Mencuat Usulan Kepala Daerah Dipilih DPRD

kumparan.com
9 jam lalu
Cover Berita

Usulan kepala daerah dipilih DPRD kembali mencuat belakangan ini. Beberapa partai politik di Senayan sepakat dengan usulan ini yakni Golkar, PAN, Gerindra, dan PKB.

Jika usulan ini bakal dijalankan, bisa diakomodir lewat revisi UU Pilkada. UU Pilkada memang akan direvisi DPR dan sudah masuk program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2025 yang akan dilanjutkan di tahun 2026.

Nantinya pembahasan RUU Pilkada akan dibarengi dengan pembahasan RUU Pemilu dan RUU Partai Politik menggunakan metode kodifikasi di Komisi II. Kodifikasi yakni menghimpun berbagai peraturan menjadi undang-undang.

Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf mengatakan, RUU Pilkada ini belum akan dibahas dalam waktu dekat. Termasuk dalam awal masa sidang pada Januari 2026.

Ia menyebut, kemungkinan RUU Pilkada-Pemilu dan Parpol akan dibahas quartal 1 2026 yakni Januari-Maret. "(Pembahasan mungkin di quartal 1," kata dia.

Berikut pernyataan sejumlah partai yang mendukung ide tersebut. Serta PKS dan Demokrat yang belum menentukan sikapnya:

Gerindra

Sekjen DPP Partai Gerindra Sugiono mengatakan pemilihan kepala daerah oleh DPRD patut dipertimbangkan untuk diterapkan.

“Gerindra ada dalam posisi mendukung upaya ataupun rencana untuk melaksanakan pemilukada ini oleh DPRD di tingkat bupati, wali kota ataupun di tingkat gubernur,” ucap Sugiono dalam keterangannya dikutip, Senin (29/12).

Partai Gerindra melihat pemilihan kepala daerah melalui DPRD bisa lebih efisien daripada yang selama ini diterapkan. Mulai dari proses atau waktu penjaringan kandidat, mekanisme, anggaran dan ongkos politik, hingga pemilihan terlaksana.

Pada 2015 lalu, dana hibah dari APBD untuk pelaksanaan pilkada hampir Rp 7 triliun. Nominalnya terus mengalami kenaikan dalam jumlah yang tidak sedikit. Pada 2024, dana hibah dari APBD untuk pelaksanaan pilkada lebih dari Rp 37 triliun.

“Itu merupakan jumlah yang bisa digunakan untuk hal-hal lain yang sifatnya lebih produktif, upaya-upaya peningkatan kesejahteraan dan ekonomi rakyat. Saya kira ini adalah sesuatu yang perlu kita pertimbangkan,” ucap Menteri Luar Negeri itu.

Begitu pun dengan ongkos politik yang dibutuhkan calon kepala daerah selama ini. Cenderung mahal, bahkan kerap kali jadi hambatan bagi sosok yang kompeten untuk menjadi kepala daerah.

“Biaya kampanye untuk seorang calon kepala daerah, kita terbuka saja, itu angkanya prohibitif. Mahal. Dan ini yang juga kita harus evaluasi, kita harus cari bagaimana supaya orang-orang yang benar-benar memiliki kemampuan mengabdi kepada masyarakatnya, mengabdi kepada bangsa dan negara itu, bisa maju tanpa harus dihalang-halangi oleh angka dan biaya kampanye yang luar biasa,” ucap Sugiono.

“Dari sisi efisiensi, baik itu proses, mekanisme, dan juga anggarannya kami mendukung rencana untuk melaksanakan pilkada lewat DPRD,” sambungnya.

Pemilihan kepala daerah melalui DPRD, lanjut dia, juga tidak menghilangkan esensi demokrasi, karena calon dipilih oleh anggota legislatif yang merupakan pilihan masyarakat dalam pemilihan umum.

Bahkan, pemilihan kepala daerah oleh DPRD bisa diawasi langsung oleh masyarakat dengan lebih ketat.

“Kalau kita melihat akuntabilitinya itu cenderung lebih ketat. Kalau misalnya partai politik itu ingin bertahan atau tetap hadir di daerah-daerah tersebut, tentu saja mereka harus mengikuti apa yang menjadi kehendak konstituennya,” ucap Sugiono.

