimana sebelum bencana.
Di tengah proses pemulihan, harapan besar disematkan agar dukungan pemerintah terus berlanjut hingga aktivitas belajar mengajar kembali normal.
“Kami sangat berharap pendampingan dari Kementerian PU terus ada sampai santri bisa belajar seperti biasa. Pendidikan harus tetap berjalan, meski kami baru saja melewati bencana besar,” pungkas Ichsan. ***