Sementara itu, Ketua DPP Partai Gerindra Prasetyo Hadi menuturkan partainya menilai perlu ada keberanian untuk melakukan perubahan sistem jika ditemukan banyak dampak negatif dari mekanisme yang berjalan saat ini. Salah satu sorotan utama adalah tingginya ongkos politik dalam Pilkada langsung.

"Tetapi kalau kami berpendapat, sekali lagi kami sebagai pengurus partai, salah satu pimpinan di partai, kami berpendapat memang kita harus berani. Harus berani untuk melakukan perubahan dari sistem, manakala kita mendapati bahwa sistem yang kita jalankan sekarang itu banyak juga sisi negatifnya," ujarnya.

PAN

Wakil Ketua Umum DPP PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan, PAN setuju dengan usulan ini. Meski begitu, mereka memberikan 2 catatan.

"PAN setuju Pilkada dilaksanakan secara tidak langsung, atau dipilih melalui DPRD, dengan catatan," kata Viva kepada wartawan, Senin (29/12).

Berikut 2 catatan dari PAN:

  1. Seluruh partai politik bersepakat bulat untuk menerima pilkada dilaksanakan tidak langsung. Dengan demikian proses pembahasan revisi UU pilkada tidak akan akan digunakan oleh parpol untuk berselancar menjaring suara rakyat.

  2. Tidak menimbulkan pro kontra secara tajam dan meluas di publik. Karena setiap pembahasan UU Pilkada memancing demonstrasi yang masif secara nasional.

PKB

Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, menyebut partainya mendukung usulan Kepala Daerah dipilih oleh DPRD. Menurutnya, hal itu merupakan sikap PKB sejak lama.

Menurutnya, wacana ini merupakan implementasi dari Pancasila dan lebih efisien ketimbang menggelar pemilihan langsung.

"Ya tentu ini bagian dari evaluasi yang terus kita dalami. Saya secara prinsip setuju karena itu efisien dan melaksanakan sila kelima, dari musyawarah mufakat untuk demokrasi kita," ujar Cak Imin usai acara meet and greet bersama kader PKB terpilih di Hotel Patra Jasa Semarang, Minggu (15/12).

Golkar

Wakil Ketua Umum Golkar, Ahmad Doli Kurnia, menyebut partai beringin sudah menggodok opsi pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD dalam Rapimnas I Partai Golkar.

Hasilnya, hampir seluruh DPD Golkar mengusulkan agar Kepala Daerah dipilih oleh DPRD.

“Dalam Rapimnas I Partai Golkar kemarin, hampir seluruh DPD Provinsi dalam pandangan umumnya, mengusulkan agar Pilkada dilaksanakan melalui DPRD. Walaupun ada yang menyampaikan dengan beberapa catatan,” ucap Doli kepada wartawan, Senin (29/12).

“Sebelumnya DPP Partai Golkar juga telah membentuk Tim Kajian Politik yang sudah bekerja selama 1,5 tahun dan sudah menghasilkan beberapa opsi rekomendasi terkait Sistem Pemilu, Parpol, termasuk Pilkada,” tambahnya.

Menurut Doli, ada 3 opsi Pilkada yang direkomendasikan oleh Tim Kajian Politik kepada partai. Ketiganya adalah pemilihan langsung, pemilihan lewat DPRD, dan pemilihan lewat DPRD untuk Gubernur, serta pemilihan hybrid untuk Bupati atau Wali Kota.

Golkar menilai, biaya politik begitu tinggi bila Pilkada dilakukan secara langsung. Alhasil, Rapimnas I Golkar akhirnya memilih opsi Pilkada lewat DPRD sebagai opsi yang diusulkan.

PKS

Sekjen PKS Muhammad Kholid mengatakan, pihaknya belum memutuskan apakah mendukung usulan ini atau tidak. PKS masih terus mengkaji karena ini menyangkut demokrasi dan rakyat.

"Kami sedang mengkajinya mana yang terbaik buat masyarakat dan masa depan demokrasi kita," kata Kholid kepada wartawan di Jakarta, Senin (29/12).

Kholid menuturkan, PKS akan mendengar berbagai masukan sebelum memutuskan sikap. Mulai dari ahli, mahasiswa hingga tokoh bangsa.

"Kita juga ingin dengarkan masukan dari para ahli, dari masyarakat sipil, ormas, kampus, dan tokoh-tokoh bangsa," ucap Kholid.

Selain itu, PKS terbuka untuk diskusi dengan rekan-rekan partai koalisi membahas usul ini. Namun, ia belum mengungkap lebih jauh soal ini.

Demokrat

Ketua Dewan Pakar Demokrat, Andi Mallarangeng, memberikan sejumlah catatan terkait usulan ini.

Andi menjelaskan, wacana kepala daerah dipilih DPRD muncul karena adanya kesan Pilkada langsung mahal, baik biaya kampanye maupun penyelenggaraannya. Marak money politics jadi sorotan utama.

"Tapi kalau itu masalahnya, maka mari kita memperbaikinya. Kalau maraknya money politics, solusinya adalah penegakan hukum yang keras dan konsisten. Juga perlunya memperkuat kewenangan Bawaslu," kata Andi kepada wartawan di Jakarta, Senin (29/12).

Andi yang merupakan eks anggota KPU ini mengatakan, mengenai mahalnya biaya kampanye, solusinya adalah spending cap. Menurutnya, ini mirip dengan model spending cap di liga sepakbola Eropa.

"Pembiayaan kampanye setiap kandidat dan partai dibatasi dengan jumlah yang tepat, tidak jorjoran. Begitu juga pembatasan penerimaan kampanye," kata Andi.

Andi pun memaparkan soal biaya penyelenggaraan yang mahal, bisa diatasi dengan memotong jumlah TPS hingga separuh. Caranya, dengan menaikkan jumlah pemilih per TPS hingga 1000 pemilih per TPS.

"Waktu pemilihan juga bisa diperpanjang sampai pukul 16.00. Toh, hanya 3 kotak suara dalam pemilu daerah, yaitu kotak suara DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan Pilkada, sehingga menghitungnya bisa cepat. Lebih efisien lagi jika menggunakan teknologi e-voting," kata Andi.

Andi pun mengingatkan jangan sampai hak rakyat dirampas. "Alih-alih kita merampas hak rakyat untuk memilih Kepala Daerahnya dan memberikannya kepada elite politik di DPRD, lebih baik kita memperbaiki sistem pilkada langsung," kata dia.

Andi menilai, Pilkada oleh DPRD juga penuh dengan politik uang. Ia memberikan contoh ketika era Orde Baru.

"Bisa lihat dahulu sejak zaman Orba. Itu hanya memindahkan money politics elektoral menjadi money politics di DPRD," kata Andi.

"Yang terpilih pastilah yang dikehendaki oleh oligarki kekuasaan, bukan oleh rakyat. Seluruh 38 gubernur dan 514 bupati dan wali kota serta wakil-wakilnya ditentukan oleh 8 orang Ketum Partai yang ada di DPR. Kita akan kehilangan pemimpin yang berakar ke rakyat dan digantikan oleh pemimpin yang berakar ke atas," tutur dia.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
​​​​​​​Ramalan Cinta Zodiak 31 Desember 2025: Aries, Taurus, Gemini, Cancer, hingga Pisces
• 6 jam lalutvonenews.com
thumb
Hindari Penggunaan Earphone saat Tidur dengan Jangka Waktu Lama, Ini Bahayanya!
• 6 jam lalutabloidbintang.com
thumb
JPPI Terima Aduan Sekolah di Banten Diduga Palak SPPG Rp1.000 per Siswa Tiap Hari
• 1 jam lalusuara.com
thumb
Biodata dan Profil Danielle NewJeans, Putus Kontrak dengan ADOR
• 6 jam lalutheasianparent.com
thumb
Kaleidoskop 2025: Deretan Selebritis yang Menyandang Status Orang Tua Baru
• 5 jam lalukumparan.com
Berhasil disimpan.